Banyumas adalah tempat munculnya banyak pemain bulutangkis andal. Mereka bisa bersaing hingga tingkat nasional. Salah satunya adalah Fung Permadi yang bermain di tunggal putra. Sayangnya, jalan Fung di bulutangkis dalam negeri adalah jalan penuh kompetisi. Sampai akhirnya, dia memilih membela panji Australia dan kemudian Taiwan.
Fung lahir pada 30 Desember 1967. Awalnya dia memilih sepak bola. Namun, pada akhirnya dia menekuni bulutangkis. Bakatnya tercium oleh klub PB Djarum. Di sanalah kemudian petualangannya menjadi pemain bulutangkis berawal. Dia pun menjadi pemain Indonesia di berbagai ajang.
Tahun 1990, Fung Permadi mendapatkan tiga gelar yakni juara Jerman Terbuka, Kanada Terbuka, dan Amerika Serikat Terbuka. Di Jerman Terbuka, Fung menang WO atas andalan Denmark Jens Peter Nierhoff. Di Kanada Terbuka dan Amerika Serikat Terbuka, Fung mengalahkan koleganya, Bambang Supriyanto.
Setelah tahun 1990 itu, Fung seret gelar. Dia kembali mendapatkan gelar pada 1993 di ajang Swiss Terbuka. Dia mengalahkan pemain Inggris Peter Knowles di final.
Persaingan di Indonesia di masa itu memang sangat ketat di tunggal putra. Saat itu, Indonesia punya banyak jagoan. Ada Alan Budikusuma yang mendapatkan medali emas Olimpiade Barcelona 1992. Ada juga Ardy B Wiranata yang mendapatkan medali perak Olimpiade Barcelona 1992.
Selain itu, masih ada Hermawan Susanto yang jadi “pahlawan” keberhasilan Indonesia mendapatkan medali emas di tunggal putra Barcelona. Hermawan saat itu mengalahkan jagoan China Zao Jianhua. Zao adalah sosok yang paling digadang mendapatkan emas tunggal putra Olimpiade Barcelona. Kegagalan Zao membuat Indonesia lebih mulus.
Ada juga Joko Supriyanto yang menjadi juara di World Championship 1993 dan World Cup 1992. Jangan lupa juga, di masa awal 90-an, muncul andalan baru Indonesia di sektor tunggal putra, yakni Hariyanto Arbi yang mampu jadi juara All England 1993 dan 1994.
Persaingan keras itu membuat Fung memilih mengembangkan karier di luar negeri. Dia awalnya memilih Australia. Sayangnya, di Australia kondisinya malah tidak terlalu bagus. Sebab, dia malah banyak mengeluarkan dana pribadi untuk kejuaraan. Pada akhirnya, dia mendapatkan tawaran main untuk Taiwan.
Tawaran itu pun tak disia-siakan. Di Taiwan, Fung jauh lebih berkembang. Dia bisa mendapatkan kesempatan lebih baik. Buktinya, setelah membela Taiwan pada 1995, Fung banyak mendapatkan gelar. Pada 1996 saja, Fung mendapatkan tiga gelar yakni China Terbuka, Hongkong Terbuka, Wolrd Grand Prix Finals.
Di tahun 1999, ketika usianya sudah kepala tiga, Fung bisa juara di Korea Terbuka, Taiwan Terbuka, dan Swiss Terbuka. Di tahun 1999 pula, Fung mampu menjadi finalis World Championship. Tentu saja itu adalah capaian yang luar biasa. Jadi, Fung adalah legenda Purwokerto yang berkibar di Taiwan.
Sekadar diketahui, sangat memungkinkan di masa lalu, seorang pebulutangkis membela bukan negaranya. Hal itu pun tak berarti harus mengubah kewarganegaraan. Dalam beberapa tulisan, Fung pun diketahui tak mengubah kewarganegaraannya sekalipun membela Taiwan.
Kini, Fung telah pensiun. Dia kini menjadi bagian pembinaan bulutangkis di PB Djarum, tempat dia dulu bernaung. Posisinya kini adalah manajer PB Djarum.