Belum lama ini tersebar video tiga orang debt collector yang ingin menarik mobil karena menunggak. Namun, pemilik mobil mengatakan kalau dirinya sudah melunasi kreditnya.
Sedangkan debt collector tadi mengatakan kalau pemilik kendaraan menunggak dengan memberikan surat penarikan. Sambil direkam oleh pemilik mobil, debt collector akhirnya pergi meninggalkannya.
Melihat aksi debt collector yang meresahkan ini, apa yang sebenarnya harus dilakukan oleh pemilik kendaraan jika tiba-tiba ada debt collector yang datang untuk mengambil atau menyita kendaraan?
Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, aturan soal debt collector saat ini lebih ketat. Selain itu sebutannya juga bukan lagi debt collector, tapi juru tagih.
“Juru tagih tetap boleh, asal mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan, enggak sembarangan. Misalnya untuk cara dan jam telepon saja itu ada ketentuannya,” ucap Tulus kepada Kompas.com, Selasa (16/3/2021).
Menanggapi kejadian penarikan kendaraan di pinggir jalan, Tulus mengatakan jika klaim konsumen sudah lunas, didatangi juru tagih itu tidak masuk akal.
Tak hanya itu, Tulus menjelaskan bila juru tagih ingin menarik kendaraan maka ada syarat yang harus dipenuhi, yakni wajib membawa surat sita fidusia dari pengadilan.
“Ketika mendatangi konsumen, juru tagihnya membawa atau tidak surat sita fidusia dari pengadilan? Karena konsumen dianggap bakal bayar, boleh diambil motor atau mobilnya tetapi harus seizin pengadilan, tidak boleh sembarangan,” kata Tulus.
Kemudian soal klaim konsumen sudah lunas, harus benar dipastikan oleh kedua pihak. Bisa jadi dengan adanya juru tagih yang datang, ada data yang berbeda antara konsumen dengan pihak leasing.
Sebelumnya, Juru bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot mengatakan, proses penarikan kendaraan oleh leasing sebenarnya bisa saja dilakukan, namun tetap ada syarat-syaratnya, tidak bisa langsung menarik apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini.
“Penarikan kendaraan/jaminan kredit bagi debitur yang sudah macet dan tidak mengajukan keringanan sebelum dampak Covid-19 dapat dilakukan sepanjang perusahaan pembiayaan melakukannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” katanya belum lama ini.
Sekar menuturkan, permohonan wajib disampaikan karena keringanan kredit tidak otomatis langsung didapatkan. Bila tak mengajukan, pihak leasing bisa saja menganggap orang tersebut mampu membayar cicilan. Namun bila benar-benar terdampak, OJK bakal mewajibkan pihak bank ataupun leasing melakukan asesmen. “Bank atau leasing wajib melakukan asesment dalam rangka memberikan keringanan kepada nasabah atau debitur terdampak pandemi seperti penurunan suku bunga, pengurangan tunggakan bunga, sampai penambahan fasilitas kredit,” kata Sekar. Adapun ketentuan hukum yang berlaku dalam upaya leasing melakukan penarikan atau penyitaan kendaraan, tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa perusahaan kreditor hanya bisa melakukan penarikan atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak usai meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri. “Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri,” demikian bunyi Putusan MK itu.