Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) merupakan wadah bagi para pasien khususnya penderita penyakit gagal ginjal. Melalui KPCDI pasien cuci darah bisa mendapatkan berbagai manfaat seperti adanya sosialisasi, edukasi, bahkan pendampingan untuk menghadapi penyakitnya.
15 Maret kemarin, KPCDI genap berusia enam tahun. Diusianya yang keenam, Ketua KPCDI Banyumas, Tangkas Puji Windarso berharap KPCDI bisa semakin solid dan bermanfaat.
“Komunitas ini sangat membantu, (sejak) saya bergabung dengan KPCDI ini otomatis semangat hidup saya tumbuh kembali. Karena pasien cuci darah itu ketika divonis cuci darah itu kan sangat berat. Disaat kita berkomunitas, kita berorganisasi itu hidup kita akan semakin berkualitas dan berarti,” katanya kepada RRI, Selasa (16/3/2021).
“KPCDI bisa membantu, kemarin ada rumah sakit yang mengurangi jadwal cuci darah karena pandemi. Alhamdulillah kami advokasi dan sekarang sudah berjalan normal. Jadi memang komunitas ini sangat membantu pasien, jadi hak-hak pasien bisa didapatkan,” lanjut Tangkas.
Dia menuturkan, saat ini eksistensi KPCDI Banyumas sudah dalam kondisi yang baik. Namun dirinya menilai upaya edukasi kepada para pasien cuci darah khususnya yang baru masih perlu ditingkatkan.
“Disini masih sangat minim seminar ataupun edukasi dari dokter dan perawat kepada para pasien. Jadi mereka hanya datang, tidur, disuntik selesai pulang tanpa diedukasi harus seperti apa untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Jadi kami memang fokus untuk edukasi agar kualitas hidup pasien lebih baik lagi,” ungkapnya.
Sementara itu Ketua umum KPCDI Tony Richard Samosir menyebut KPCDI tak ubahnya sebuah keluarga. Ia berharap, di usianya keenam tahun, ikatan batin dan emosional antara pasien akan terus terjaga dengan baik. Tony yang lahir sebagai seorang pasien, akan terus berjuang bersama para pasien untuk menuju hari-hari melepas penderitaan.
Tony sendiri sengaja membuat KPCDI sebagai organisasi agar lebih egaliter–dari pasien dan untuk pasien. Ia mengajak semua anggota dan pasien berpartisipasi menyuarakan nasib mereka di tengah situasi sulit. Para pasien harus berani bersuara kala mendapat ketidakadilan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing.
“Untuk itu kami membuat komunitas pasien cuci darah. KPCDI nggak perlu lahir kalau fasilitas kesehatan itu sudah merata dengan baik di Indonesia. Kami akan terus mengkritisi kebijakan yang belum berpihak kepada pasien. Harapannya pemerintah mendengar dan memperbaikinya,” ujarnya.
“Organisasi akan bergerak terus dengan cara mengirimkan surat, mengadvokasi, beraudiensi, berdiskusi dengan baik bahkan melakukan langkah hukum jika diperlukan agar ketemu solusi baik demi kualitas hidup pasien. Tujuan ini baik, hanya untuk kepentingan pasien,” imbuh Tony.
Dia berharap kedepan tidak ada lagi pasien yang tidak mendapatkan hak atas obat, terlantar karena tidak bisa cuci darah, dan mengalami diskriminasi dari sebuah kebijakan negara. “Saya bisa merasakan begitu sakitnya mereka menjalani hari-hari cuci darah untuk hidup kedepan. Jadi mereka ini cuci darah agar bisa hidup hari ke hari,” ungkapnya.
Disisi lain. Ahli Penyakit Dalam Ginjal dan Hipertensi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) dr. Jonny, Sp.PD-KGH, M.Kes, MM berharap diusianya keenam tahun, KPCDI harus lebih sering melakukan edukasi kepada pasien. Hal itu bisa melalui kegiatan promotif dan juga preventif. Tujuannya, agar penyakit ginjal bisa dicegah sedini mungkin.
Bagi Jonny, KPCDI adalah sebuah organisasi pasien yang cukup eksis saat ini. KPCDI bisa menembus semua stakeholder termasuk pemerintah dan BPJS Kesehatan. Hubungannya dengan dokter dan perhimpunan profesi pun terjalin dengan baik. Hal itu membuat terjalinnya konektivitas yang sangat baik.
“Jadi saya kira, KPCDI sangat bermanfaat bagi pasien-pasien gagal ginjal di Indonesia,” kata Jonny di Jakarta, Jumat (12/3).
Jonny meminta KPCDI untuk terus turun ke masyarakat umum yang saat ini masih belum mengetahui bahayanya penyakit gagal ginjal kronik. Pun. KPCDI bisa menjelaskan upaya-upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini agar tidak menjadi progresif. “Dengan seminar-seminar, webinar, kan sekarang bisa memanfaatkan media sosial,” ungkapnya.