Jakarta – Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko merasa tak puas dengan jawaban Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana soal tes wawasan kebangsaan (TWK).
Alih-alih menjawab pertanyaan Sujanarko, Bima justru menyindir usia Sujanarko yang tak lagi memenuhi syarat menjadi aparatur sipil negara (ASN).
“Pertanyaan saya belum terjawab, berapa persen validitas dan reliabilitas tes semacam ini? Kalau menurut saya, standar dengan tiga jenis tes ini tidak lebih dari 50 persen,” kata Sujanarko lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (28/5).
Sujanarko menilai Bima hanya berlindung di balik Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Bima enggan membeberkan alasan penggunaan format TWK dengan alasan tak diatur dalam undang-undang itu.
Sujanarko menegaskan perlu tahu informasi itu. Mereka perlu tahu kenapa dinyatakan “merah” dalam tes tersebut.
“Kalau BKN mau disebut lembaga yang profesional, harus mau memberikan seluruh data proses TWK untuk dipelajari asesinya,” ujarnya.
Dia berpendapat proses asesmen seperti TWK seharusnya menyediakan mekanisme banding. Peserta ujian, kata dia, seharusnya diberi hak untuk banding hasil maupun perlakuan asesor selama ujian.
“BKN dalam hal ini penyelenggara asesmen harus menindaklanjuti proses-proses banding terhadap asesmen ini dengan adil, bukan malah menutup-nutupi yang kita ragukan akuntabilitas asesornya,” ucap Sujanarko.
Sebelumnya, Sujanarko menantang Kepala BKN Bima Harya untuk perang terbuka. Dia merasa kecewa dengan langkah BKN mengabaukan sejumlah prosedur dalam TWK KPK.
Sujanarko menyebut ada enam komponen dalam tes, yaitu wawancara, tes tertulis, esai,role play, FGD, dan presentasi. Menurutnya, BKN hanya menggunakan tiga di antaranya, yaitu wawancara, tes tertulis, dan esai.
Pernyataan itu dibantah Bima. Dia berkata enam komponen yanv disebutkan Sujanarko untuk tes kenaikan pangkat, bukan TWK.
Bima langsung menyerang balik Sujanarko. Dia menyebut Sujanarko tak memenuhi syarat menjadi ASN karena usianya sudah melampaui batas.
“Berdasarkan data, Pak Koko juga sudah memasuki batas usia pensiun, tidak bisa jadi ASN,” kata Bima kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/5). (dhf/gil)