Mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara, disebut menargetkan penerimaan Rp35 miliar dari pengadaan paket bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kementerian Sosial.
Hal itu terungkap dari sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (8/3/2021).
Awalnya, jaksa penuntut umum KPK M Nur Azis mencecar pertanyaan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan Bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso.
Joko dihadirkan pada persidangan ini sebagai saksi untuk terdakwa kasus suap Bansos, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja.
Harry didakwa menyuap Juliari dengan uang senilai Rp1,28 miliar. Sedangkan Ardian didakwa memberikan suap senilai Rp1,95 miliar terkait penunjukkan perusahaan penyedia Bansos sembako COVID-19.
Adi yang dimaksud Joko pada pengakuannya ini adalah Adi Wahyono, Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Sosial sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Kantor Pusat Kementerian Sosial tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan Bansos sembako COVID-19.
Menurut dia, pada pengadaan tahap pertama, banyak vendor yang tidak bisa memenuhi target kuota yang direncanakan sehingga waktunya molor.
Namun dia mengaku tidak menolak atau mengiyakan permintaan itu.
Ia mengaku tidak yakin dapat memenuhi permintaan tersebut sehingga meminta pendapat Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Hartono, dan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementrian Sosial, Pepen Nazaruddin.
Saat dia mengungkapkan permintaan fee ke Joko, ternyata Joko sudah mengumpulkan sekitar Rp8 miliar dari tahap I bansos.
Sedangkan Santoso mengatakan permintaan fee itu dilakukan karena Kementerian Sosial tidak mendapat uang untuk membiayai penyelenggaraan bansos.
Mereka berdua pun mengaku penentuan perusahaan berasal ari referensi orang-orang dalam rapat.