Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah resmi memperpanjang restrukturisasi kredit hingga Maret 2022. Kebijakan ini diharapkan dapat meringan beban debitur di masa pandemi Covid-19, sehingga bisnisnya bisa terus berjalan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Bambang Widjanarko mengatakan salah satu alasan perpanjangan restrukturisasi adalah masa pandemi yang belum berakhir. Namun dia mengingatkan kebijakan ini tidak berlangsung selamanya, untuk menghindari moral hazard yang muncul di kemudian hari.
Jika debitur bisa selamat dan terus melakukan aktivitasnya maka ekonomi bisa terus berjalan, apalagi jika sebelumnya bagus dan hanya terkendala Covid-19 ini. Langkah ini juga diharapkan membantu perbankan dalam menata kinerja keuangannya terutama dari sisi mitigasi risiko kredit.
“Maka untuk mengantisipasi dampak lanjutan kita juga harus melihat banknya, Covid-19 belum ketahuan kapan berakhir sehingga stimulus masih dibutuhkan. Yang diatur adalah sama dengan POJK 11, penetapan kualitas kredit kemudian kualitas lancar bagi yang direstrukturisasi, tetapi ada juga ditambahkan tentang penerapan manajemen risiko,” kata Bambang dalam konferensi pers virtual, dikutip Minggu (11/4/2021).
Adapun beberapa panduan pelaksanaan relaksasi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 sampai dengan pasal 7 POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang stimulus Covid-19 dapat disampaikan sebagai berikut:
- Relaksasi penilaian kualitas kreditatau penyediaan dana lain dengan plafon di bawah Rp 10 miliar hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga, margin, bagi hasil, atau ujrah hingga 31 Maret 2022.
- Penetapan kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi selama berlakunya POJK stimulus Covid-19
- Bank dapat memberikan kredit atau pembiayaan dana lain yang baru kepada debitur yang telah memperoleh perlakuan khusus sesuai POJK stimulus Covid-19 ini dengan penetapan kualitas kredit tersebut dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit sebelumnya.
POJK ini memberikan fleksibilitas bagi perbankan untuk menetapkan skema restrukturisasi kredit, termasuk jangka waktu perjanjian restrukturisasi, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing debitur yang terdampak dari Covid-19 dan tentunya sesuai dengan kapasitas bank.
Adapun jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit kepada debitur terdampak Covid-19 diperbolehkan kurang dari atau melewati tanggal 31 Maret 2022, tergantung dari kesepakatan antara bank dan debiturnya.
Atas dasar ketentuan jangka waktu tersebut, maka penetapan kualitas kredit adalah sebagai berikut:
- Jika jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit kurang dari batas waktu yang ditetapkan di POJK (31 Maret 2022), maka kualitas kredit tersebut dapat ditetapkan memiliki kualitas lancar sampai dengan akhir jangka waktu perjanjian restrukturisasi.
- Jika jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit melebihi batas waktu yang ditetapkan di POJK, maka kualitas kredit tersebut dapat ditetapkan memiliki kualitas lancar sampai dengan tanggal 31 Maret 2022, dan selanjutnya mengacu pada POJK Kualitas Aset, di mana kualitas kredit akan tetap lancar selama debitur tetap memenuhi kewajiban kontraktual sesuai perjanjian kredit baru yang disepakati.
Sementara itu, terkait pelaporan kredit restrukturisasi Covid-19 dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), bank dapat melaporkan kredit yang dimaksud dalam SLIK dengan kolom Kode Sifat Kredit atau Pembiayaan diisi angka “1 = Kredit atau Pembiayaan yang Direstrukturisasi”.
Untuk membedakan dengan restrukturisasi umum, bank perlu menambahkan keterangan ”Covid-19″. Perlakuan tersebut berlaku sampai kredit lunas, meskipun melewati 31 Maret 2022 atau direstrukturisasi kembali setelah masa berlaku POJK stimulus berakhir.
Selain itu, penambahan keterangan tersebut berfungsi sebagai mekanisme pemantauan (tracing) terhadap debitur restrukturisasi Covid-19 dan konsistensi data dalam rangka penerapan program pemerintah seperti Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Adapun fungsi tagging pada SLIK tersebut dapat menjadi referensi untuk mengecualikan kredit resktrukturisasi Covid-19 dari perhitungan aset kualitas rendah (Loan at Risk/LAR) dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank (TKB), meskipun periode stimulus berakhir, sepanjang kredit tersebut berkualitas lancar atau berbeda dengan restrukturisasi biasa.
Bank juga dapat dimungkinkan untuk menghapus tagging restrukturisasi Covid-19, namun bank perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Memastikan bahwa berdasarkan asesmen bank, debitur telah mengatasi permasalahan jangka pendek, skema restrukturisasi yang tidak berubah, dan debitur memenuhi seluruh kewajiban seusai perjanjian kredit terakhir.
- Memastikan ketersediaan historikal data debitur tersebut dalam hal di kemudian hari terdapat pemeriksaan, misalnya terkait dengan program PEN,
- Memastikan tidak terjadi inkonsistensi data dalam hal debitur tersebut masih tercatat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai debitur yang eligible untuk mendapatkan program PEN, namun sudah tidak lagi sebagai restrukturisasi Covid-19 pada SLIK,
- Menerapkan perlakuan tersebut hanya atas kredit yang belum pernah direstrukturisasi sebelum diberikan restrukturisasi Covid-19.
- Menerapkan perlakuan tersebut secara konsisten baik untuk pelaporan SLIK maupun pelaporan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) atau Laporan Bank Umum Terintegrasi (LBUT).
- Menginformasikan kepada debitur terkait perubahan status pada SLIK
Adapun penyediaan dana baru terhadap debitur yang telah diberikan relaksasi dapat memahami adanya kebutuhan perusahaan untuk mendapatkan penyediaan dana baru dalam menambah modal usaha, sehingga tetap menjalankan bisnisnya, seperti kebutuhan modal kerja untuk industri perhotelan, restoran, dan kafe (horeka) untuk menjaga agar industri tersebut tetap beroperasi.
Atas kondisi tersebut, bank dapat memberikan kredit baru atas debitur yang terkena dampak Covid-19 dan/atau mendapatkan fasilitas restrukturisasi kredit dan dari kredit baru tersebut, bank dapat memisahkan kualitasnya dengan kredit yang sudah ada sebelumnya (tidak berlaku prinsip uniform classification).
Jika debitur membutuhkan kredit untuk kebutuhan modal usahanya dan di saat bersamaan debitur juga sedang memiliki kredit lain dengan kolektibilitas tidak lancar, maka penilaian kualitas kredit baru untuk debitur tersebut dapat ditetapkan berbeda (lancar) pada saat pemberian kredit awal, dan selanjutnya dinilai sesuai ketentuan penilaian kualitas aset oleh perbankan.