Pembatasan aktifitas sosial masyarakat gegara Covid-19 sudah dilonggarkan. Tapi kelonggaran bersosial ini tak dibarengi dengan gempita riang orang-orang usai terkungkung geraknya. Justru, riuh bergemuruh dalam bentuk suara-suara mengisahkan ulah manusia tak beradab yang tega menyelewengkan dana negara untuk kepentingan rakyat.
Ya, kisah ini terjadi ketika masyarakat sedang terjebak oleh dampak akibat wabah Covid-19 selama setahun. Di Sokawera, sebuah desa yang terletak di kawasan daratan di bawah perbukitan lereng Gunung Slamet, uang sebesar Rp 1.920.000.000 yang seharusnya digunakan untuk memulihkan ekonomi rakyat malah diembat oleh oknum warga setempat.
Cerita ini langsung menghiasi berbagai macam media massa dari lokal hingga nasional. Salah satunya, portal berita liputan 6 menyebutkan, Kejaksaan Negeri Purwokerto menyita Rp470 juta dari hasil penggeledahan kasus dugaan korupsi program Jaring Pengamanan Sosial (JPS) dari Kementerian Ketenagakerjaan RI di wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Wilayah yang dimaksud dalam berita itu tak lain adalah Desa Sokawera.
“Dari hasil penggeledahan rumah salah satu (saksi) yang kami periksa, berhasil kami sita uang sebesar Rp 470 juta,” kata Kepala Kejari Purwokerto Sunarwan saat konferensi pers dikutip dari Antara, Rabu (10/3).
Pihak Kejari, sebut laman tersebut, juga mengamankan 38 stempel kelompok dari total 48 kelompok, satu unit komputer, beberapa dokumen perjanjian kerja sama antara 48 kelompok dan Direktorat Pengembangan dan Perluasan Kerja pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Bina Penta dan PKK) Kemnaker RI.
“Baru saksi semua, belum ada tersangkanya tunggu alat bukti cukup,” kata Kepala Kejari Purwokerto Sunarwan, saat konferensi pers di Kantor Kejari Purwokerto, Selasa (9/3/2021) malam.
Bupati : Itu dana lewat DPR RI, tidak lewat pemkab
Cerita dimulai dari Kementrian Tenaga Kerja (Kemenaker) yang memiliki program pemulihan ekonomi masyarakat. Program ini dinamakan Jaring Pengamanan Sosial (JPS). Desa Sokawera yang secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Cilongok. Bagaimana kok bisa program ini meluncurnya ke Desa Sokawera?
Apabila kriteria penunjukkan berdasarkan atas keunggulan sebuah desa akan produk pertanian yang unggul, Camat Cilongok Roni Hidayat SSos Msi menyatakan, tidak ada yang istimewa dari sektor pertanian di Desa Sokawera.
“Pertanian maju, sama dengan yang lain. Di sini di Kecamatan Cilongok semua desa pertaniannya maju,” kata Roni kepada indiebanyumas.id.
Sedangkan Bupati Banyumas, Ir Achmad Husein mengungkapkan, dana dalam program JPS oleh Kemenaker tidak melalui jalur distribusi anggaran lewat Pemkab.
“Itu dana lewat DPR RI, tidak lewat pemkab,” kata Bupati menjawab pesan singkat indiebanyumas.id.
Dalam pesan singkat melalui aplikasi whatsapp, Bupati mengatakan dirinya sedang tugas luar daerah ke Bandung.
Riuh kisah dana miliaran rupiah yang kemudian menjadi masalah tersebut, menghiasi setiap obrolan dari dapur masak, pasar-pasar tradisional hingga ke ruang-ruang mewah ber-AC sejuk di sudut desa sampai kota di Kabupaten Banyumas. Jelas saja, karena perampokan dengan metode penyelewengan dana negara ketika sebagian besar masyarakat sedang mengalami masa suram ekonomi akibat pandemi, adalah bentuk kejahatan yang sangat kejam.
Belum reda kemarahan masyarakat akan kasus dana Bansos untuk pandemi Covid-19 yang dikorupsi di ibu kota nan jauh di sana, bentuk kebobrokan yang sama kini terjadi bak gajah di pelupuk mata.
Bahkan baik Camat juga Bupati pun bisa saja kaget tetiba mendengar terjadi tangkap tangan gegara dana jumbo diselewengkan. Bupati yang mengetahui dana itu dari sumber senayan alias markas DPR RI pun bisa saja tidak tahu secara detail proses dalam mengalirkan sampai penggunaannya. Meski ketika ledakan kabar ini menjadi riuh kisah tak indah, seorang kepala daerah sudah pasti segera mencari duduk perkara kasus tersebut.
Hasil penggalian informasi yang dihimpun Indiebanyumas.id sejak meledaknya kasus penyelewengan dana JPS di Sokawera, aroma politik menyengat dari banyak pertanyaan yang muncul terutama adalah darimana sumber dana itu berasal. Bagi kalangan tertentu, mereka langsung mengarah kepada sosok yang namanya populer sebagai politikus dan juga pengurus ormas besar.
Seorang sumber indiebanyumas.id yang menceritakan terjadinya peristiwa itu tidak berani secara langsung menunjuk sosok tersebut. Tetapi sumber yang juga berasal dari satu golongan dengannya, mengaku hanya prihatin apabila kejadian ini akan berdampak luas terhadap elektabilitas partainya.
“Saya hanya kasihan, ini musibah,” kata sumber indiebanyumas.id
Kasus penyelewengan dana JPS di Sokawera memang membuat geger masyarakat Banyumas. Namun, sejak kali pertama kabar tersebut terekspos media dari rilis Kejaksaan Negeri Purwokerto, kelanjutan penanganan kasus seakan ‘libur’ dari sorotan media. Baru hari ini, Rabu (17/3/2021) pihak Kejari Purwokerto menetapkan dua tersangka dalam kasus Sokawera yang disebut sebagai tindak pidana korupsi program Kemenaker.
Dilansir dari laman tribunnews.com, dua tersangka yang ditetapkan oleh Kejari Purwokerto itu adalah AM (26) dan MT (37). Keduanya warga Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, yang sebelumnya berstatus sebagai saksi.
Kajari Purwokerto Sunarwan mengatakan, hasil penyidikan, potensi kerugian negara yang awalnya diperkirakan Rp 1,92 miliar, mencapai Rp 2,12 miliar.
“Disita lagi barang bukti tambahan senilai Rp 200 juta. Uang senilai Rp 160 juta disita dari AM dan Rp 40 juta dari MT. Barang bukti diamankan dari kedua tersangka secara langsung,” ujarnya saat ditemui dalam acara groundbreaking Adhyaksa Residen, di Desa Karanggintung, Banyumas, Rabu (17/3/2021).
Apakah ditetapkannya kedua saksi menjadi tersangka itu menjadi akhir dari kisah orang-orang yang begitu tega memakai uang negara untuk keuntungan pribadi mereka?
ISTIMEWA