BANYUMAS – Persoalan penataan pedagang di Pasar Wage, Purwokerto, masih menjadi pekerjaan rumah. Kecemburuan antarpedagang masih terjadi, terutama antara pedagang yang berada di dalam pasar dan yang berjualan di luar, seperti di lorong dan sekitar Jalan Vihara (Klenteng). Kondisi ini menimbulkan kesan semrawut di salah satu pasar terbesar di Kabupaten Banyumas.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Perdagangan Kabupaten Banyumas berencana melakukan penataan ulang lapak dan jam operasional pedagang sebagai solusi jangka menengah.
Kepala Disperindag Banyumas, Gatot Eko Purwadi, menjelaskan bahwa permasalahan muncul karena ketimpangan antara pedagang yang tertib berjualan di dalam pasar dan yang membuka lapak di luar.
“Sebenarnya pedagang di lorong itu sudah punya tempat di dalam pasar dan membayar kontribusi. Tapi karena pembeli lebih banyak di luar, mereka memilih berjualan di sana,” ujarnya, Minggu (7/6/2025).
Ia mengakui bahwa persoalan ini bukan hal baru. Pemkab, menurutnya, tidak tinggal diam, namun proses penataan membutuhkan waktu dan pendekatan bertahap.
“Pedagang di dalam pasar merasa dirugikan. Mereka sudah tertib, tapi kalah ramai dari yang berjualan di luar. Apalagi yang di luar bisa buka 24 jam. Wajar kalau mereka protes,” imbuhnya.
Penataan Jam Operasional
Disperindag tidak berencana membubarkan pedagang yang berjualan di luar, khususnya di sepanjang Jalan Vihara dan Jalan Klenteng. Namun, dinas akan mengatur ulang jam operasional mereka.
“Nantinya tidak lagi 24 jam. Misalnya, pedagang di luar bisa berjualan dari malam hingga pukul 06.00 pagi. Setelah itu, area harus steril untuk lalu lintas dan kenyamanan bersama,” jelas Gatot.
Proses penataan akan melibatkan sejumlah pihak seperti Dinas Perhubungan (Dishub), Satpol PP, dan Polresta Banyumas jika diperlukan. Penegakan aturan ini, kata Gatot, bertujuan menghadirkan keadilan bagi seluruh pedagang.
“Penataan dilakukan bertahap. Mungkin dalam dua sampai tiga bulan ke depan sudah mulai terlihat hasilnya,” ucapnya.
Salah satu pedagang di dalam area Pasar Wage, Yance, menyebut ketimpangan lokasi menjadi penyebab utama sepinya bagian dalam pasar.
“Saya sudah jualan sejak tahun 1980-an. Sekarang pembeli jarang masuk ke dalam karena lebih banyak pedagang di luar dan lorong. Kami jadi tidak laku,” keluhnya kepada wartawan.
Sementara itu, Kosim (55), pedagang pisang yang berjualan di Jalan Vihara, menyambut rencana penataan dengan tenang. Ia merasa bukan pihak yang bermasalah.
“Saya sudah 10 tahun jualan di sini dan tidak ada masalah. Justru yang di lorong itu yang mestinya ditertibkan,” ujarnya. (Angga Saputra)