
Senin (8/3/2021) sore, 1,1 juta vaksin Covid-19 yang dikembangkan AstraZeneca dan Oxford mendarat di Indonesia. Dengan kehadiran vaksin AstraZeneca ini, artinya ada dua vaksin yang dipakai di Indonesia, yakni dari AstraZeneca dan Sinovac. Nah, ada 6 perbedaan antara vaksin AstraZeneca vs Sinovac yang dibahas di Sains Kompas.com. Ulasan itu menjadi salah satu berita populer Sains. Selain berita soal AstraZeneca, ilmuwan juga melaporkan adanya serangga yang pura-pura mati selama satu jam hingga temuan burung misterius yang sudah hilang selama 170 tahun di hutan Kalimantan.
Berikut ulasan berita populer Sains Kompas.com edisi Selasa (9/3/2021).
- Beda vaksin AstraZeneca vs Sinovac
Lebih dari 1,1 juta dosis vaksin bikinan Oxford-AstraZeneca tida di Indonesia Senin (8/3/2021) sore melalui skema COVAX dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pantauan Kompas.com dari siaran YouTube resmi Sekretariat Presiden, vaksin tiba sekitar pukul 17.45 WIB di Bandara Udara Soekarno-Hatta, Tangerang. Tampak satu kontainer besi besar mulai diturunkan dari pesawat. Adapun jenis vaksin yang datang adalah Astrazeneca sebanyak 1.113.600 vaksin, dengan total berat 4,1 ton. Dengan kedatangan vaksin AstraZeneca, artinya ada dua jenis vaksin yang akan segera digunakan di Indonesia, yakni Sinovac dan AstraZeneca. Salah satu perbedaan vaksin AstraZeneca dan Sinovac adalah teknik pembuatannya. Vaksin yang dikembangkan AstraZeneca dan Oxford adalah vaksin vektor adenovirus simpanse. Tim pengembang vaksin mengambil virus adenovirus (virus flu) yang biasanya menginfeksi simpanse dan dimodifikasi secara genetik untuk menghindari kemungkinan konsekuensi penyakit pada manusia. Sementara vaksin Sinovac menggunakan inactivated virus atau virus utuh yang sudah dimatikan. Selain teknologi pengembangan virus, berikut lima perbedaan vaksin AstraZeneca dan Sinovac.
- BPOM: Efikasi vaksin AstraZeneca 62,1 persen
Badan POM RI telah melakukan proses evaluasi untuk keamanan, khasiat, dan mutu dari vaksin Astra Zeneca tersebut sebelum didistribusikan ke masyarakat. Kepala Badan POM RI Penny K Lukito menjelaskan hal ini pada Konferensi Pers dalam rangka Penerbitan Emergency Use Authorization (EUA) atau Izin Penggunaan Darurat pada Selasa, (9/3/2021). “Proses evaluasi dilakukan bersama-sama dengan Tim Ahli yang tergabung dalam Komite Nasional Penilai Obat, ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization), dan klinisi terkait lainnya,” kata Penny. Lebih lanjut, Penny mengatakan bahwa dari hasil evaluasi keamanan, berdasarkan data hasil uji klinik yang disampaikan, pemberian vaksin AstraZeneca 2 dosis dengan interval 4-12 minggu pada total 23.745 subyek dinyatakan aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Kemudian, untuk evaluasi khasiat, pemberian vaksin AstraZeneca menunjukkan kemampuan yang baik dalam merangsang pembentukan antibodi, baik pada populasi dewasa maupun lanjut usia. Vaksin AstraZeneca telah memperoleh Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan POM pada 22 Februari 2021 dengan nomor EUA2158100143A1 dan ketika sampai di Indonesia langsung dikirim untuk disimpan di gudang PT Bio Farma di Bandung. Kemudian, Penny mengungkapkan bahwa efek samping yang dilaporkan dalam studi klinik umumnya ringan dan sedang.
- Serangga drama, pura-pura mati hingga satu jam
Bagi hewan, berbagai cara dilakukan agar bisa lepas dari jeratan predator, misalnya pura-pura mati. Taktik ini juga digunakan pada serangga. Salah satu hewan yang menggunakan taktik tersebut adalah kumbang mirip larva bernama antlion terbang (Euroleon nostras). Perilaku tersebut terungkap saat peneliti dari University of Bristol, Inggris, Nigel R Franks bersama rekan-rekannya mencoba mengukur berat badan dan menempatkan serangga itu di timbangan mikro. Seperti dikutip New Scientist, Senin (8/3/2021), saat serangga itu diletakkan di timbangan, peneliti melihatnya kaku, seperti telah mati. Mereka kemudian mencatat bahwa serangga tetap tak bergerak selama beberapa detik hingga lebih satu jam. Berkaitan dengan perilaku antlion terbang itu, berikut hasil analisis para ilmuwan:
- Hilang 170 tahun, burung misterius muncul di hutan Kalimantan
Burung misterius yang hilang selama 172 tahun ditemukan di hutan Kalimantan. Kalangan peneliti menyambut antusias penemuan itu dan dipandang bisa menjadi momentum bagi penelitian dan pelestarian satwa langka di Indonesia. Burung itu dinamakan Pelanduk Kalimantan, yang bernama latin Malacocincla perspicillata dan secara luas dianggap oleh para ahli sebagai “teka-teki terbesar dalam ornitologi Indonesia”. Burung tersebut pada awalnya ditemukan secara tidak sengaja oleh dua warga di Kalimatan Selatan, Muhammad Suranto dan Muhammad Rizky Fauzan pada Oktober 2020.