INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

Tim Kuasa Hukum Ahli Waris Kumpulkan Bukti Historis Sengketa Lapangan Besar Cilongok

Sengketa Lapangan Cilongok Memanas: Pemdes Klaim Milik Desa, Ahli Waris Protes “Perampasan Tanah”

Lapangan besar Cilongok di pinggir Jalan Raya Ajibarang -Cikongok.

Minggu, 13 Juli 2025

FOKUS – Tim kuasa hukum ahli waris pemilik tanah yang saat ini digunakan sebagai Lapangan Besar Cilongok terus mengumpulkan sejumlah bukti historis guna memperkuat gugatan hukum terhadap Pemerintah Desa Cilongok.

Bukti yang tengah dihimpun antara lain berupa peta lokasi tanah dari berbagai periode sejarah serta kesaksian para ahli waris yang menyatakan bahwa lahan tersebut diduga dirampas oleh pihak Kecamatan Cilongok pada rentang waktu 1967 hingga 1969.

“Kami sebenarnya sudah mengantongi beberapa dokumen historis terkait lahan yang saat ini dijadikan Lapangan Besar Cilongok. Namun masih ada bukti-bukti tambahan yang akan kami gunakan dalam proses hukum, termasuk untuk menggugat perangkat desa seperti kepala desa, sekretaris desa, kaur kesra, hingga kaur perencanaan,” ujar Ananto Widagdo, SH, SPd, Ketua Tim Kuasa Hukum ahli waris.

Ananto menekankan, langkah hukum ini merupakan upaya untuk mengembalikan hak atas tanah yang diduga telah dikuasai tanpa prosedur dan dasar hukum yang sah.

“Hal pertama yang kami pertanyakan adalah asal-usul munculnya Leter C atas nama Pemerintah Desa Cilongok, yang konon didasarkan pada buku tanah. Jika buku tanah tersebut tidak ada, hilang, atau bahkan dihilangkan, maka itu sudah merupakan temuan penting. Kami juga akan menelusuri keberadaan buku inventaris aset desa yang semestinya dapat diperlihatkan secara terbuka,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atas tanah tersebut baru diterbitkan pada tahun 2023.

“Dari penelusuran kami, SPPT itu muncul karena pernah ada pendataan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang kini kewenangannya sudah diserahkan ke Bapenda,” tambah Ananto.

Gugatan ini, menurutnya, bukan hanya soal kepemilikan fisik tanah, tetapi juga soal keadilan sejarah dan transparansi administrasi aset desa.

Sementara itu ahli waris lainya, Ghofur mengatakan, apa yang dilakukan oleh pihak desa yang telah melakukan sertifikasi atas tanah lapangan yang selama ini masih dalam sengketa, itu merupakan perbuatan yang tidak beretika.

“Apalagi jika kemudian dalam pembuatan sertifikat tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, maka kami sepakat untuk menempuh jalur hukum. Ini tentang hak kami sebagai warga negara yang harus dilindungi oleh pemerintah atas tindakan yang tidak sesuai norma dan etika hukum,” tegas Ghofur.

Diberitakan sebelumnya, Status kepemilikan Lapangan Besar Cilongok kembali menjadi sorotan tajam. Pemerintah Desa (Pemdes) Cilongok, Kecamatan Cilongok, kini mengklaim lahan tersebut sebagai aset desa dan telah mengantongi sertifikat resmi. Dokumen ini bahkan telah disampaikan dalam rapat kepala desa se-Kecamatan Cilongok pada Jumat malam, 10 Juli 2025.

Namun, klaim Pemdes langsung dibantah keras oleh pihak ahli waris. Angga Saputra, salah satu perwakilan ahli waris, menyatakan keberatan dan menuntut penjelasan rinci mengenai dasar hukum sertifikasi tanah tersebut.

“Kami mendengar dalam forum antar kepala desa, Pemdes hanya menyampaikan sertifikasi dilakukan untuk mengamankan aset. Jika dasar sertifikasi hanya berdasarkan letter C yang tidak jelas asal-usulnya, padahal tanah itu dulunya direbut secara paksa dari kakek saya dan enam pemilik lainnya, maka ini sudah termasuk perbuatan melawan hukum,” tegas Angga.

Kronologi Versi Ahli Waris: Klaim Perampasan Tanah Era 1960-an

Angga menjelaskan, sekitar 1965–1967, pemerintah melalui kecamatan diduga meminta sejumlah warga menyerahkan lahan mereka yang berada di pinggir jalan raya Cilongok–Ajibarang. Lahan seluas lebih dari 1,1 hektare ini, yang semula merupakan tanah produktif untuk berkebun, dimiliki oleh tujuh orang, termasuk kakek Angga.

Menurut keterangan ahli waris, saat itu tidak ada transaksi jual beli tanah. Pemerintah hanya meminta agar tanah diserahkan untuk dikelola negara dengan sistem sewa, bukan kepemilikan. Sebagai kompensasi, warga hanya menerima ganti rugi atas tanaman di atas lahan, bukan atas
tanahnya.

“Permintaan itu disertai tekanan dan intimidasi, sehingga para pemilik akhirnya pasrah dan ‘mengikhlaskan’ tanah mereka digunakan untuk pembangunan lapangan sepak bola,” imbuh Angga.

Setelah lahan dikosongkan, pemerintah kemudian meminta seluruh desa di Kecamatan Cilongok mengirimkan tenaga kerja sukarela untuk membabat dan menyiapkan lahan tersebut sebagai lapangan.

Terkait polemik status kepemilikan Lapangan Besar Cilongok, Kepala Desa Cilongok, Waluyo menyampaikan bahwa langkah Pemerintah Desa Cilongok hanya dimaksudkan sebagai bentuk pengamanan aset. (Angga Saputra)

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Ketua Umum dan Pengurus IKAFU 2025-2029 Dilantik

Selanjutnya

Pemalsuan Gula Merah di Banyumas, Kejahatan Pangan yang Terus Dibiarkan

Selanjutnya
Pemalsuan Gula Merah di Banyumas, Kejahatan Pangan yang Terus Dibiarkan

Pemalsuan Gula Merah di Banyumas, Kejahatan Pangan yang Terus Dibiarkan

Bupati Banyumas: Proses Tukar Guling Tanah Karangrau Menunggu Arahan Gubernur

Bupati Banyumas: Proses Tukar Guling Tanah Karangrau Menunggu Arahan Gubernur

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com