Para ilmuwan menemukan sesuatu yang sederhana untuk membantu mengalahkan infeksi virus corona jenis baru (Covid-19). Dokter selalu menganjurkan olah raga teratur karena segala jenis aktivitas fisik baik untuk tubuh.
Dilansir BGR, berlari, berjalan, dan berolah raga di rumah adalah beberapa opsi paling sederhana selama pandemi yang memungkinkan siapapun tetap aktif tanpa memaparkan diri kepada orang lain. Dalam sebuah studi terbaru, diketahui bahwa mungkin alasan terbaik untuk berolah raga adalah karena ini dapat membantu Anda membantu Anda terhindar dari Covid-19.
Para peneliti dari University of Texas Southwestern Medical Center telah menemukan bahwa olah raga meningkatkan produksi sel kekebalan dalam tulang yang melawan infeksi. Ini adalah limfosit juga dikenal sebagai sel darah putih, termasuk sel B dan T, yang dipanggil untuk melawan patogen.
Limfosit terlibat dalam respons kekebalan terhadap infeksi, baik itu virus corona baru, bakteri, atau jenis kuman lain yang tidak termasuk dalam tubuh. Para peneliti membuktikan bahwa olahraga merangsang produksi sel yang nantinya akan terlibat dalam respon imun.
Studi tersebut juga menawarkan temuan penting lainnya, yaitu penuaan menghabiskan cadangan ‘nenek moyang’ limfosit di sumsum tulang. Dalam sumsum tulang, terdapat berbagai jenis sel punca dan sel progenitor, yang hidup berdampingan di relung.
Para peneliti mendemonstrasikan bahwa gerakan dapat meningkatkan jumlah progenitor limfosit yang meninggalkan tulang, menuju ke pembuluh darah kecil yang menyebabkan vaskularisasi organ. Selama berolahraga, tulang dirangsang dan saluran ion mekanosensitif yang disebut Pizeo1 diaktifkan pada sel LepR + Oln +.
Dua hal terjadi kemudian, yaitu sel-sel yang duduk bersebelahan mulai berdiferensiasi, yang mengarah pada pembentukan sel-sel tulang baru. Selain itu, olahraga mengarah pada ekspresi dan sekresi molekul pensinyalan yang disebut faktor sel induk (SCF). Ini berdampak pada progenitor limfoid umum terdekat (CLPs) dan CLP akan berubah menjadi limfosit.
Para peneliti menciptakan tikus mutan yang tidak memiliki gen yang mengkode SCF dalam sel Oln + mereka. Hal ini tidak memengaruhi perkembangan sel darah di dalam sumsum tulang, tetapi menyebabkan penurunan CLP yang signifikan, yang menyebabkan lebih sedikit limfosit yang siap melawan infeksi.
Para penulis mengekspos tikus mutan ke bakteri yang disebut Listeria monocytogenes dan menemukan bahwa hewan yang tidak memiliki gen SCF tidak membersihkan bakteri seefisien kontrol mereka. Para ilmuwan juga menjalankan eksperimen terpisah yang melibatkan gerakan.
Para peneliti menempatkan tikus di kandang dengan roda yang sedang berjalan dan menemukan bahwa berlari menyebabkan jumlah sel Oln + dan CLP yang lebih tinggi di sumsum tulang. Tikus dengan sel Oln + mengekspresikan protein saluran ion mekanosensitif Piezo1, sedangkan mutan memiliki jumlah CLP rendah yang tidak normal.
Kesimpulannya, olah raga dapat merangsang sistem kekebalan tubuh. Pada gilirannya, ini dapat menyebabkan respons kekebalan yang lebih baik pada infeksi.
Jika kesimpulan yang sama berlaku untuk manusia, pendekatan dan protokol baru untuk mencegah dan mengobati penyakit menular dapat dikembangkan. Para peneliti juga menemukan bahwa jumlah sel Oln + dan CLP lebih rendah di sumsum tulang tikus berusia 18 bulan dibandingkan hewan berusia 2 bulan.
Semua hewan aktif menunjukkan bahwa faktor lain telah mengurangi ekspresi sel tersebut, yang dapat menyebabkan masalah sistem kekebalan. Penulis artikel pendamping mencatat bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan apakah olahraga dapat meningkatkan pembersihan bakteri pada tikus.
Satu hal lainnya yang perlu diteliti adalah apakah olahraga dapat meningkatkan respons terhadap vaksinasi. Studi ini diterbitkan di jurnal Nature.