Jakarta – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia HAM RI menyatakan Lapas Nusakambangan telah penuh dan akan dilakukan perluasan.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly Dalam rapat kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di kompleks parlemen di Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Kata Yasonna, pihaknya baru mengirim ratusan bandar narkoba ke penjara superketat untuk para bandar narkotik dan obat terlarang (narkoba) di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah itu.
“Kita sudah mengirimkan ke Nusakambangan 643 bandar narkoba. Akibatnya, sekarang lapas superketat di Nusakambangan sudah penuh. Kita akan segera membangun tambahan (penjara superketat) di Nusakambangan,” kata Yasonna seperti dikutip dari VoaIndonesia.com (Jaringan Suara.com).
Yasonna merinci, sebanyak 99 bandar narkoba dari Jakarta, Yogyakarta (48 orang), Sumatera Utara (54 orang), Banten (46 orang), Bali (18 orang).
Dia mengatakan penjara superketat di Nusakambangan itu langsung penuh, karena satu sel hanya boleh ditempati oleh satu narapidana.
Baru pertama kali ini Kementerian Hukum dan HAM melakukan pemindahan massal para bandar narkoba kelas kakap ke Nusakambangan.
Namun dia tidak mengungkapkan alasan pemindahan besar-besaran tersebut.
Yasonna mengakui ada intervensi dari sejumlah pihak agar beberapa bandar narkoba tidak dikirim ke penjara superketat Nusakambangan.
Namun ia tidak menyebut pihak yang dimaksud.
Menurutnya tidak mudah memberantas peredaran narkoba di Indonesia karena jumlah pengggunanya lebih dari lima juta orang.
Dalam rapat kerja tersebut, Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Santso mengkritik perlakuan istimewa yang diterima bandar narkoba di dalam penjara.
“Bukan rahasia umum lagi Pak Menteri, bahwa para bandar narkoba setelah ditangkap mereka lebih nyaman dan bahkan lebih leluasa mengendalikan peredarannya (narkoba) (dibanding) di luar lapas,” ujar Santoso.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Mohammad Rano Al Fath membenarkan penjara menjadi tempat yang nyaman bagi para bandar narkoba untuk mengendalikan jaringannya di luar.
“Data saat kita kunjungan ke Riau, 500 tahanan di sana terlibat peredaran narkoba. Terus akhir tahun 2020, Polda Metro (Jakarta Raya) mengatakan setelah melakukan penangkapan, ternyata di LP Cipinang sebagai pengendali barang tersebut,” tutur Rano.
Rano menegaskan yang menjadi masalah adalah bagaimana tingkat pengawasan terhadap para bandar atau pengedar narkoba yang mendekam dalam penjara.
Rano juga menyoroti kelebihan daya tampung di berbagai penjara di Indonesia. Dia mencontohkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba di Jakarta dihuni oleh 1.775 orang. Padahal daya tampung Lapas Salemba hanya 572 orang. Dia menekankan karena kelebihan daya tampung inilah muncul beragam persoalan.
Di Lapas Salemba saja, lanjutnya sepanjang Agustus 2020, terdapat 37 orang terjangkit virus HIV/AIDS, 13 orang mengidap TBC, dan 525 orang terjangkit penyakit lainnya.
Dia memimnta pemerintah untuk merumuskan kebijakan untuk mengatasi kelebihan daya tampung di banyak penjara tersebut serta meningkatkan pengawasan dalam penjara.