Wahyu Riyono
Istilah kotak kosong atau kolom kosong muncul karena adanya calon tunggal yang tidak memiliki saingan sehingga dalam surat suara posisi lawan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.
Kotak kosong pernah menang dalam Pilkada yaitu pada Pilkada Kota Makassar tahun 2018 yang kemudian Pilkada diulang pada tahun 2020.
Pada Pilkada Kota Makassar tahun 2018, Calon Tunggal diusung oleh 86% suara kursi DPRD Kota Makassar saat itu, namun dalam pilkada Calon Tunggal kalah dengan perolehan 46,77% dan Kotak kosong memperoleh 53,23%.
Fenomena menangnya Kotak Kosong ini bisa menjadi “warning” bagi Parpol atau elite Parpol dan Calon tunggal, bahwa Kemenangan Kotak Kosong sangat mungkin bisa terjadi atau dengan kata lain penolakan terhadap calon tunggal adalah bukan hal yang mustahil. Termasuk dalam Pilkada Kabupaten Banyumas.
Refleksi Kekecewaan Masyarakat
Berkaca dari kemenangan Kotak Kosong di Makasar 2018, JRPP Universitas Pahlawan dalam studinya (2024)** mengungkapkan bahwa kemenangan kotak kosong diawali kekecewaan masyarakat karena parpol yang ada hanya memunculkan calon tunggal. Refleksi kekecewaan ini kemudian bertransformasi menjadi gerakan masif relawan yang bertekad untuk memenangkan Kotak Kosong.
Faktor kekecewaan tersebut, merupakan ruang-ruang yang tercipta secara alami hingga akhirnya membentuk sebuah kekuatan. Dalam teori powercube hal tersebut juga disebut sebagai claimed space. Claimed Space merupakan Ruang-ruang sebagai ruang organis atau alamiah yang muncul dari kumpulan perhatian atau identifikasi umum dan mungkin muncul sebagai hasil dari mobilisasi populer seperti seputar identitas atau masalah berbasis masalah, atau mungkin terdiri dari ruang di mana orang yang berpikiran sama bergabung bersama dalam visi yang sama (Powercube.net, 2011).
Sikap politik pemilih yang sangat sulit ditebak akibat kekecewaan tersebut kemudian terkonsolidasi menjadi hidden power (disebut juga invisible power) atau kekuatan yang tidak terlihat.
Di Banyumas bibit-bibit kekecewaan atas calon tunggal nyata adanya. Namun akankah bibit-bibit kekecewaan tersebut bertransformasi menjadi gerakan relawan yang masif dan alamiah untuk memenangkan Kotak Kosong ?
Keterlibatan Multi-Aktor
Di balik fenomena kemenangan kotak kosong di Pilkada Makassar 2018 adalah soal adanya aktor yang plural di balik kemenangan kotak kosong yang pergerakannya yang tidak menampakkan diri.
Studi yang dilakukan Yayasan Kurawal Jakarta dan Perkumpulan Katalis (2020)*** menunjukkan keterlibatan multi-aktor untuk kepentingan yang berbeda-beda juga ikut andil dalam kemenangan kotak kosong di Pilkada Makassar 2018. Sebagian besar dari mereka adalah elit partai sendiri, sebagian lagi adalah kelompok kepentingan yang geram atas adanya praktik pembegalan oleh partai politik.
Aroma yang hampir sama sangat mungkin terjadi di Banyumas saat ini. Tidak semua pengurus partai di tingkat Kabupaten, Kecamatan hingga tingkat Desa/Kelurahan solid mendukung Calon tunggal yang direkom oleh DPP masing-masing partai.
Bisa jadi, kelompok-kelompok kepentingan yang plural di Banyumas juga membuat pergerakan yang tidak nampak.
Anggapan Masyarakat
Kemenangan Kotak Kosong di Pilkada Makassar 2018 juga karena adanya anggapan yang berkembang di masyarakat bahwa misi pencalonan dari calon tunggal adalah untuk kepentingan bisnis pribadi dan keluarganya. Anggapan ini cukup signifikan mempengaruhi pemilih untuk memilih kotak kosong.
Apakah dalam Pilkada Banyumas 2024 ini ada anggapan yang identik dengan Pilkada Makassar 2018 ?
Dan apakah Kotak Kosong akan menang dalam Pilkada Banyumas 2024 ?
Kita tunggu hasilnya 27 November 2024 nanti.
——
* Eks Ketu DPD PAN Kabupaten Banyumas 2006 – 2011
** Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP), Vol 7 no 3, 2024, Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai.
*** Anis Kurniawan, DetikNews, 3 Nov 2020.