Selain memengaruhi dunia musik, album Nevermind juga berpengaruh pada kalangan muda. Mereka, para Seattle Grunge Gentlemen, menyebarkan kemarahan, kegundahan, dan juga sikap melawan dunia. Slogan “Me and You versus The World” yang tersohor itu lahir di era 90-an.
Suatu hari, sama seperti banyak hari-hari sebelumnya, Jani Lane datang ke kantor Columbia Records, perusahaan rekaman yang menaungi bandnya, Warrant.
Bersama Warrant, pria bernama asli John Kennedy Oswald ini menangguk kesuksesan besar. Dengan rambut pirang yang menawan, senyum cemerlang, kemampuan menulis lirik yang apik, dan musik yang pop-ish, tak butuh waktu lama bagi Jane untuk bisa terkenal. Album kedua mereka, Cherry Pie, terjual 3 juta keping di seluruh dunia. Menapak peringkat 7 dalam tangga penjualan album Billboard 200.
Tapi kali ini Jani datang karena rasa khawatir. Setahun sebelumnya, band bernama Nirvana baru saja merilis album berjudul Nevermind. Album itu sangat berbeda dengan musik hair metal yang dibawakan oleh Warrant dan band-band seangkatannya. Nevermind tidak berisi solo gitar atau vokal melengking atau tema lagu pesta sepanjang malam dan tidur seharian. Kurt Cobain, vokalis Nirvana, bernyanyi seperti orang yang baru tersedak kulit salak. Media menyebut musik mereka dengan sebutan grunge.
Jani heran kenapa musik seperti ini disukai. Nevermind terjual 24 juta kopi di seluruh dunia. Gawatnya, Nirvana tidak datang sendirian. Seperti kereta, mereka membawa serta gerombolan rocker lain dari Seattle, tanah yang kemudian ditasbihkan sebagai tanah suci grunge. Ada Pearl Jam, Soundgarden, Alice in Chains, dan Stone Temple Pilot.
Warrant butuh jaminan agar Columbia masih tetap mau meneruskan pembuatan album ketiga yang akan diberi judul Dog Eat Dog. Tapi begitu sampai di lobi, Jani terhenyak. Poster besar Warrant yang dulu tergantung di dinding lobi utama, sudah tak ada. Digantikan oleh poster Alice in Chains.
“Halo Seattle, selamat tinggal Warrant,” gumam Jani.
Hair Metal Disapu Bersih
Sejatinya, gusur menggusur perihal selera musik itu sudah biasa. Ketika Beatles dan Rolling Stones muncul, Pat Boone dan Elvis jadi tidak relevan dan perlahan dilupakan. Saat Ramones dan Sex Pistol muncul—mereka berani menjuluki Stones sebagai old fart—perlahan yang menyukai Beatles dan Stones hanyalah orang-orang dari generasi tua.
Tapi glam rock sedikit berbeda. Nafas mereka sedikit lebih panjang. Jika menghitung sejak Marc Bolan memimpin T-Rex merilis album Electric Warrior (1971) yang dianggap sebagai tonggak kelahiran album glam rock, maka setidaknya genre ini populer hingga 1991.
Bolan tidak sendiri. Ada nama David Bowie dan juga The New York Dolls. Mereka bertiga dianggap sebagai trinitas suci musik glam rock. Mereka memengaruhi banyak generasi setelahnya. Hebatnya, pengaruh mereka bertiga melibas batas bernama genre. Punk rock, hair metal, bahkan British pop. Sex Pistol, Kiss, Hanoi Rocks, Guns N Roses, The Damned, bahkan The Smiths, adalah nama-nama yang terpengaruh Bolan, Bowie, dan New York Dolls.
Hair metal kemudian tumbuh menjadi anak kandung glam rock. Sama seperti glam rock, para rocker hair metal generasi awal banyak yang memakai make up, maskara, bahkan lipstik. Gaya seperti ini merupakan perlawanan mereka terhadap kultur patriarkis.
Mereka menggabungkan gaya glam rock, kebengalan ala punk rock, serta sentuhan musik heavy metal dan pop. Kebanyakan lirik mereka bisa ditebak, kalau tidak mau disebut dangkal. Tak beranjak jauh dari pesta semalaman, mabuk, ngewe, narkoba, mabuk, tato. Tipikal generasi yang dibenci para orang tua dan jadi buronan para mertua.
Sosiolog Deena Weinstein dalam bukunya, Heavy Metal: The Music and Its Culture, menyebut hair metal sebagai lite metal. Satu rombongan dengan istilah pop metal yang dibuat oleh kritikus musik Philips Bashe. Yang ada dalam rombongan pop metal ini antara lain, Van Halen dan Def Leppard.
Jika glam rock berjaya di era 70-an, musisi hair metal melanjutkan estafet kepopuleran di era 80-an. Ada banyak band yang lahir di era ini. Hanoi Rock—tiada yang paling dihormati selain Michael Monroe seorang— dan Motley Crue, Bon Jovi, Quiet Riot, Skid Row, White Lion, KIX, Cinderella, L.A Guns, Tora Tora, Poison, hingga yang terbesar di antara semuanya: Guns N Roses.
Lagu band-band hair metal wara-wiri di stasiun radio. Saat MTV mengudara pada 1981, mereka berjasa besar terhadap penyebaran musik hair metal yang semakin masif. Penampilan para rocker berambut panjang, menguarkan imej pemberontak, tapi berwajah tampan dan manis, membuat para anak muda menggilai mereka. Secara industri, musisi hair metal memang mudah sekali dijual dan pasti laris. Gabungan dari fisik yang apik dan musik yang mudah dicerna. Salah satu program MTV yang paling laras saat itu adalah Headbangers Balls, yang memutar lagu-lagu heavy metal dan hair metal. Bahkan puncaknya, tahun 1988 hingga 1989, durasi tayang mereka mencapai 3 jam, program dengan jam tayang terlama di MTV.
Banyak album band hair metal terjual jutaan kopi. Appetite for Destruction, album perdana milik Guns N Roses, terjual sekitar 20 juta keping. Album Slippery When Wet milik Bon Jovi terjual sekitar 12 juta keping. Begitu pula Hysteria dari band asal Inggris, Def Leppard. Album penting lainnya adalah Dr. Feelgood milik Motley Crue, Metal Health dari Quiet Riot, dan 5150 milik Van Halen yang terjual sekitar 6 juta.
Para hair rocker jadi bintang. Nampang di banyak acara televisi. Jadi foto model. Diundang bintang tamu di acara talk show. Hingga tur keliling dunia. Kesuksesan mereka memancing banyak anak muda bikin band serupa. Hukum pasar berlaku: terlalu banyak barang bikin harga menurun. Apalagi sebagian besar band hair metal angkatan baru itu abai terhadap kualitas musik, terlalu sibuk mengurus rambut dan gincu.
Di saat seperti itu, Nirvana muncul. Sebelum Nevermind dirilis, mereka bermain di banyak sekali gig kecil. Di Seattle, yang berjarak sekitar 1.000 kilometer dari episentrum hair metal di Los Angeles, geliat musik alternatif muncul. Band-band alternatif memainkan musik yang jauh sekali dari patron hair metal. Bisa dibilang, para Seattle rocker itu menertawakan musik hair metal yang mereka sebut sebagai “…badut dan sapi perahan industri.” Para musisi Seattle menggalang kekuatan sendiri, menarik fans yang juga sudah bosan dengan musik arus utama, dan tentu saja membetot perhatian para petinggi label rekaman.
Pada 1991, akhirnya album yang mengubah dunia itu dirilis. Dan sisanya, seperti kata para sejarawan, adalah hikayat yang diceritakan berulang. Hingga sekarang.
Album yang Mengubah Sebuah Generasi
Selain memengaruhi dan mengubah industri musik, ada perubahan lain yang dibawa Nirvana dan Nevermind. Yakni sudut pandang dan pola pikir generasi muda. Para Generasi X banyak terpengaruh oleh lirik Nirvana, juga band-band seangkatannya. Mereka, para Seattle Grunge Gentlemen, menyebarkan kemarahan, kegundahan, dan juga sikap melawan dunia. Slogan “Me and You versus The World” yang tersohor itu lahir di era 90-an.
“Pengaruh sih. Seperti slogan terkenalnya Cobain, I hate myself and I want to die. Jadi benci sekolah dan keluarga,” kata Prys Pry, pendiri Ripstore Asia, sebuah situs pendistribusian musik digital.
Pry mengenal Nirvana waktu kelas 2 SMP. Musik dan lirik mereka lumayan mengubah hidup Pry. Saat mendengar In Utero, album ketiga Nirvana, Pry langsung membentuk band. Waktu itu juga, hampir setiap akhir pekan dia pergi ke Poster Cafe, sebuah palagan musik legendaris di bilangan Jakarta Selatan. Di sana, Pry begitu menggemari Daily Feedback, sebuah band kover Nirvana.
“Banyak posernya Nirvana, tapi cuma Daily Feedback yang berhasil,” kata Pry.
Selain membuat Pry ingin main band, Nirvana dan band-band grunge lain membuat Pry merasa dipahami. Waktu itu umurnya masih muda. Jiwa memberontaknya masih menggelegak. Dia merasa marah pada semua di sekelilingnya: keluarga, juga sekolah.
Saking marahnya, Pry pernah dibawa ke psikiater. “Karena sampai mau bunuh diri dengan lompat dari jembatan,” katanya tertawa. “Maklum lah, masa muda dulu.” Kemarahan Pry berada dalam satu frekuensi yang sama dengan kemarahan yang dikobarkan band-band grunge.
Pola pikir dan sudut pandang ini yang amat berbeda dengan para penggemar hair metal. Sebagian besar penggemar hair metal adalah orang yang ceria dan optimis. Sedangkan penggemar grunge biasaya lebih “gelap”. Ini tentu pengaruh dari lirik dan musik. Preferensi musik memang sudah terbukti mempengaruhi cara berpikir seseorang.
Jochim Hansen dan Johann Melzner dalam paper berjudul “What You Hear Shapes How You Think: Sound Patterns Change Level of Construal” menegaskannya. Psikolog Cheryl Murphy juga menyatakan hal yang sama.
“Pilihan lagumu bisa membuka jalan yang berbeda. Apakah kamu akan berjalan di pagi yang ceria dengan matahari yang bersinar, atau berjalan di bawah mendung yang kelam,” kata Cheryl.
Pada akhirnya, mau tak mau, suka tak suka, album Nevermind yang tahun ini menginjak umur seperempat abad, adalah album yang berpengaruh. Ia mengubah peta industri musik. Tak cukup sampai di sana, ia juga mengawali perubahan mood dan cara pandang para pendengar musik.
Dan sama seperti karya bagus apapun, ia akan abadi. Selamat ulang tahun perak, Nevermind!
Baca juga artikel terkait NIRVANA atau tulisan menarik lainnya Nuran Wibisono
(tirto.id – Musik)
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti