INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

Senjakala Produksi Kedelai Tanah Air

Wahyu Riyono SH MM

Minggu, 12 November 2023

Pemerintah Melarang Petani Memproduksi Kedelai Transgenik, Tapi  Pemerintah Mengijinkan Impor Kedelai Transgenik

Suatu kebijakan yang berstrandar ganda yang justru berdampak pada makin merosotnya produksi kedelai dalam negeri.

Kondisi yang dapat (baca : sudah) mengancam Kedaulatan Pangan sektor kedelai.

Kedelai Transgenik atau Genetically Modified Organism (GMO) adalah kedelai Produk Rekayasa Genetik (PRG) yang telah dirubah material genetiknya (DNA) secara sengaja, bukan secara alamiah yaitu dengan menyisipkan gen dari organisme lain untuk menghasilkan kedelai yang diinginkan, seperti produktivitas tinggi, tahan hama dan herbisida serta memiliki umur simpan yang panjang.

Saat ini di Indonesia banyak penolakan terhadap kedelai Transgenik, terutama berkaitan dengan dampak kesehatan seperti alergi, kenaikan resistensi antibiotik dan dampak kesehatan lainnya. Namun tanpa disadari mereka mengkonsumsi tahu tempe dari Kedelai Transgenik.

Data tahun 2022 tercatat impor kedelai mencapai 85% dari total kebutuhan nasional dan mayoritas kedelai impor (lebih dari 70%) adalah kedelai Transgenik. Dari total konsumsi kedelai nasional, sekitar 87% untuk industri tahu tempe.

Menurut penuturan produsen tahu tempe, kedelai impor memang memiliki beberapa keunggulan yaitu bentuknya relatif besar dan seragam, mudah mengembang, kulit ari mudah mengelupas, bersih, kering (tidak berjamur), tahu tempe yang dihasilkan lebih tahan lama. Produk kedelai juga lebih mudah di dapat di pasaran dan harganya yang seringkali lebih murah daripada kedelai lokal.

Selain itu, umur simpan kedelai impor transgenik lebih lama dari pada kedelai lokal. Kedelai transgenik dapat disimpan lebih dari satu tahun, sedangkan kedelai lokal umumnya hanya bertahan 3 bulanan. Kedelai transgenik mengandung gen phosphinothricin acetyltransferase (PAT) yang juga berfungsi sebagai pengawet. Sedangkan kedelai lokal pada umumnya kurang memperhatikan treatment pasca panen. Kedelai yang seharusnya dikeringkan sempurna (sebagai pengawet alami) terlebih dahulu sebelum dijual, seringkali petani menjual lebih cepat dimana kadar air kedelai masih cukup tinggi.

Produsen utama kedelai Transgenik adalah Amerika Serikat, Kanada, Brasil dan Argentina. Amerika Serikat meskipun produsen terbesar kedelai Transgenik, dalam hal konsumsi kedelai Transgenik sampai saat ini masih kontroversi.

Di Uni Eropa, kedelai Transgenik dilarang di produksi namun mereka juga sampai saat ini Konsisten melarang impor kedelai Transgenik.

China merupakan negara pengimpor kedelai terbesar di dunia. Negara ini melarang produksi kedelai Transgenik, tapi mengimpor kedelai Transgenik untuk keperluan non konsumsi manusia langsung, yaitu untuk bahan pakan (terutama babi) dan minyak kedelai.

Indonesia adalah negara pengimpor kedelai terbesar kedua di dunia. Di negeri ini petani “diharamkan” menanam benih Kedelai Transgenik, tapi disisi lain masyarakatnya “dihalalkan” untuk memperdagangkan dan mengkonsumsi kedelai impor Transgenik.

Involusi Usaha Tani Kedelai

Di Indonesia, kedelai merupakan tanaman palawija (tanaman kedua) yang umumnya ditanam sebagai rotasi tanaman utama (padi).

Tanaman kedelai selain memberikan kebutuhan protein nabati bagi masyarakat, penanaman kedelai memberikan keuntungan kepada petani antara lain yaitu menyuburkan tanah. Tanaman kedelai memiliki kemampuan mengikat nitrogen sehingga dapat meningkatkan unsur hara nitrogen dalam tanah.

Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai pada tahun 1992. Saat itu produksi kedelai nasional mencapai 1,8 juta ton. Namun dari tahun ke tahun produksi nasional terus menurun sedangkan konsumsi terus meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk.

Pada tahun 2022 konsumsi dalam negeri mencapi 2,62 juta ton sedangkan produksi dalam negeri hanya 302 ribu ton sehingga kekurangannya harus impor sekitar 2,32 juta ton yang sekitar 80% berasal dari Amerika Serikat.

Total impor kedelai yang hampir mencapai 90% dari total kebutuhan nasional ini membahayakan kedaulatan pangan serta gejolak sosial dan ekonomi mengingat produk turunan dari kedelai mayoritas merupakan “pangan rakyat” dan banyak melibatkan industri kecil.

Sebagai misal, mendoan tempe adalah makanan khas Banyumas. Mendoan tempe sebagai pangan rakyat tapi tidak bisa disebut lagi pangan lokal, karena sebagian besar bahan baku kedelainya telah bergeser bukan lagi kedelai lokal tapi kedelai impor dari Amerika Serikat.

Di Banyumas, kedelai termasuk jenis “pala gumantung” (buahnya menggantung). Dalam tradisi Begalan pada pernikahan adat Banyumasan, pala gumantung dimaknai agar rumah tangga dapat mandiri atau tidak tergantung pada orang lain. Namun ironisnya saat ini justru komoditas kedelai Banyumas khususnya dan Tanah air pada umumnya sangat tergantung bangsa lain.

Dalam pandangan petani, usaha tani kedelai adalah usaha tani yang kurang menguntungkan, sehingga mereka enggan menanam kedelai dan memilih memanfaatkan lahannya untuk usaha tani lainnya yang lebih menguntungkan seperti padi atau jagung.

Gagasan Menciptakan Kembali Swasembada Kedelai

Upaya meningkatkan produksi kedelai nasional akan efektif manakala usaha tani kedelai memberikan keuntungan yang layak bagi petani atau pelaku usaha pertanian kedelai. Keuntungan usaha tani diperoleh dari pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya. Sedangkan pendapatan adalah fungsi dari kuantitas produksi dan harga yang diterima petani.

Upaya menaikkan harga yang diterima petani terbentur pada daya beli dan harga pesaing terutama harga dari kedelai impor. Artinya jika produk kedelai lokal diserap pasar maka harga pasarnya harus sebanding dengan kedelai impor.

Namun jika harga pasar kedelai lokal sebanding dengan kedelai impor, maka usaha tani kedelai keuntungannya tipis atau bahkan tidak menguntungkan karena saat ini produktivitas lahan kedelai di Indonesia hanya sekitar 1,5 – 2 ton per hektar dan umumnya petani kecil/gurem. Jauh dibawah produktivitas negara importir yang rata-rata 3 ton per hektar dan umumnya petani skala besar.

Strategi yang dapat diambil adalah meningkatkan kuantitas hasil panen kedelai atau produktivitas lahan minimal 3 ton per hektar dengan beberapa langkah :

1. Mengijinkan Penggunaan Benih Kedelai Transgenik (GMO For Food)

Sebenarnya ada dua kebijakan yang adil tentang kedelai Transgenik yaitu yang pertama, jika Pemerintah melarang penanaman kedelai Transgenik maka seharusnya konsumsi untuk bahan pangan juga dilarang. Kedua, jika Pemerintah membolehkan impor kedelai transgenik untuk konsumsi manusia, seharusnya produksi pertanian dari benih kedelai transgenik juga diperbolehkan.

Jika opsi kebijakan pertama diterapkan maka harga kedelai akan melambung tinggi di pasaran karena terjadi kelangkaan dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial dan ekonomi serta tutupnya banyak industri tahu tempe dan industri turunannya.

Kebijakan kedua lebih realistis dan dalam kenyataannya impor kedelai Transgenik telah lama diperbolehkan. Tentu saja jenis benih kedelai Transgenik yang diijinkan adalah kedelai Transgenik untuk bahan pangan atau GMO for food yang lebih aman bagi kesehatan manusia dan dari sumber gen yang terbukti halal.

Dengan diijinkannya petani menanam benih kedelai transgenik, memungkinkan untuk meningkatkan produksi dan daya saing petani kedelai tanah air. Sehingga ketergantungan kepada kedelai impor dapat dikurangi.

Pemerintah perlu membuat regulasi dalam mengijinkan penggunaan benih kedelai transgenik yang telah terbukti halal, aman bagi manusia dan lingkungan hidup. Aturan yang perlu dibuat juga memuat kewajiban memberi label kepada produk kedelai transgenik dan larangan mencampur atau mengoplos kedelai transgenik dengan kedelai lokal.

2. Aplikasi Teknologi Rekayasa Fotosintesis

Saat ini produktivitas kedelai lokal sekitar 1,5 – 2 ton/ha. Sedangkan produktivitas kedelai negara-negara sub-tropis dan negara tropis yang mendekati sub-tropis antara 3 – 4 ton/ha. Faktor yang mempengaruhi produktivitas selain masalah benih dan teknik budidaya adalah faktor panjang hari atau lama penyinaran matahari untuk fotosintesis (photoperiod) pada saat pembungaan.

Untuk mencapai Produktivitas tinggi tanaman kedelai membutuhkan panjang hari pada saat pembungaan antara 13 – 14 jam. Sementara panjang hari di Indonesia umumnya relatif konstan sekitar 12 jam saja. Sehingga secara produktivitas kalah dengan negara-negara subtropis terutama pada musim semi – panas.

Namun saat ini sudah berkembang teknologi rekayasa fotosintesis, yaitu teknologi untuk meningkatkan pigmen fotosintesis pada daun (klorofil, karotenoid) sehingga daun mampu menyerap energi cahaya matahari lebih banyak. Jadi, meskipun panjang hari 12 jam tapi kemampuan fotosintesisnya setara 13 – 14 jam.

Dengan upaya meningkatkan produktivitas lahan yaitu dengan penggunaan benih kedelai transgenik, teknik budidaya yang baik dan penerapan teknologi rekayasa fotosintesis, maka sangat terbuka kemungkinan produktivitas kedelai mencapai 3,5 – 4 ton/ha.

3. Menaikkan Skala Usaha Tani Dan Mekanisasi Pertanian.

Tujuan langkah ini adalah untuk meningkatkan efisiensi usaha tani kedelai atau meningkatkan produktivitas tenaga kerja (petani).

Selain problem produktivitas lahan kedelai yang rendah, petani kedelai Indonesia daya saingnya rendah disebabkan karena luas lahan garapan rata-rata gurem/kecil.

Rata-rata penguasaan lahan petani di Indonesia adalah 0,3 Ha, jauh dibandingkan negara Amerika Serikat, Brasil dan Argentina yang diatas 100 Ha/petani. Bahkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara juga masih kalah. Misalnya Thailand 3 Ha/petani dan Vietnam 1,8 Ha/petani.

Usaha tani gurem (< 0,5 Ha) dan kecil (0,5 – 1 Ha) menyebabkan biaya usaha tani per unitnya menjadi tinggi. Semakin luas lahan garapan akan semakin efisien.

Petani gurem dan kecil perlu didorong secara bertahap menjadi petani kelas menengah (minimal 1 Ha) dengan cara konsolidasi lahan hingga minimal hamparan 1 hektar untuk digarap 1 petani (keluarga petani). Pemilik lahan yang tidak menggarap lahannya menerima hak bagi hasil panen atas saham lahan yang digarap sesuai kesepakatan sebelumnya.

Langkah selanjutnya setelah konsolidasi lahan adalah penggunaan teknologi mekanisasi pertanian yang lebih modern agar petani bisa bekerja lebih cepat, lebih mudah dan lebih efisien sehingga keuntungan usaha tani kedelai meningkat.

Penulis :

Alumni Program Magister Manajemen Agribisnis Unsoed Purwokerto dan Program Doktor Ekonomi Pertanian UB Malang.

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Demi Mempercepat Masuknya Beras Impor, Pelindo Buka Layanan Bongkar Muat 24 Jam Non Stop

Selanjutnya

Pengemudi Calya Jadi Tersangka Usai Tabrak Pedagang Hingga Tewas

Selanjutnya

Pengemudi Calya Jadi Tersangka Usai Tabrak Pedagang Hingga Tewas

Pemerintah Umumkan UMP 2024 Naik, Buruh : Kebohongan Publik

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com