Kisah penyanyi multitalenta yang diproyeksikan sebagai penerus Nicky Astria. Kecelakaan maut yang merenggut nyawanya melahirkan banyak dugaan.
Sejak lama, Bandung menjadi salah satu pusat kultural anak-anak muda. Tak heran jika industri musiknya tumbuh dengan baik. Kota Kembang menyumbang banyak musisi bertalenta, salah satunya Nike Ardilla. Namun sayang, penyanyi tembang “Bintang Kehidupan” ini pergi begitu cepat dalam kecelakaan maut pada 19 Maret 1995, tepat hari ini 26 tahun lalu.
Sehari sebelumnya, Nike Ardilla bersama manajernya, Atun, melakukan perjalanan dari Bogor ke Bandung menggunakan mobil pribadi. Nike saat itu baru selesai syuting. Mereka memulai perjalanan sekitar pukul 8 malam, dan sampai ke Bandung jelang tengah malam.
Awalnya mereka mampir ke rumah keluarga Nike di Jalan Soekarno-Hatta. Setelah itu bertemu dengan teman musisi dan artis lain. Pertama ke Hotel Jayakarta untuk bertemu Gugun Gondrong, lalu ke BRI Tower untuk mengobrol santai bersama Titi DJ. Pada pukul 3 pagi, Nike dan manajernya merasa lapar. Keduanya memutuskan untuk makan di Restoran Kintamani. Lalu sempat mampir lagi ke Hotel Jayakarta untuk melanjutkan obrolan dengan Gugun Gondrong. Pada pukul 5.30 pagi, keduanya pamit kembali ke Bogor.
Atun sempat menawarkan agar ia yang menyetir. Maklum, jadwal Nike padat. Belakangan juga lebih mudah kecapaian. Namun, Nike saat itu ingin tetap berada di belakang kemudi. Ia merasa tidak enak dengan manajernya. Atun akhirnya menurut. Perjalanan pagi itu agak terburu-buru. Nike harus segera kembali ke Bogor karena ada jadwal syuting pada pukul 08:00.
Sesampainya di Jalan Raden Eddy Martadinata atau dikenal juga sebagai Jalan Riau, mobil Nike terhalang oleh mobil berwarna merah yang melaju dengan amat pelan. Pagi itu jalanan Bandung masih sepi. Karena sedang diburu waktu, Nike memutuskan untuk menyalip mobil merah tersebut. Tak disangka, dari arah berlawanan muncul mobil Daihatsu Taft yang melaju dengan kencang. Nike banting setir ke arah kiri. Mobil langsung menabrak sebuah pohon beringin, lalu terpental dan menabrak pagar beton bak sampah.
Nike saat itu tak memakai sabuk pengaman. Ia dan Atun langsung di bawa ke rumah sakit. Atun selamat, meski sempat mengalami amnesia. Namun, pada pagi hari itu juga, Nike mengembuskan napas terakhirnya.
Calon Rockstar Penerus Nicky Astria
Nike Ardilla lahir di Bandung pada 27 Desember 1975. Nama lengkapnya Raden Rara Nike Ratnadila Kusnadi. Bakat seninya sudah terasah sejak kecil. Di bangku sekolah, Nike diganjar banyak penghargaan dari kompetisi lokal maupun nasional. Nike yang masih amat belia pun didaftarkan oleh ibunya, Nining Ningsihrat, ke Himpunan Artis Penyanyi Musisi Indonesia, atau HAPMI.
Awalnya ia memakai nama panggung Nike Astrina untuk bisa menyaingi Nicky Astria, penyanyi rock kenamaan era 1980-an. Namun, saat itu Nike belum punya lagu sendiri, sehingga ia sering menyanyikan lagu dari musisi lain. Nike diarahkan untuk bisa menguasai genre musik rock. Lagu langganannya antara lain “Hongky Ronk Woman” dari The Rolling Stones dan “The Final Countdown”-nya Europe.
Nike mulai masuk dapur rekaman pada tahun 1986. Ia merilis single berjudul “Lupa Diri” yang dimuat dalam album kompilasi Bandung Rock Power. Ia juga sempat merilis album, tapi tidak laris karena usianya masih terlalu muda dan liriknya bertema percintaan. Nama Nike Ardilla baru benar-benar meledak setelah merilis album Seberkas Sinar. Album itu tercipta setelah Nike bergabung dengan Proyek Q Records pada Oktober 1989.
Usia Nike saat itu baru 14 tahun. Tapi ia beruntung karena dikenalkan kepada Deddy Dores, sang maestro di balik lagu-lagu hitsnya. Alhasil, album Seberkas Sinar laris manis di pasaran. Album ini bahkan tembus penjualan 500.000 keping.
Album keduanya lebih legendaris. Judulnya sama dengan lagu terpopuler Nike: Bintang Kehidupan. Penjualannya bisa tembus empat kali lipat, mencapai dua juta keping! Inilah album penentu kesuksesan karier Nike ke depannya. Pasca perilisan Bintang Kehidupan, namanya resmi berganti. Ia bukan lagi Nike Astrina, tetapi Nike Ardilla.
Awal tahun 1990-an menjadi saksi kebintangan Nike. Dulu ia boleh jadi pesimis. Tapi siapa sangka, di usia muda ia bisa sejajar dengan para penyanyi papan atas. Konser-konsernya padat penonton, dari barat sampai timur Indonesia. Pada masa itu hanya segelintir orang yang asing dengan karya-karya Nike Ardilla. Mayoritas hafal, atau minimal tahu lagu “Bintang Kehidupan”, “Seberkas Sinar”, “Ku Tak Akan Bersuara”, “Sandiwara Cinta”, dan masih banyak lainnya.
Kecelakaan itu membuat Nike mengalami luka parah di bagian kepala dan memar-memar di dadanya. Tragis, memang. Saking tragisnya, menurut sejumlah penggemar, terdapat banyak kejanggalan dalam kecelakaan tersebut.
Ada juga yang menyodorkan teori konspirasi: sesuatu yang ingin mereka percayai, sekaligus menunjukkan betapa besarnya rasa kehilangan terhadap sang pujaan. Misalnya, Nike diklaim punya masalah dengan salah satu cucu Soeharto. Berkat perselisihan ini Nike bahkan konon penah ditodong pistol. Klaim tersebut tentu susah dibuktikan.
Yang lebih gampang dipatahkan adalah gosip bahwa Nike mengalami kecelakaan karena pengaruh minuman keras. Memang, faktanya, sebelum perjalanan pulang, Nike dan Atun sempat mampir ke sebuah diskotik bernama Pollo. Namun Nike tidak minum alkohol. Ia hanya memesan jus jeruk. Hasil visum polisi juga menyebutkan tidak ditemukan kadar alkohol dalam tubuh Nike.
Bintang Kehidupan nan Multitalenta
Nike Ardilla memang istimewa. Ia multitalenta. Sejak album pertamanya rilis, Deni Sabri Management langsung mempersiapkan Nike untuk berkarya di bidang lain. Kabarnya ia memang disiapkan untuk menggantikan model Cut Irna, bintang film Meriam Bellina, dan diva rock Nicky Astria. Mengapa? Menurut Deni Sabri, Nike adalah perpaduan ketiga pesohor itu.
Nike dilibatkan dalam puluhan film box office. Beberapa di antaranya seri film daerah terlaris: Si Kabayan. Karakter perempuan utama dalam awal seri yang dibintangi oleh Paramita Rusady kemudian digantikan oleh Nike Ardilla. Dunia sinetron tak ketinggalan. Nike sempat tampil dalam None, sinetron dengan rating tinggi arahan sutradara Putu Wijaya. Di sini ia berpasangan dengan Paramitha Rusadhy.
Itu semua belum termasuk penampilannya dalam puluhan iklan dan laris di bidang modeling. Salah satu prestasi terbaiknya adalah terpilih sebagai GADIS Sampul Favorit, kompetisi model yang dulu amat bergengsi.
Petualangannya di banyak bidang membuat penggemar Nike tumbuh subur di berbagai daerah. Para penggemar ini pula yang tak mengira jika Nike akan meninggal di usia muda. Majalah Asia Week menafsirkan Nike dalam sebuah kalimat satir, “in dead she soared“, “di dalam kematian, ia bersinar”.
Nike dimakamkan di Ciamis, Jawa Barat, pada sore di hari ia meninggal dunia. Jenazahnya diantar ribuan penggemar dan sejumlah artis. Fans garis kerasnya bahkan masih berada di kediaman Nike pada beberapa hari setelah pemakaman.
Hingga hari ini, setiap tanggal 19 Maret dan 27 Desember, ratusan penggemar Nike melakukan ritual khusus. Mereka memulainya dengan mengunjungi tempat kecelakaan, lalu ziarah ke makam, sambil tak lupa menyanyikan lagu-lagu Nike. Momen ketika penggemar Nike begitu takzim membaca doa di depan pusara, setelah menempuh perjalanan ratusan kilometer, adalah bukti bahwa ada kecintaan yang bisa menjelma menjadi keimanan.
Agama seperti itu. Musik pun demikian.