Suster Ann Roza Nu Tawng kembali berlutut demi melindungi demonstran dari aparat Myanmar, beberapa saat sebelum mereka ditembaki. Biarawati itu menjadi perhatian setelah memohon sambil menangis agar polisi dan militer tak menembaki pengunjuk rasa. Insiden yang terjadi di Kota Myitkyina pada 28 Februari 2021 itu dijuluki sebagai “Momen Tiananmen di Myanmar”.
Mengenakan jubah putih dan kerudung gelap, Suster Ann Roza Nu Tawng kembali berlutut pada Senin (8/3/2021) pagi waktu setempat. Dalam gambar yang dirilis Myitkyina News Journal, Suster Ann berlutut di dekat katedral, sedangkan biarawati senior lain melihatnya.
Kepada Sky News, dia menuturkan hanya ingin aparat Myanmar tak memukuli, menyiksa, dan menahan demonstran. “Karena para pengunjuk rasa ini tidak melakukan hal yang jahat, mereka hanya meneriakkan slogan,” kata dia. Saat itu, salah satu polisi menjawab untuk meminta Suster Ann menjauh karena mereka harus melaksanakan tugasnya. “Saya menjawab, ‘Tidak. Jika kalian ingin melakukannya, kalian harus melewati saya dahulu’,” tegasnya.
Pihak berwenang merespons, mereka harus membereskan barikade yang menutupi jalan. Tak berselang lama, demonstran kembali.
Suster Ann mengungkapkan, sekitar pukul 12.00 waktu setempat, aparat kembali datang dan bersiap untuk menindak aksi. Biarawati berusia 45 tahun itu kembali memohon, kali ini dia berlutut dan meminta agar mereka tak menyiksa massa. “Polisi juga ikut berlutut, dan menjawab mereka hanya melakukan itu demi membubarkan aksi protes,” jelasnya. Setelah permohonan itu, dia mendengar suara tembakan dan melihat gas air mata sudah berada di jalanan. Suster Ann mengatakan, dia merasa pusing dan kesulitan bernapas saat melihat seorang pria tergeletak di jalanan, tampaknya karena ditembak.
Editor Myitkyina News Journal menjelaskan, pada saat jam makan siang, dia mendapat kabar dua orang tewas. Kachin Waves kemudian merilis foto memilukan yang menunjukkan Suster Ann berdiri di tepi jalan, dengan seseorang terbaring di aspal. Dalam foto lain yang begitu menyayat hati, dia terlihat menangis saat menyandarkan tubuhnya ke tubuh pria yang ditembak di kepala. Suster Ann mengatakan, karena gas air mata, dia tidak tahu siapa yang sudah menembak pengunjuk rasa. Hanya saja, dia menambahkan bahwa yang melakukan penembakan bukan aparat yang sudah berlutut dan memohon kepadanya.
“Saya sangat susah. Polisi sudah memberi tahu saya bahwa mereka tidak akan menembaki. Namun, mereka melakukannya,” ratapnya. Dia menuturkan, orang yang ditembak kepalanya sempat bernapas sehingga dia dibawa ke klinik untuk mendapat perawatan sebelum tewas. Sepekan sebelumnya, Suster Ann mengaku sudah siap untuk mati demi melindungi pengunjuk rasa yang hanya menyuarakan aspirasi. Sejak kudeta yang dilakukan militer pada 1 Februari, sebanyak 56 orang tewas dan 1.790 orang ditahan.