Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko mendorong pembentukan komite sains kepresidenan untuk mendorong kekuatan sains atau ilmu pengetahuan semakin tumbuh dan digdaya di Indonesia. Budiman mengatakan telah berdiskusi dengan sejumlah ilmuwan yang mendukung ide tersebut.
“Beberapa waktu lalu saya sempat berdiskusi dengan Dokter Mei, seorang neuroscientist (ahli saraf). Jarak fisik kami memang terjaga, tapi jarak ide, tidak. Kami bicara tentang contoh-contoh komite sains kepresidenan dan kantor perdana menteri di Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Selandia Baru,” kata Budiman dalam siaran pers yang diterima Beritasatu.com, Rabu (10/3/2021).
“Menurut saya, Presiden Jokowi juga seharusnya punya,” lanjutnya.
Budiman, yang saat ini menjabat Komisaris Independen PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V), juga berbincang dengan Sekjen Inovator 4.0 Tedy Tricahyono dan neuroscientists lainnya, Prof Taruna Ikrar, serta pakar teknologi nano Prof Nurul Taufik. Mereka membahas tentang Neuro Nano Center sebagai inovasi kebugaran dan kesehatan otak untuk kawasan teknologi, Silicon Valley Indonesia, yang masih dalam perencanaan.
“Selain suara rakyat, kami sepakat suara sains juga diperlukan,” kata Budiman.
Budiman mengatakan situasi pandemi, ketidakpastian, dan melimpahnya teknologi akibat Revolusi 4.0 menutut kecepatan plus ketepatan kebijakan publik. Itu sebabnya, ujarnya, keberadaan komite sains kepresidenan menjadi hal penting.
Menurut Budiman, ide tentang komite sains kepresidenan sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan kemampuan teknologi Indonesia lewat peran Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Saat membuka Rakernas Penguatan Ekosistem Inovasi BPPT tahun 2021 di Istana Negara, Senin (8/3/2021), Presiden Jokowi menyebut bahwa dunia tengah memasuki masa perang artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, sehingga negara-negara di dunia termasuk Indonesia berlomba-lomba untuk dapat menguasai AI.
Presiden menambahkan persaingan untuk menguasai AI sudah sama seperti space war di era perang dingin, artinya siapa yang menguasai AI akan berpotensi menguasai dunia. Itu sebabnya, presiden menginstruksikan agar BPPT bersinergi dengan berbagai pihak mulai dari talenta-talenta diaspora, para peneliti di universitas, startup teknologi, sampai anak-anak muda yang sangat militan.
“Persaingan dalam menguasai AI sudah sama dengan kayak space war di era perang dingin. Siapa yang menguasai AI dia yang akan berpotensi menguasai dunia. Ini kita kejar-kejaran,” kata presiden.
Presiden berharap BPPT menjadi lembaga extraordinary untuk menemukan cara-cara baru, inovatif, dan kreatif, serta menghasilkan karya nyata kontributif untuk kemajuan bangsa.