Jalan Terjal Meretas Sengketa
Sengketa Kebondalem diketahui hingga hari ini belum saja menemui titik terang. Kabar terakhir tentang adanya perbuatan melawan hukum terkuak dalam rapat koordinasi Kemenpolhukam tentang pembahasan permasalahan pengaduan masyarakat terhadap konflik berlatar belakang lahan Kebondalem Purwokerto.
Sebelum babak lanjutan itu berlangsung, terjadi kesepakatan bersama tanggal 8 Desember 2016, sebagai wujud pelaksanaan atas putusan eksekusi. Kesepakatan bersama ini dianggap Pemkab Banyumas mengandung kekhilafan sehingga muncul gugatan kembali.
Namun, gugatan tersebut ditolak oleh majelis hakim yang menyatakan bahwa pembayaran denda tahap 1 sebesar Rp 10,5 miliar adalah benar dan sah dan kesepakatan bersama tanggal 8 Desember 2016 tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dengan putusan Mahkamah Agung.
Terkait materi gugatan yang menyangkut luas objek sengketa dimana dalam kesepakatan bersama seluas 20.637 meter persegi, namun berdasarkan bukti surat bertanda P7 dan keterangan saksi, luas lahan adalah 22.652 meter persegi dan adanya perbedaan luas tanah ini yang menjadi salah satu dasar gugatan
Bagaimana cerita sengketa Kebondalem begitu alot untuk diurai?
Luas Tanah
Majelis hakim berpendapat, perbedaan luas tanah objek sengketa bisa diatasi dengan merujuk pada luas tanah yang tertera dalam amar putusan kasasi (bukti surat bertanda P.1 dan T.2.3). Sehingga gugatan adanya kekhilafan terkait luas tanah objek eksekusi bukan menjadi alasan untuk menyatakan pembatalan kesepakatan bersama tanggal 8 Desember 2016.
Masih dilansir dari sumber sama, Kepala Bagian Hukum Setda Banyumas, Sugeng Amin mengatakan, pihaknya segera mempelajari putusan tersebut. Kemudian melaporkan kepada pimpinan.
“Kami juga segera berkoordinasi dengan Jaksa Pengacara Negara Kejari Purwokerto untuk menentukan langkah selanjutnya. Tetapi prinsipnya, kami (pemkab-red) tetap akan melakukan upaya hukum,” katanya.
Pemkab mengugat kembali perusahaan itu, jelas dia, karena Menyewakan kepada pihak ketiga tetapi belum ada adendum atas perjanjian tahun 1986 sebagaimana diamanatkan dalam kesepakatan bersama 8 Desember 2016.
“Dan terpenting lagi, perjanjian sewa menyewa tersebut dilakukan antara Pihak PT GCG dengan pihak ketiga. Semestinya perjanjianya adalah antara Pemkab Banyumas dengan pihak ketiga, karena semua aset di Kebondalem adalah milik Pemkab Banyumas sesuai perjanjian awal, yakni bangun serah guna,” jelasnya.
Objektif
Sementara menurut kuasa hukum PT GCG, Agus Jatmiko, hasil putusan itu membuktikan bahwa majenis hakimnya dinilai masih objektif. Hal itu dengan berdasarkan pembuktian yang disampaikan di persidangan.
“Yang dikabulkan hanya satu, bahwa pembayaran tahap 1 sebesar Rp 10,5 miliar dinyatakan benar atau sah. Yang lainnya tidak dikabulkan. Jadi dua materi gugatan soal pembatalan kesepakatan tanggal 8 Desember 2016 dan ,dianggap kekhilafan soal ukuran. Dan kedua perbuatan melawan hukum, baha klien kami dianggap sudah mengelola, tapi belum dibuat adendum. Tapi dua-duanya tidak dikabulkan atau ditolak,” katanya dikutip suarabanyumas.com
Pihaknya menghormati upaya hukum yang akan ditempuh pihak pemkab. Pasca putusan ini, pihaknya berharap perbedaan penapat dan perbedaan argumentasi terhadap pelaksanaan eksekusi oleh panitera PN Purwokerto untuk diakhiri.
“Lebih baik berkonsentrasi untuk melaksanakan kewajiban PT GCG mengelola Kebondalam yang masih mangkrak (bagian dalam). Klien kami masih punya kewajiban untuk membangun pusat pertokoan/grosir Jateng bagian selatan. Rencana bangunan empat lantai. Ini masih terhenti karena surat yang kami kirim tiga kali ke bupati belum ditanggapi,” tandas Agus
(Bersambung)