Bali, indiebanyumas -Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan pejabat Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Bali, diketahui memperoleh hasil uang haram tersebut dengan nilai yang cukup fantastis.
Dari hasil praktek lancung itu, dalam sehari saja dirinya mampu meraup hasil Rp 5 sampai 6 juta.
Dilansir laman detikNews, Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai Hariyo Seto diduga mencatut uang dari setiap orang atau wisatawan asing yang memanfaatkan kemudahan dan kecepatan proses pemeriksaan imigrasi melalui jalur fast track atau jalur cepat.
Hariyo menerima imbalan Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu per orang. Jika dihitung dalam sehari, uang hasil pungutan tak resmi itu Hariyo diduga kuat mengantongi Rp 5 juta hingga Rp 6 juta.
“Rata-rata setiap hari (Hariyo mendapat uang hasil pungutan fast track) Rp 5 juta sampai Rp 6 juta. Hasil pemeriksaan kami, (pungutan liar) itu diduga sudah dilakukan dalam kurun waktu sekira dua bulan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Bali Putu Eka Sabana di kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Kamis (16/11/2023).
Eka mengungkapkan, Hariyo adalah otak dari perbuatan tak terpuji itu. Dia mendapat setoran uang dari anak buah yang menerima imbalan dari segelintir orang atau wisatawan asing yang ingin memanfaatkan kemudahaan proses pemeriksaan imigrasi melalui jalur fast track.
Orang atau wisatawan asing yang ingin memanfaatkan kemudahan fast track itu memberi imbalan uang sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Mereka memberikan imbalan langsung secara tunai ke anak buah Hariyo, yang lalu disetorkan kepadanya.
Eka menyebut empat orang yang turut diamankan bersama Hariyo itu masih berstatus saksi.
“Jadi yang kami amankan kemarin itu yang ada di sana. Tidak semua dari empat orang itu menerima uang. Mereka yang waktu itu bertugas di sana. Nah, satu orang kami tetapkan tersangka, sementara empat lainnya statusnya masih saksi,” kata Eka.
Sebelumnya diberitakan, Kejati Bali menangkap Hariyo dan empat petugas Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Selasa (14/11/2023). Mereka ditangkap karena diduga melakukan pungli di jalur fast track untuk WNA di bandara.
Jalur itu merupakan layanan yang diprioritaskan untuk orang lanjut usia, ibu hamil, ibu menyusui, dan pekerja migran Indonesia (PMI). Tujuannya untuk memecah antrean di loket imigrasi bandara. Tidak dipungut biaya untuk layanan tersebut.
Jaksa menyita uang sekitar Rp 100 juta dalam operasi itu. Hariyo yang menjadi tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 huruf b juncto Pasal 64 KUHP. Dia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. (aga)