PURWOKERTO – Kantor Pengawasan dan Penyuluhan Tipe Madya Pabean C (KPPBC TMPC) Purwokerto bersama Kabupaten Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara terus menggencarkan sosialisaasi dan penindakan peredaran rokok ilegal maupun barang kena cukai lainnya. Termasuk peredaran liquid rokok elektrik (vape).
Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Kantor Pengawasan dan Penyluhan Tipe Madya Pabean C (KPPBC TMPC) Purwokerto, Erwan Saepul Kholid mengatakan, tahun 2021, kegiatan sosialsiasi dan penindakan operasi pasar didanai dari dana bagi hasil cukai tembakau (DBH CHT). Dana tersebut langsung dikelola oleh masing-masing kabupaten penerima.
“Kabupaten Banyumas tahun ini dapat alokasi Rp 6,7 miliar, Banjarengara Rp 6,9 miliar dan Purbalingga Rp 7,1 miliar,” katanya, Selasa (23/3).
Terkait penindakan, kata dia, beberapa waktu lalu telah menangkap pelaku pengedar rokok ilegal, dan satu perkara sudah divoins di PN Banjarnegara dengan hukuman 2,5 tahun.
Perkaranya terkait mengedarkan rokok tanpa pita cukai (polos). Di Banyumas, katanya, hasil penindakan bersama dengan Satpol PP, juga ditemukan rokok cukai polos, sekitar 500 batang.
“Selama tahun 2020 lalu, kegiatan penindakan lebih dari 24 kali, termasuk ada yang sampai kita sidangkan. Selebihnya penyitaan dan penindakan lapangan,” katanya.
Terkait kegiatan sosialisasi, katanya, karena kondisinya masih Covid-19, sosialisasi dilakukan secara daring (zoom meeting) kerjasama dengan Dinkominfo dan siaran radio.
“Kalau pandemi sudah berakhir, sosialisasi akan dilakukan secara tatap muka, karena di dalamnya ada edukasi bagaimana cara membedakan rokok ilegal dan legal, terutama pita cukai yang palsu. Terutama identifikasi pita cukai yang palsu,” terangnya.
Untuk membedakan itu, lanjut Erwan, ada lima ciri utama. Yakni, rokok polos tanpa dilekati pita cukai, kedua dilekati pita cukai, namun pita cukai bekas pakai dan ketiga, katanya, pita cukainya palsu.
“Secara kasat mata cara membedakan, yang asli ada hologram, cetakannya jelas tidak buram, ada fitur-fitur pengaman,” ujarnya.
Ciri keempat, yakni salah peruntukan. Karena tarif pita cukai rokok berbeda-beda, ini tergantung jenis dan golongan. Dicontohkan, jika rokok diproduksi secara manual dengan tangan atau sigaret kretek tangan (SKT), maka tarif cukai kebih rendah jika dibandingkan dengan sigaret kretek mesin (SKM). Begitu pula sigaret kretek filter (SKF) tangan atau mesin.
Sedangkan ciri kelima, katanya, salah personalisasi. Untuk perusahaan rokok yang kecil, pita cukainya diberi tanda tertentu, tetapi pita cukainbya digunakan di perusahaan tipe lain.
“Kasus yang pernah ditemukan, untuk menghindari pengenaan tarif cukai yang tinggi, tarif yang lebih rendah yang seharusnya digunakan di perusahaan A misalnya, digunakan di perusahaan B, yang tarifnya harusnya lebih tinggi,” katanya mengilustrasikan.
Kepala Dinkominfo Kabupaten Banyumas, Yayah Setiyono mengatakan, sosialisasi gempur rokok ilegal bertujuan untuk memberikan dan meningkatkan pengertian dan pemahaman masyarakat tentang ciri-ciri rokok ilegal.
“Kita juga mensosialisasikan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Jual beli rokok ilegal dapat dikenai sanksi pidana penjara dan atau denda,” katanya terpisah.
Bentuk sosialisasinya, jelas dia, seperti pemasangan spanduk, stiker dan banner di tempat-tempat strategis. Kemudian, dengan mengkampanyekan gerakan gempur rokok ilegal melalui media massa.
“Kami juga sering membagikan pamflet dengan mengelilingi sejumlah titik di Banyumas. Intinya agar masyarakat jangan memperjual-belikan rokok dan liquid vape ilegal,” katanya. (aw-3)