Mafia tanah ada di berbagai tempat. Terutama di Jawa, pulau yang berpenduduk terpadat di Nusantara pun menjadi objek para mafia tanah bergerak menjalankan operasinya karena harga tanah punya nilai tinggi. Masalah serifikat tanah saat ini sedang banyak diperbincangkan.
Kasus yang menimpa mantan Juru Bicara Presiden di era Susilo Bambang Yudhoyono, Dino Patti Djalal adalah yang terbaru dari serangkaian kasus yang terjadi di tanah air. Melalui akun Twitter-nya @dinopattidjalal, ia mengaku rumah keluarganya beberapa waktu lalu dijarah oleh sekelompok pencuri sertifikat rumah.
“Satu lagi rumah keluarga saya dijarah komplotan pencuri sertifikat rumah. Tahu-tahu sertifikat rumah milik Ibu saya telah beralih nama di BPN padahal tidak ada AJB (akta jual beli), tidak ada transaksi, bahkan tidak ada pertemuan apa pun dengan Ibu saya,” kata Dino melalui akun Twitter pribadinya, Selasa (9/4/2021).
Melansir laman tempo.co, penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya telah melengkapi berkas kasus mafia tanah dengan korban ibu Dino Patti Djalal, Zurni Hasyim. Berkas dengan tersangka Freddy Kusnadi dan komplotannya yang berjumlah 14 orang itu kini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI untuk segera disidangkan.
“Pelimpahan berkas perkara kasus tersebut sudah dilakukan pada 12 Maret 2021 yang lalu. Kini kasus tersebut tinggal menunggu proses persidangan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus saat dikonfirmasi, Selasa, 13 April 2021.
Sebelumnya dari hasil pemeriksaan polisi, Freddy Kusnadi terbukti sebagai orang yang membayar seseorang bernama Aryani untuk berpura-pura sebagai Yurmisnarwati, kerabat Zurni yang namanya tercatat sebagai pemilik rumah di Cilandak, Jakarta Selatan. Aryani disuruh berpura-pura di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
“Berdasarkan keterangan dari bu Aryani, kami dapatkan bahwa Freddy Kusnadi yang menyuruh dia dan membayar Rp10 juta untuk menjadi figurnya bu Yurmisnarwati,” ujar Kasubdit Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Dwiasih.
Posko Mafia Tanah Menunggu Laporan Sengketa Kebondalem
Advokat dari ASA Law Firm Ananto Widagdo SH mengatakan, persoalan mafia tanah yang tengah menjadi isu hangat, sebetulnya juga terjadi hampir di setiap wilayah.
“Di wilayah dengan harga tanah yang sudah bernilai tinggi terutama di wilayah Jawa, kasus mafia tanah selalu ada,” kata Ananto.
Pria yang baru menetap di Banyumas selama sekitar 2 tahun ini bahkan kaget ketika mendapati kasus sengketa Kebondalem Purwokerto yang hingga kini belum juga rampung, dan sudah berlangsung lebih dari 30 tahun. Dia yang mewakili masyarakat Banyumas, terakhir kali diundang rapat koordinasi di Kemenpolhukam.
“Saya sudah sering mengatakan jika saya mewakili masyarakat Banyumas, bukan untuk atau karena sponsor siapapun. Pada saat rapat di Kempolhukam, terdapat kesimpulan bahwa terkait dengan permasalah ini untuk diarahkan ke tindak pidana dulu, ini yang kasus tahun 1980 dan 1982,” kata Ananto.
Dari lembaga yang dipimpin Mahfud MD itu, Ananto kembali diundang untuk dimintai klarifikasi ke Mabes Polri di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) terkait dengan surat yang dikirimnya juga ke lembaga tersebut. Disana Ananto diarahkan untuk langsung ke Subdit Harda (Harta Benda) Bareskrim setelah dari perwakilan unit tersebut juga hadir dalam rapat di Kantor Kemenpolhukam.
“Di Mabes Polri di Subdit Harda Bareskrim sudah dibuka Posko Satgas Mafia Tanah, silahkan tidak terkecuali masyarakat yang dirugikan atas perbuatan pemerintah bisa melaporkan ke sana dan bisa ditindaklanjuti. Kepentingan saya kesana terkait Kebondalem, karena aparat hokum di sana sudah mempelajari seluruh berkas dari yang dibahas dalam rapat koordinasi di Kemenpolhukam, itulah kenapa diarahkan kasus ini ke ranah pidana umum,” jelas Ananto.
Sayangnya, ketika sampai di Mabes Polri Ananto tidak bisa melakukan langkah untuk upaya meretas kebuntuan sengketa Kebondalem Purwokerto. Kata dia, sebagai pihak yang menyampaikan laporan atas sengketa tersebut, dirinya hanya sebatas sebagai pelapor yang berhak memantau dan mengawasi ketika persoalan yang disampaikan itu sudah resmi dilaporkan.
“Lalu siapa yang berhak melaporkan? Ya Pemkab Banyumas, sampai detik ini saya sedang menunggunya,” kata Ananto.
(Tim Indie Banyumas)