Bukan Numpang Lewat, Selalu Hadir Mengejutkan
Saya tegas menempatkan Radiohead sebagai tulisan ke-4 dalam rubrik indie musik. Meski urutan sama sekali bukan sebuah penilaian. Ada banyak pertanyaan selama ini bagi para penggemar musik, kenapa Radiohead menjadi fenomenal?
Sempat Diramal Band ‘Numpang Lewat’
Ketika lanskap musik berubah dimulai dari kehadiran Album Nevermind milik Nirvana Tahun 1992, alunan musik dengan sound khas dari Seatle yang kita kenal dengan Seatlesound lalu disebut sebagai Grunge, Radiohead muncul setahun kemudian. Album pertama mereka, Poble Honey diluncurkan Tahun 1993 yang kemudian menjadi album medioker. Lagu ‘creep’ boleh dibilang karya yang membuat mereka bisa dikenal luas. Tapi, jelas, Creep jauh dari cukup. Creep hanya seperti anthem introvert patah hati yang bakalan hilang begitu saja.
Dua tahun kemudian, mereka kembali memproduksi Album. The Bend, seolah jawaban dari band beranggotakan Thom Yorke (vokal utama, rhythm gitar, piano), Jonny Greenwood (lead gitar, keyboard, modular synthesizer, Ondes Martenot, glockenspiel, dan lain-lain), Ed O’Brien (gitar, vokal, perkusi tambahan), Colin Greenwood (gitar bass, synthesizer) dan Phil Selway (drum, perkusi), atas kritik terhadap mereka. Bisa dibilang, isi materi The Bend secara drastis menunjukkan Radiohead bukanlah band kacangan apalagi poser dari gelombang musik alternatif lala itu.
Jika anda sudah mendengar seluruh materi lagu The Bend, terdengar riff-riff gitar Jonny Greenwood dan Ed O’brien jelas riff dengan progresi chord yang tak tertebak. Sebut saja single My Iron Lung yang unpredictable, Just yang berisi riff-riff provokatif, High & Dry ballads yang everlasting, Fake Plastic Trees yang simpel namun berisikan lirik yang kuat. So, wajar kalau The Bends layak mendapatkan apresiasi yang bagus dari kritikus dan penikmat musik.
Thom dan personel lain, lalu mulai lebih bereksplorasi pada album berikutnya. Saya jelas mengamini dari banyak penilaian para kririkus bahwa album inilah masterpiece mereka, OK Computer yang dirilis Tahun 1997. Dalam album inilah Radiohead banyak bereksplorasi menggunakan sound-sound unik guna menciptakan ambiens futuristik tanpa meninggalkan akar musik rock mereka. Di saat band-band lain sedang asyik-asyiknya bermain musik alternatif, Radiohead sudah berinovasi selangkah lebih dulu. Sebut saja single Paranoid Android yang eksploratif, Karma Police yang magis, No Suprises yang menenangkan dan materi lagu lain.
Karya Jenius Yang Sulit Ditebak
Usai OK Computer, Radiohead tak mau stop bikin kejutan. Tepat pada tahun 2000, mereka merilis Kid A. Dalam album ini, kita benar-benar yakin Radiohead memang layak disebut sebagai band fenomenal dan futuristik. Dari materi Kid A, Saya bisa mendengar kecenderungan mereka untuk banyak menggunakan sound-sound elektronik synthesizer dengan looping drum dimana-mana. Bisa jadi, karena saat rilis Kid A bersamaan dengan euforia milenium baru, dimana musik elektronik mulai berkembang. Kid A membawa kita untuk tertegun kagum mendengar Optimistic, Idioteque, atau Everything In Its Right Place. Single yang terakhir, misalnya, menjadi eksperimental Radiohead dan berhasil membawa Saya menjadi sadar jika elektronik musik ternyata bisa dibuat dengan cara yang luar biasa ampuh.
Setahun kemudian, Amnesiac (2001) rilis. Seperti sekuel untuk Kid A, karena memang secara resmi mereka memberi tahu kalau materi dalam album ini adalah materi-materi yang mereka kumpulkan untuk Kid A, hanya saja displit menjadi dua agar tidak terlalu padat.
Tahun 2003, mereka merilis Hail to the Thief. Di sini, mereka tampaknya mau mencoba kembali ke akar musik rock mereka dengan masih sedikit mempertahankan nuansa elektroniknya. Bisa ditebak, album ini mirip dengan OK Computer meski agak kehilangan greget. Namun, Hail to the Thief tetap menjadi album penting pada saat itu. Sebut saja single There There, Go To Sleep atau 2+2=5.
Album Hail to the Thief merupakan album terakhir mereka di bawah naungan EMI. Setelah perilisan, mereka memutuskan untuk hiatus sejenak untuk merefresh ide, merancang karya selanjutnya.
Barulah pada tahun 2007, In Rainbows rilis. Pada album ketujuh ini, dimana kerap menjadi sebuah masa bagi sebuah band kerapkali menunjukkan degradasi karakteristiknya, eh Radiohead ternyata masih menggila. Dari sisi musikalitas, efek distorsi pada gitar telah mereka kurangi. Mereka mengeksplorasi suara-suara string dan synthesizer. Dan ini lagi-lagi adalah langkah yang tak bisa ditebak ketika mereka bertransformasi dalam bentuk rilisan album. Dengarlah Jigsaw Falling into Places, House of Cards, atau pada All I Need. Juga hampir pada seluruh materi yang terkandung dalam In Rainbow.
Usai jeda 4 tahun, The King of Limbs merupakan album antiklimaks dari kesuksesan In Rainbows. Banyak looping drum ganjil nan terdengar, serta aransemen yang mereka buat menjadi terdengar lain dalam The King Of Limb. Alhasil, hanya single Lotus Flower yang banyak di-notice, dan itu konon karena video klipnya yang memang nyeleneh. Lalu, mereka seperti hiatus kembali. Entah karena proyek masing-masing personel, atau faktor lain.
Mereka kembali lagi dengan merilis A Moon Shaped Pool yang otomatis dinantikan fans, 2016 lalu. Album ini kian mendewasakan mereka secara musikalitas. Dibuka dengan single Burn the Witch yang eksplosif, lalu Daydreaming yang menjadi anthem merenung yang sangat sangat sinematik. Mereka juga menyelipkan single True Love Waits yang sudah mereka ciptakan sejak tahun 1995. Thom dan lainnya juga sedikit mengurangi suara synthesizer dan sound-sound unik mereka.
Fenomena Creep
Rasanya agak jengkel sekali kalau ditanya tentang Radiohead, pasti kebanyakan orang akan mengarah ke lagu Creep. Padahal Creep, bagi para fans setia Radiohead, dianggap bukanlah lagu terbaik mereka. Bahkan, banyak beredar cerita, di kalangan penggemar Radiohead di luar sana, Creep sudah jadi meme dan bahan candaan di antara mereka. They don’t take this song too seriously. Bahkan album yang menaungi lagu ini sekaligus album debut Radiohead, Pablo Honey, kebanyakan kurang begitu disukai oleh mereka.
Memang, Creep melegenda. Tapi, dibalik kesuksesan lagu itu, ternyata ada beberapa personel Radiohead yang enggak menyukainya. Thom Yorke, konon selalu menolak memasukkan lagu itu ke dalam list saat mereka live konser. Nah, puncaknya, saat Radiohead konser di Montreal, Kanada, Yorke membatalkan permintaan penggemar untuk memainkan lagu Creep dengan mencerca penonton dan mengatakan “F*ck Off, we’re tired of it”. Wow, Yorke!
Tapi ternyata bukan cuma Yorke, Jonny Greenwood juga mengaku secara blak-blakan kalo dirinya enggak suka sama lagu ini selama proses rekaman. Bahkan, ia pernah mencoba menyabotase lagu dengan memainkan gitar dengan sangat keras. Contohnya ‘My Iron Lung’ yang dirilis pada 1994, mempertegas Radiohead sudah ingin move on dari ‘Creep’.
‘This is our new song, Just like the last one, A total waste of time, My iron lung.’ Itulah penggalan dari lirik my Iron Lung. Tapi, kini Radiohead harus terus memasukkan lagu tersebut dalam daftar lagu di konsernya. Ya, apapun, Creep menjadi lagu yang begitu populer bahkan menurut saya cukup berjasa bagi Radiohead.
Dengan bising obrolan yang sedemikian kencang dari mereka yang mendengar lagu ini ditahun awal kemunculannya, Creep tentu menenteng banyak efek samping, entah itu positif atau negatif. Namun buat saya, lagu ini seakan menciptakan firasat, ia bakal bertahan cukup lama di bumi ini.
Entah bagaimana cara mereka membuatnya, tapi Creep sangat potensial untuk membangun legacy yang panjang di alam bebunyian. Bahkan, bisa saja lagu ini akan mengikuti jejak Bohemian Rhapsody atau Stairway to Heaven yang sudah lebih dulu dinisbahkan sebagai bagian dari sekelumit tembang yang tetap akan berkuasa sampai kiamat nanti.
(Angga Saputra)
Pejuang Media & Demen Musik