TEMPO.CO, Jakarta – Kasus utang piutang Sea Games XIX Tahun 1997 yang melibatkan putra presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo, kembali mencuat. Sebab, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja diputuskan menang dalam gugatan kasus pencekalan ke luar negeri yang diajukan oleh Bambang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pencekalan dilakukan karena putra mantan presiden Soeharto ini memiliki utang terhadap negara yang belum dibayarkan. Bambang tak lain adalah Ketua Konsorsium dalam perhelatan olahraga antar-negara Asia Tenggara tersebut.
“Menyatakan Gugatan Penggugat tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard)” demikian amar putusan majelis hakim PTUN yang ditetapkan pada Kamis, 4 Maret 2021, sebagaimana dikutip dalam laman resmi pengadilan.
Tempo merangkum kembali sejumlah catatan mengenai kasus ini.
- Kekurangan Dana
Cerita bermula dari adanya permasalahan dana untuk kebutuhan acara pada September 1997, sebulan sebelum acara berlangsung 11-19 Oktober 1997 ini. Saat itu, terjadi kekurangan dana sebesar Rp 45 miliar, dari total biaya penyelenggaraan yang mencapai Rp 105 miliar.
Untuk menutupi kekurangan dana tersebut, pemerintah Soeharto kemudian memutuskan membantu konsorsium. Selain ada anak Soeharto, konsorsium ini diisi oleh nama-nama seperti Bambang R. Sugono, Hendro S. Gondokusumo, hingga Enggartiasto Lukita.
Karena terjadi masalah pendanaan, sektor-sektor di kepanitiaan Sea Games XIX pun sampai harus melakukan pemangkasan biaya. “Karena itu banyak bidang-bidang yang kemudian menyederhanakan budget-nya,” kata Kepala Biro Perencanaan Anggaran Konsorsium Arief Widodo Tjandrawinata saat itu.
- Pinjaman Negara
Cerita soal pinjaman negara ini kemudian diungkapkan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama pada 18 September 2020. Setya bercerita bahwa untuk menyukseskan Sea Games XIX, pemerintah saat itu menunjuk konsorsium swasta yang diketuai oleh Bambang Tri.
Konsorsium ini bertindak sebagai mitra penyelenggara Sea Games. Mereka punya tugas untuk menyediakan dana penyelenggaraan Sea Games. Dalam perjalanannya, Konsorsium mengalami kekurangan dana dan negara memberikan pinjaman. “Yang pada akhirnya menjadi utang konsorsium kepada negara (piutang negara),” ujar Setya.
- Dilimpahkan ke Kemenkeu
Sejumlah upaya kemudian dilakukan untuk menyelesaikan piutang negara ini. Salah satunya melalui serangkaian rapat-rapat koordinasi yang dihadiri oleh perwakilan dari Setneg, Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Sekretariat Presiden, dan Konsorsium Sea Games XIX.
Sehingga dalam rapat tersebut, disepakati bahwa permasalahan penyelesaian piutang ini akan dilimpahkan kepada Kemenkeu. Terutama, terkait penyerahan pengurusan piutang negara dan teknis pelaksanaannya.
”Kini penanganan permasalahan penyelesaian piutang negara tersebut sedang berproses di Kementerian Keuangan sampai dengan piutang tersebut dinyatakan lunas/selesai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,” kata Setya dalam laman resmi Setneg.
- Dua Kali Pencekalan
Di tengah proses penyelesaian piutang ini, Bambang Tri dicekal oleh Kemenkeu dan tidak bisa ke luar negeri. Pencekalan atau pencegahan dilakukan dua kali, yang dimulai pada Desember 2019.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa pencegahan pertama dilakukan pada 11 Desember 2019. Sementara pencegahan kedua dilakukan pada 27 Mei 2020. “Masing-masing berlaku 6 bulan,” kata Prastowo pada 17 September 2020.
Prastowo menjelaskan proses pencegahan merupakan langkah lazim dalam proses penanganan sebuah perkara. Dalam konteks perkara Bambang, Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Kemenkeu, mendapat limpahan piutang negara yang harus ditagih dari Setneg.
Kemenkeu juga telah melakukan tahapan penagihan melalui peringatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, karena tidak ada pembayaran, maka dilakukan pencegahan. “Ini prosedur biasa aja, seperti penagihan pajak,” ucap Prastowo.
- Mekanisme PUPN
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatawarta juga menjelaskan pencekalan terhadap Bambang Tri sebetulnya kebijakan yang ditempuh PUPN. “Bukan hanya Menkeu, tapi bahwa menteri itu adalah ketua urusan dari piutang negara, iya,” kata Isa dalam diskusi virtual Jumat, 18 September 2020.
Panitia itu terdiri dari Menkeu, Kejaksaan, Kepolisian, dan Pemerintah Daerah. Dia menuturkan permasalahan utang piutang, detailnya dikecualikan untuk pemberitahuan ke publik.
Kendati begitu, dia mengatakan, jika yang ada piutang dari kementerian atau lembaga yang tidak selesai ditagih, belum bisa dibereskan atau dibayar oleh yang bertanggung jawab, maka kementerian atau lembaga menyerahkan kepada panitia urusan piutang negara.
Dalam menjalankan tugas, kata Isa, panitia sudah memanggil dan memperingatkan Bambang untuk lunasi piutang. Kalau tidak diperhatikan, maka panitia diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan aksi yang lebih.
Maka, pencekalan adalah salah satu bentuk aksi tersebut. “Terus blokir rekening bersangkutan. Itu bisa dilakukan dengan prosedur meminta ke otoritas berwenang,” ujar Isa.
- Gugatan Pengadilan
Adapun pencegahan kedua ditetapkan oleh Sri Mulyani lewat Keputusan Menkeu Nomor 108/KM.6/2020 pada 27 Mei 2020. Surat keputusan inilah yang kemudian digugat oleh Bambang ke PTUN Jakarta pada 15 September 2020. Dalam gugatannya, Bambang Tri meminta PTUN membatalkan keputusan itu. Bambang Tri juga meminta PTUN memerintahkan Sri Mulyani mencabut keputusannya.
Dalam proses gugatan ini, mantan komisioner KPK Busyro Muqoddas menjadi pengacara Bambang Tri. Beberapa hari setelah perkara masuk pengadilan, Bambang menyampaikan kasus yang menjerat kliennya bersifat administrasi. Dia menilai terjadi salah paham mengenai pembiayaan SEA Games XIX di era Orde Baru.
“Misunderstanding pembiayaan SEA Games di era Orde Baru dulu,” kata Busryo, Sabtu, 26 September 2020. Karena ini bukan kasus korupsi pula, Busyro bersedia menjadi pengacara Bambang Tri kala itu.
- Bambang Tri Kalah
Tapi akhirnya, gugatan Bambang Tri ditolak oleh PTUN. “Dengan tidak diterimanya gugatan penggugat (Bambang Tri) di PTUN, maka pencegahan terhadap penggugat ke luar negeri sah,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 5 Maret 2021.
Di sisi lain, masa pencekalan Bambang Tri juga sudah lewat. Sebab, pencekalan kedua yang dilakukan pada 27 Mei 2020 hanya berlaku 6 bulan dan telah berakhir sekitar Oktober 2020. Tapi, Rahayu belum menjelaskan, apakah Bambang akan kembali dicekal dalam proses penagihan atau tidak.
“Langkah selanjutnya penagihan terus dilakukan dengan mekanisme PUPN,” kata Rahayu. Tempo juga mencoba menghubungi Busyro soal kekalahan kliennya Bambang Trihatmodjo di pengadilan. Tapi hingga berita ini diunggah, panggilan telepon yang disampaikan belum berbalas.
FAJAR PEBRIANTO | BISNIS