Apa yang dilakukan oleh Jim Morangga, punggawa IndieBanyumas.id yang sukses mengantar media berbasis-indienya menjadi salah satu portal paling disorot di bumi Banyumas adalah saat kita harus melihat bagaimana sekalilagi kerja keras adalah kunci inggris, dan kemudian ikatan batin yang kuat antar sesama tim kerja adalah kunci inggris berikutnya. Meski harus diakui, tentang jasanya ini terhitung telat untuk dicatat.
Karena untuk menjadi sosok yang bakal dikenang oleh banyak orang, maka anak manusia haruslah menjadi dia yang mampu menyelenggarakan hal-hal luar biasa. Siapapun, tak peduli apakah dia brewokan atau klimis, memakai topi layaknya blantik sapi atau tidak, dari manapun, bagaimanapun status sosialnya, setiap orang bisa menjadi legenda yang bakal terus diingat jika ia mampu mengerjakan sesuatu di luar nalar kebanyakan. Lebih hebat lagi, jika sesuatu yang ia kerjakan menjadi hal yang berfaedah bagi khayalak.
Namun seringkali, jasa dari seseorang tidaklah diingat oleh orang lain selagi ia masih berdiri pada masa-masa keemasan. Kontribusinya justru sering dikenang ketika ia telah beranjak dari sumber cahaya kemapanan, itupun harus ada orang lain yang berbaik hati, yang berusaha meyakin-yakinkan manusia lainnya untuk mengingat amalnya; sebagai bagian dari upaya untuk memelihara serta menjaga ingatan yang mungkin terlepaskan.
Dari titik inilah serial kita bakal bermula, lupakan sejenak tentang kisah legendaris Vincent Van Gogh yang lukisannya baru dianggap bagus dan laku terjual setelah ia mangkat, mari kita geser arah pandangan mata ke ranah media pada bumi Mendoan, Banyumas, Jawa Tengah, dimana ada sebuah babad lain, tentang seorang pria tahan banting dari Santa Fe Cilongok, bernama Jim Morangga.
Sempat diragukan
Sebelum dicetuskan oleh Jim Morangga, indieBanyumas.id hanyalah serupa awan di angan-angan, berwujud mimpi dengan jarak yang tak dekat, bualan kosong, harapan imajiner dari komplotan pungguk yang merindukan bulan, jauh!
Cukup beralasan, mengingat mendirikan sebuah media bukanlah perkara remeh-temeh, sebab ruang media adalah kabin yang kompleks, butuh banyak bekal yang tak hanya ilmu, pemahaman dan kecerdasan tapi juga kesaktian.
Pada awal indiebanyumas.id diwacanakan, nyaris semua orang meragukan niat seorang Jim Morangga. Bahkan pada sebuah pesan singkat yang dikirim oleh beberapa sahabat, dikatakan bahwa Jim tak punya keahlian sama sekali untuk mengelola, apalagi menciptakan sebuah media.
Mereka lebih membayangkan Jim sebagai seorang petani, layaknya Thanos yang menyendiri di sebuah planet, bebas melakukan onani, usai memusnahkan separuh dari kehidupan alam semesta.
Selain diragukan pada ranah olahan ketik, niatnya-pun sempat disangsikan oleh para mantan sejawat yang sedang mapan-mapannya. Sebut saja mawar, ia yang tengah bersinar di media tetangga sempat menyebut jika Jim Morangga hanyalah seorang pejuang media, bukan pencipta media, bahkan ia memprediksi jika Jim akan menemui segudang kesulitan dan akan berakhir pada kebuntuan demi menghidupi media bikinannya. Apalagi membawanya ke deretan terhormat dari sederetan media yang telah mapan sebelumnya.
Chapter I
Sebagai mantan murid seorang tokoh pers nasional sekaligus owner perguruan silat Wahana Semesta Institute, Jawa Pos, Alwi Hamu , yang merekrutnya ketika berusia 27 tahun, yang kelak menjadi mentor saat menapak langkah awal sebagai pejuang media, Jim Moranga menunjukkan apa yang bertahun-tahun lalu sudah ditunjukkan oleh sang maha guru pada karier jurnalistiknya: fleksibilitas pikir dan hard work pressing system atau dengan bahasa yang lebih saya sukai sebagai nguthu.
Alwi Hamu, yang kebetulan lahir di kota yang sama dengan tempat di mana Tuhan menurunkan manusia setengah dewa yang menjadi penguasa teknologi Indonesia, B.J Habibie, mengajarkan apa yang kemudian kita lihat sekarang melalui portal indiebanyumas.id.
Berani sejak awal, membuatnya tak nyaman untuk membangun agresivitas media sedari dini. Jim terlebih dulu harus mendisiplinkan rekan kerja dengan training drill yang dilakukan tiga sesi dalam seminggu. Mengatur detail persiapan mulai dari pemilihan topik, transisi antar berita dan bagaimana membuat skema warta yang tajam.
Bahkan hal sedetail panjang berita ideal yang digunakan saat update-pun ia ajarkan, dan ini poin utamanya, ia selalu memiliki gagasan untuk menciptakan tulisan yang segar dan aromatik.
Beberapa orang asing tak akan paham kenapa rekan kerjanya sering menyebutnya sebagai orang gila. Ya karena ketika kali pertama seorang belajar padanya, hal pertama yang ia benahi bukanlah pemahaman soal bagaimana membuat artikel, atau rumus 5W H1, melainkan stamina!
Jim Morangga mendisiplinkan semua tim kerjanya sejak dalam pikiran, dan pelajaran moralnya hanya satu dan sangat sederhana; Jim tahu apa yang akan ia lakukan pada medianya. Ia punya konsep yang jelas dan bisa mengimplementasikan inisiatifnya dengan cara yang ia yakin benar.
Jim Morangga mungkin gila, setengah sinting, dan saya bisa mencacinya soal periodisasi posting yang gila-gilaan, tak mengenal waktu. Namun, butuh kualitas otak yang benar-benar baik untuk mengakui bahwa Jim adalah pejuang media paling tulen dari yang ada.
Sekalilagi, Ia mengajarkan hal pokok dalam menukangi media, yakni kedisiplinan.
Seorang Jim tak mengawali indiebanyumas.id dengan gelimang uang dan perhatian penguasa. Ia bahkan bukan Goenawan Muhammad yang menapaki karier jurnalistiknya sebagai lulusan sastra yang memiliki reputasi mentereng dan sumber daya luar biasa.
Alih-alih kemapanan, Jim mengawali indiebanyumas.id hanya dari semangat D.I.Y dan situasi Serba Minus!
(Bersambung)