BANYUMAS – Perusahaan holding company, biasanya terbentuk karena adanya proses konglomerasi, yang dalam istilah ekonomi berarti proses pemusatan beberapa perusahaan anak untuk kemudian bergabung dalam perusahaan induk. Sedangkan kata holding company ini berasal dari terminology hukum Amerika.
Ada banyak batasan yang diberikan oleh para sarjana tentang istilah ini. M. Manullang, misalnya mengartikan holding company adalah suatu badan usaha yang berbentuk korporasi yang memiliki sebagian dari saham-saham beberapa badan usaha. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah melalui Menteri BUMN, Erick Thohir berencana melakukan holding terhadap beberapa perusahaan BUMN yang bergerak di sektor permodalan, yakni BRI, Pegadaian dan PNM (Permodalan Nasional Madani).
Jika dianalisis dari sebab adanya holdingisasi, kebanyakan perusahaan BUMN tidak dapat berdiri sendiri sehingga membutuhkan perusahaan lain untuk dapat mengatasi kebutuhan dana bagi perusahaan yang merugi. Hal inilah yang menjadi dasar pemerintah untuk melakukan holding terhadap perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Dengan adanya holding ini maka perusahaan yang akan diholding tersebut dapat memperbaiki kinerja perusahaan secara keseluruhan dan dapat meningkatkan laba dari perusahaan yang baru di holding. Namun, apakah setiap agenda holdingisasi BUMN melulu pada kebutuhan permodalan?
Sebelum kita melanjutkan terkait holdingisasi BUMN, mari sejenak kita perhatikan arti dari BUMN sendiri. Badan Usaha Milik Negara atau yang disingkat BUMN adalah bentuk badan usaha dibidang-bidang tertentu, yang umumnya menyangkut dengan kepantingan umum, dimana peran pemerintah di dalamnya relatif besar, minimal dengan menguasai mayoritas pemegang saham. Eksistensi dari Badan Usaha Milik Negara ini adalah sebagai konsekuensi dan amanah dari konstitusi di mana hal-hal yang penting atau cabang –cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Dasar dari BUMN adalah UUD 1945 Pasl 33 Ayat 2 dan 3. Penguasaan Negara itu penting agar ada jaminan kesejahteraan rakyat dan rakyat menikmati hasil dari sumber-sumber kemakmuran rakyat dari air, bumi dan kekayaan alam lainnya. Ini adalah posisi strategis bagi kesejahteraan rakyat. Penguasaan Negara tercermin dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 1 tentang BUMN itu sendiri. Adapun tujuan BUMN itu tercermin pada Pasal 2 yakni :
Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan Negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan Negara.
Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaaan yang sehat.
Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang dan jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyrakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena sacara komersial tidak menguntungkan. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.
Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Sedangkan manfaat dari BUMN adalah :
Memberi kemudahan kapada masyrakat luas dalam memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja.
Mencegah monopoli pasar atau barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber devisa, baik migas maupun non migas.
Menghimpun dana untuk mengisi kas negara, yang selanjutnya dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.
Berdasarkan paparan Menteri BUMN, saat ini sedang diselesaikan pembentukan 7 sektor holding BUMN, yang meliputi sektor tambang, energi atau migas, perbankan, konstruksi dan jalan tol, perumahan, pangan dan kemaritiman, setelah sebelumnya pemerintah berhasil menholding BUMN seperti semen, pupuk, kehutanan dan perkebunan.
Dalam pembentukan holding BUMN harus mempunyai payung hukum yang jelas, dan ada beberapa peraturan perundang-undangan yang harus menjadi pertimbangan seperti UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN serta Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 sebagai perubahan dan penyempurna dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.
Adapun terkait rencana Pemerintah melakukan Holdingisasi terhadap BRI, Pegadaian dan PNM, maka mari kita lihat tujuan fungsi masing-masing BUMN tersebut.
a. PEGADAIAN
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2011 Tentang Bentuk Badan Hukum Perum Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan Pegadaian.
Maksud dan Tujuan Pegadaian termaktub pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 yakni untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Selain itu pegadaian dalam pendiriannya juga memiliki tujuan khusus dari pemerintah yakni memerangi praktek ijon, lintah darat dan rentenir yang memberatkan dan merugikan masyarakat ekonomi menengah kebawah.
b. BRI
Awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh R.A Wiriatamaja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto, suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895 yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI. Bank rakyat Indonesia didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah pada tanggal 22 Februari 1946 Nomor 1, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1951 Tentang Bank Rakyat Indonesia.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
c PNM
PT Permodalan Nasional Madani (Persero), atau PNM, didirikan sebagai pelaksanaan dari Tap XVI MPR/1998 dan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.38/1999 tanggal 29 Mei 1999, dengan modal dasar Rp1,2 triliun dan modal disetor Rp300 miliar. Beberapa bulan kemudian, melalui Kep Menkeu No. 487 KMK 017 tanggal 15 oktober 1999, sebagai pelaksanaan dari undang-undang No.23 tahun 1999, PNM ditunjuk menjadi salah satu BUMN Koordinator untuk menyalurkan dan mengelola 12 skim Kredit program.
Visi dari PNM sendiri adalah Menjadi lembaga pembiayaan terkemuka dalam meningkatkan nilai tambah secara berkelanjutan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) yang berlandaskan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau Tata Kelola Perusahaan yang Baik. Salah satu misi guna mewujudkan visi dari PNM itu sendiri salah satunya adalah Membantu pelaku UMKMK untuk mendapatkan dan kemudian meningkatkan akses pembiayaan UMKMK kepada lembaga keuangan baik bank maupun non-bank yang pada akhirnya akan meningkatkan kontribusi mereka dalam perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
HOLDINGISASI BUMN DALAM RANGKA PENINGKATAN KINERJA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PERUSAHAAN
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu kekuatan ekonomi bangsa yang harus ditingkatkan kinerjanya. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kinerja BUMN diwujudkan dengan membentuk satu lembaga pemerintah yang mandiri yang bertugas melakukan pembinaan terhadap BUMN, agar dapat lebih fokus dan sungguh-sungguh. Eksistensi dari Badan Usaha Milik Negara ini adalah sebagai konsekuensi dan amanah dari konstitusi dimana hal-hal yang penting atau cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Kinerja BUMN mempunyai pengaruh dalam hal sisi pendapatan dan sisi pengeluaran Negara. Dari sisi pendapatan, BUMN menyumbang pada penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun bukan pajak, sedangkan dari sisi pengeluaran, jika BUMN memilki kinerja yang rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara.
Agar dapat memainkan perannya secara optimal, BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi agar manajemen BUMN lebih kompetitif sehingga mampu menyediakan fasilitas publik dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang terjangkau masyarakat. Di samping itu, disadari pula bahwa hak monopoli yang selama ini diberikan kepada BUMN telah menyebabkan BUMN menjadi sulit beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat berlangsungnya mekanisme pasar yang begitu kompetitif.
Dengan melihat tujuan dan manfaat dari 3 BUMN diatas, maka rencana pemerintah terkait Holdingisasi terhadap BRI, Pegadaian, PNM dan BRI sebagai Holdingnya, perlu dikaji ulang secara rinci dan cermat di semua aspek. Ada proses lain selain holdingisasi yakni Peleburan (Merger), pemisahan dan pembubaran serta pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain (Akuisisi). Ketika holdingisasi BRI dengan PNM dan Pegadaian dan BRI sebagai holdingnya ini dipaksakan tanpa kajian secara mendalam, maka bukan efisien, efektifitas dan sinergi antar ketiganya, akan tetapi justru akan menimbulkan problem baru bagi BUMN itu sendiri dan berdampak sangat merugikan bagi masyarakat kecil.
Misal, Pegadaian selama ini menjadi pilihan bagi masyarakat kecil ketika membutuhkan dana sebagai penyerta modal atau hanya sebagai konsumtif masyarakat dengan tanpa ribet seperti halnya regulasi pada Bank Konvensional pada umumnya. Ketika masyarakat hanya perlu membawa barang sebagai jaminan dengan nilai yang sesuai untuk dicairkan dalam pinjaman di pegadaian dan tentunya dengan syarat yang sangat mudah, maka jika diholding dengan BRI, Pegadaian akan berubah statusnya secara hukum menjadi Perusahaan terbuka sebagaimana induk holdingnya.
Pengelolaan perusahaan tidak akan menguntungkan bagi pegadaian dan rakyat kecil karena hanya akan berprinsip profit oriented dan cenderung mengejar optimalisasi kinerja. Hal ini akan menyebabkan kesulitan bagi rakyat kecil mendapatakan kemudahan pembiayaan dan akhirnya akan berdampak serius secara sistemik pada terhambatnya kemajuan UMKMK yang menjadi tujuan dari pemerintah. Dan ketika hal ini tetap dipaksakan maka praktek rentenir akan menjamur kembali yang tentunya merugikan rakyat kecil dan pelaku usaha mikro.
Jika maksud dari holdingisasi ini adalah agar terintegrasi dan terkoneksi menjadi satu, maka holdingisasi tidak perlu juga dengan akuisisi yang hanya akan mengkerdilkan fungsi dari pegadaian itu sendiri, maksudnya adalah pegadaian menjadi anak perusahaan yang menjadi kepanjangan tangan dari induk perusahaan induknya. Pegadaian bukanlah BUMN yang kurang permodalan atau bermasalah dengan likuiditas keuangan, justru Pegadaian termasuk salah satu BUMN yang memberikan deviden besar terhadap Negara. Dalam kondisi semacam ini maka tidak ada alasan yang mendasar untuk dilakukannya holdingisasi terhadap Pegadaian, meski secara hukum proses holding beberapa BUMN disahkan secara undang-undang dan menjadi kewenangan Menteri BUMN.
Dalam hal holdingisasi BUMN, Pemerintah seharusnya menerapkan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance). Hal ini supaya perusahaan yang akan di holding dapat menjadi perusahaan yang sehat dan mandiri sehingga dapat meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan tersebut agar bermanfaat bagi pendapatan negara berupa deviden, pajak, penyerapan tenaga kerja, dan produk serta layanan yang kompetitif kepada konsumen.
Selain itu juga harus dikaji tujuan, karakteristik dan dampak positif negatifnya tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya, karena fungsi utama dari adanya BUMN adalah kesejahteraan rakyat secara menyeluruh sehingga tercipta Kedaulatan Negara.
Oleh : Mohammad Luqman, Ketua PC GP Ansor Kab. Banyumas Pengasuh Ponpes Nurul Iman Purwokerto..