INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

CTEV Bukan Kelainan yang Menakutkan, Bisa Dikoreksi Tanpa Operasi

CTEV Bukan Kelainan yang Menakutkan, Bisa Dikoreksi Tanpa Operasi

Peringatan World Clubfoot Day di RSOP Purwokerto, Sabtu (21/6/2025).

Sabtu, 21 Juni 2025

PURWOKERTO – Dokter spesialis ortopedi Rumah Sakit Orthopaedi (RSOP) Purwokerto, dr. Novra Yudith, Sp.OT., menjelaskan bahwa Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau kaki pengkor bukanlah kondisi medis yang perlu ditakuti. Sebab, kelainan tersebut dapat dikoreksi secara efektif, bahkan pada sebagian besar kasus tidak memerlukan tindakan operasi besar.

“CTEV ini ibarat fenomena gunung es. Yang terdeteksi dan berobat jumlahnya sangat sedikit, padahal kemungkinan kasus sebenarnya jauh lebih banyak di masyarakat. Sayangnya, banyak orang tua yang belum mengetahui bahwa CTEV bisa ditangani secara medis dengan hasil sangat baik,” jelas dr. Novra saat menyampaikan materi dalam kegiatan World Clubfoot Day di RSOP Purwokerto, Sabtu (21/6/2025).

Acara tersebut diperuntukkan bagi anak-anak dengan CTEV beserta keluarganya. Bertempat di Joglo RSOP dengan konsep lesehan yang ramah anak, kegiatan juga dilengkapi dengan area bermain sensorik dan motorik. Forum edukatif dan interaktif ini menargetkan kehadiran sedikitnya 15 anak dengan Clubfoot dan keluarganya.

Menurut dr. Novra, CTEV adalah kelainan bentuk kaki yang disebabkan oleh otot dan tendon yang menarik kaki ke arah dalam. Jika dideteksi sejak dini, penanganan bisa dilakukan tanpa operasi, dimulai dengan metode Ponseti, yakni pemasangan gips secara serial.

“Gips akan dipasang 3 hingga 8 kali, kemudian dievaluasi apakah perlu dilakukan tindakan tenotomi atau tidak. Tidak semua kasus memerlukan tenotomi,” paparnya.

Setelah fase koreksi dengan gips selesai, pasien akan melanjutkan penggunaan sepatu Dennis Brown, yaitu sepatu khusus yang digunakan dalam jangka waktu panjang hingga anak berusia sekitar 4 tahun.

“Pada tiga bulan pertama, sepatu harus dipakai sepanjang hari, dilepas hanya saat mandi atau ganti popok. Setelah itu, cukup digunakan 12 hingga 14 jam sehari, terutama saat anak tidur,” ujarnya.

Kedisiplinan Jadi Kunci

dr. Novra menegaskan bahwa kedisiplinan orang tua adalah faktor penentu keberhasilan pengobatan CTEV. Tanpa kepatuhan menjalani seluruh tahapan terapi, risiko kekambuhan sangat tinggi.

“Kalau tidak disiplin sejak usia dini, angka kekambuhan bisa mencapai 80 persen. Tapi jika pengobatan dijalani tuntas hingga usia 4 tahun, angka kekambuhan turun drastis, hanya sekitar 6 persen,” terangnya.

Ia juga mengimbau para orang tua, khususnya yang baru memiliki bayi, untuk memperhatikan posisi kaki anak sejak lahir. Jika terlihat membengkok ke dalam, sebaiknya segera diperiksakan ke dokter.

“Sering kali orang tua bingung membedakan antara kaki normal bayi dan CTEV. Oleh karena itu, lebih baik konsultasi ke dokter sejak awal agar bisa ditentukan apakah benar CTEV atau bukan. Jika dibiarkan, kelainan yang awalnya masih fleksibel akan menjadi kaku (rigid), dan penanganannya akan lebih sulit,” jelasnya.

Dengan metode Ponseti yang kini diakui secara internasional, tingkat keberhasilan penanganan CTEV bisa mencapai 96 persen, asalkan seluruh tahapan dijalankan dengan disiplin.

“CTEV bukan sesuatu yang perlu ditakuti. Kuncinya hanya dua: deteksi dini dan kedisiplinan dalam terapi,” pungkas dr. Novra.

Sementara itu, Manager Pelayanan Medis RSOP, dr Istiani Danu Rumah Sakit Orthopaedi (RSOP) Purwokerto akan terus memperkuat komitmen dalam penanganan Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau kaki pengkor melalui program kolaboratif lintas lembaga. Sejak tahun 2016, rumah sakit ini telah menangani lebih dari 200 pasien CTEV, termasuk dalam kerja sama terbaru bersama organisasi rehabilitasi Yayasan Rehabilitasi YAKUM dan MiracleFeet Indonesia.

dr. Istiani Danu

Menurutnya, fokus RSOP tidak hanya pada layanan ortopedi secara umum, tetapi juga memberikan perhatian khusus pada penanganan CTEV.

“Sejak 2016 sampai hari ini, ada sekitar 200 pasien CTEV yang sudah kami tangani. Dan dalam satu tahun terakhir, sejak kerja sama dengan Yayasan Rehabilitasi YAKUM dimulai pada tahun 2024 dan 2025 ini kami sudah menangani 7 pasien, dan satu lagi akan masuk ke tahun berikutnya. Jadi totalnya 8 pasien dalam program kerja sama ini,” jelas dr. Istiani.

Ia menyebut, keberhasilan penanganan tersebut tak lepas dari sinergi antara rumah sakit, organisasi mitra, dan Dinas Kesehatan. Kerja sama ini direncanakan akan diperpanjang untuk memperluas jangkauan layanan.

“Kami ingin mengajak masyarakat Banyumas dan sekitarnya, terutama para orang tua yang anaknya memiliki keluhan kaki pengkor, untuk segera mencari pertolongan medis sejak dini. Penanganan lebih awal akan memberikan peluang pemulihan yang jauh lebih baik,” tegasnya.

Bagian dari Gerakan Global

dr. Istiani juga menambahkan, penanganan CTEV yang dilakukan RSOP Purwokerto menjadi bagian dari gerakan global dalam mengatasi Clubfoot. Di Indonesia, gerakan ini dijalankan melalui kolaborasi dengan MiracleFeet, salah satu lembaga internasional yang fokus pada rehabilitasi anak-anak dengan kaki pengkor.

“Hari ini bukan hanya di Purwokerto. MiracleFeet juga bekerja sama dengan daerah lain seperti Ciamis. Tapi RSOP menjadi salah satu rumah sakit yang lebih dulu memulai penanganan kolaboratif ini,” ungkapnya.

Penanganan CTEV di RSOP umumnya dilakukan dengan metode Ponseti, dimulai dari pemasangan gips serial, dilanjutkan dengan penggunaan sepatu khusus, serta pemantauan berkala.

“Kami lakukan follow-up rutin per bulan, hingga per tahun. Bahkan, melalui kegiatan seperti Parents Meeting, kami memantau perkembangan anak-anak yang pernah menjalani terapi. Ini penting sebagai bentuk dukungan berkelanjutan bagi keluarga pasien,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, dr. Istiani juga menunjukkan bahwa anak-anak yang telah menjalani penanganan CTEV di RSOP kini dapat menjalani aktivitas seperti anak-anak lainnya.

“Mereka tetap bisa bermain, berlari, dan bersekolah seperti biasa. Ini bukti bahwa CTEV bisa ditangani dengan baik, asalkan ditangani sejak dini dan dengan pendekatan yang tepat,” pungkasnya. (Angga Saputra)

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

10 Kades di Jatilawang Bakal Dilaporkan Terkait MAD Khusus BUMDesma Jati Makmur atas Tuduhan Perintangan Penyidikan

Selanjutnya

Orang Tua Pasien CTEV : “Anak Saya Kini Bisa Beraktivitas Normal Berkat Penanganan di RSOP Purwokerto”

Selanjutnya
CTEV Bukan Kelainan yang Menakutkan, Bisa Dikoreksi Tanpa Operasi

Orang Tua Pasien CTEV : “Anak Saya Kini Bisa Beraktivitas Normal Berkat Penanganan di RSOP Purwokerto”

Kuasa Hukum Venty: Bumdesma Jati Makmur Sah Menjalankan Kegiatan Pinjaman Dana Bergulir

Kuasa Hukum Venty: Bumdesma Jati Makmur Sah Menjalankan Kegiatan Pinjaman Dana Bergulir

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com