Ada Dugaan Yang Menjurus Untuk Pengadaan Daging Sapi
Beban perekonomian kian terasa berat bagi mayarakat sejak kemunculan Pandemi. Hampir seluruh sektor usaha mati suri, dari skala tertinggi hinga omser puluhan ribu perak. Mereka terhempas. Pemerintah tahu, dan peduli, lalu mencoba memenuhi kewajiban membantu masyarakat mengatasi dampak yang hingga detik ini belum tampak akan segera pulih. Bantuan sosial selama masa pandemi menjadi skala prioritas. Ironi, ketika masyarakat hidup dengan segenap harapan bisa kembali pada kehidupan normal, saat itu pula mereka disuguhi peristiwa menusuk hati dengan terjadinya kasus korupsi anggaran negara untuk penanganan pandemi.
Sederet kasus korupsi dimulai dengan keterlibatan dua menteri membuat publik terhenyak, rasa yang tercampur antara frustasi menanti akhir pandemi, ditambah amarah atas ulah para petinggi negeri. Belum juga reda, kasus-kasus lain menguap di beberapa daerah hingga sampai juga di Banyumas. Dugaan rasuah dana bantuan bagi kelompok usaha yang dialihkan untuk greenhouse melon yang kini perkaranya sedang ditangani Kejaksaan Negeri Purwokerto. Terbaru, dugaan kuat terjadinya kasus penyalahgunaan dana Bansos Program sembako yang diawali dengan adanya pemanggilan dua anggota DPRD Banyumas serta para penyuplai Sembako bagi KPM oleh Tim penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.
Tak ada asap bila tidak ada nyala api. Dipanggilnya dua wakil rakyat serta para juragan penyuplai Sembako di Banyumas tentu saja ada sesuatu hal yang harus diselidiki secara serius. Meski, pemanggilan kepada mereka yang disebutkan tersebut masih dalam tahap pemeriksaan sebagai saksi. Aparat penegak hukum kali ini tampak serius. Mereka datang dari Semarang selama tiga hari, melakukan pemeriksaan kepada mereka (saksi) selama tiga hari di dua tempat berbeda. Dua anggota DPRD Banyumas menjalani pemeriksaan di ruang Reserse Kriminal di Polrestra Banyumas, sedangkan para penyuplai Sembako diperiksa di Dinas Sosial Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat (Dinsospermandes) di Jalan Pemuda Purwokerto.
Ketika masyarakat menunggu kelanjutan kisah tadi, hari ini masyarakat memperoleh sekelumit informasi duduk perkara atas pemeriksaan kepada dua anggota DPRD Banyumas dan sejumlah supplier program Sembako di Banyumas. Laman krjogjanews menuliskan, Pengadaan daging sapi untuk program Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) Kabupaten Banyumas yang diperuntukan kepada 136.135 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di 331 desa dan kelurahan di 27 kecamatan dinilai bermasalah.
Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi Agama dan Sosial, Wastam kepada Krjogja.com Minggu (11/4/2021) di Baturraden, saat ditemui di sela sela kunjungan kerja, menjelaskan KPM berhak menerima protein hewani berupa daging sapi seberat 400-500 gram dengan kualitas bagus.
Sedang harga daging yang diberikan kepada KPM berkisar Rp 120.000,- per kilogramnnya. Namun di Banyumas ada ketidakberesan dalam proses suplai BPNT khusunya untuk pengadaan daging sapi yang tidak wajar.
“Ketidakberesan terlihat dari sisi harga yang dipatok suplier daging sapi impor penyuplai program BPNT di Banyumas, yakni Rp 120.000,- per kilogramnya. Harga itu sangat tidak wajar, karena harga daging sapi impor di pasaran hanya berkisar Rp 55.000,- hingga Rp 65.000,- per kilogramnya,” jelasnya dikutip laman portal Krjoja.com
Menurutnya kalau daging sapi lokal yang diberikan kepada KPM harga sebesar itu masih wajar. ” Tapi ini kenyataan daging sapi impor yang harganya hanya sekitar RP 55.000,-hingga Rp 65.000,- per kilogramnya dijual Rp 120 .000. perkilogram, silahkan ambil untung Rp 5.000,- itu wajar, lah ini masa ambil untung 100 persen,” ungkapnya.
Diah Pitaloka, pimpinan Komisi VIII DPR RI, menambahkan terkait pemasok bahan pangan program BPNT butuh regulasi dan pengawasan. Sebab, selama ini proses pengadaan diserahkan ke pemerintah daerah.
Menurutnya ia sempat diskusi dengan bupati terkait persoalan ini. Untuk itu ia berharap suplier bisa memperkuat ekonomi kerakyatan di sekitarnya. “Tapi karena dilepaskan pada mekanisme pasar akhirnya pemain-pemain yang kuat yang mendominasi suplai BPNT,” ungkapnya.
Namun, apa yang disampaikan wakil rakyat yang duduk di senayan itu, dalam portal krjogjanews.com, belum disertai dengan keterangan resmi dari Tim Penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah yang selama tiga hari di Purwokerto melakukan penyelidikan. Indiebanyumas.id juga baru bisa meminta keterangan dari Ketua DPRD Banyumas, dr Budhi Setyawan berkaitan dengan disebutnya dua anggota DPRD Banyumas yang mereka duduk di komisi III sekaligus jajaran pimpinan komisi.
“Sebagai lembaga yang salah satu tugas dan fungsinya sebagai pengawas pelaksanaan program pemerintah, maka ketika terjadi adanya aduan kepada pihak aparat hokum, maka wajar saja jika ikut dipanggil,” kata dr Budhi kepada indiebanyuma.id melalui saluran suara lewat fitur pada aplikasi whattsapp.
Sedangkan Kepala Bidang (Kabid) pemberdayaan sosial penanganan fakir miskin Dinsospermandes Banyumas, Lilik Mudjianto menyatakan dirinya tidak ikut diperiksa sebagai saksi berkaitan dengan distrubusi Bansos Sembako.
Dia menjelasakan bahwa yang diundang di kantor Dinsospermandes untuk diperiksa sebagai saksi adalah suplier yang biasa menyediakan komoditi kepada KPM. “Jadi setau saya yang diperiksa adalah para suplier, tetapi saya tidak tahu mengenai apa soal adanya pemanggilan itu,” katanya.
Anggaran Bansos Hingga 408,8 Triliun Untuk Tahun ini
Pemerintah memang tidak main-main dalam upayanya menangani persoalan ekonomi. Tahun ini, dana yang digulirkan senilai Rp 408,8 triliun dari APBN 2021 yang disebut sebagai pelaksanaan program perlindungan sosial. Bansos yang dialokasikan dari dana untuk penanganan Covid-19 pada 2021 antara lain program pangan non tunai atau program sembako dianggarkan Rp42,5 triliun dengan sasaran 18,8 juta keluarga. Bantuan diberikan Rp200 ribu per bulan per keluarga. Bantuan ini pun disalurkan mulai Januari hingga Desember.
Bantuan Sosial Tunai (BST) dianggarkan Rp12 triliun dengan sasaran 10 juta keluarga. Bantuan ini diberikan sebesar Rp300 ribu per keluarga.Program Keluarga Harapan dianggarkan Rp28,7 triliun untuk diberikan kepada 10 juta keluarga. Program ini disalurkan dalam empat tahap, Januari, April, Juli dan Oktober melalui Bank Himbara.
Bansos disalurkan melalui berbagai jalur agar sampai ke pihak yang membutuhkan. Di luar ketiga Bansos tadi, ada juga bantuan untuk pembebasan biaya listrik, kuota internet gratis, tambahan modal kerja, hingga tambahan upah atau gaji bagi mereka yang memperoleh pendapatan di bawah Rp5 juta.
Sejak program bantuan sosial yang ditujukan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Kemensos itu bergulir, termasuk Bansos Sembako yang biasanya disebut dengan istilah bantuan reguler, Dinsospermandes diberi kewenangan sesuai Tupoksi untuk mengatur pendistribusian bantuan sesuai kuota yang diperoleh daerah. Hingga saat ini, jumlah penerima BPNT di Banyumas sekitar 136.135 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tersebar di 331 desa dan kelurahan di 27 kecamatan.
Sejauh ini, pemerintah sebagaimana diakui Menteri Keuangan, Sri Mulyani, memang dihadapkan pada banyak persoalan baru. Misalnya timbulnya kelompok masyarakat, yang sebelumnya tidak membutuhkan bantuan, tiba-tiba harus masuk dalam daftar penerima. Mereka yang kehilangan pekerjaan, dan merupakan kelompok masyarakat miskin baru adalah contohnya.
Meski memiliki tujuan yang baik, Sri Mulyani mengakui desain kebijakan ini tidak berada dalam situasi yang ideal. Pandemi Covid-19 datang tiba-tiba dan membutuhkan penanganan segera. Di sisi kesehatan, persoalan juga muncul dan membutuhkan skema kebijakan yang juga spesifik. Mau tidak mau, pemerintah harus siap menghadapi semua itu.
“Dalam merespon kegentingan, memaksa kita harus sangat lincah dan fleksibel,” kata Sri Mulyani dikutip indiebanyumas.id dari portal voaindonesia.com
Melansir laman tersebut, Indonesia saat ini juga harus menghadapi persoalan terkait korupsi. Indeks persepsi korupsi Indonesia ada di angka 40 dari 100, di mana semakin tinggi angkanya maka suatu negara dianggap semakin baik. Angka 40 itu menurut Sri Mulyani tentu masih butuh perjuangan untuk memperbaikinya. Setidaknya, Indonesia harus mampu berada di atas angka 50, seperti Singapura dan Brunei. Meskipun menurut indeks tersebut, posisi Indonesia masih lebih baik dibanding Vietnam, Thailand dan Filipina. (Bersambung)