INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

Potret Pilu Kesenjangan di Banyumas: Lansia Miskin di Gubuk Reyot Kontras dengan Tunjangan Fantastis DPRD

Potret Pilu Kesenjangan di Banyumas: Lansia Miskin di Gubuk Reyot Kontras dengan Tunjangan Fantastis DPRD

Ngadiyem dan Ngatimin, berteduh di rumahnya yang tak layak huni di tengah guyuran negara memberikan tunjangan perumahan untuk wakil rakyat bernilai puluhan juta tiap bulannya. (Istimewanya)

Kamis, 2 Oktober 2025

Di sudut Desa Bangsa, Kecamatan Kebasen, berdiri sebuah gubug nyaris roboh yang masih dihuni dua lansia kakak-beradik, Ngadiyem dan Tukimin. Dindingnya dari papan bekas dan anyaman bambu rapuh, lantainya tanah, sementara atap seng berkarat penuh lubang membiarkan hujan masuk tanpa halangan. Dari dapur kecilnya, tak tercium aroma masakan, hanya kayu bakar lembap yang tersisa.

Tujuh tahun sudah Ngadiyem dan Tukimin bertahan di bangunan reyot itu. Tukimin yang sakit-sakitan hanya bisa berbaring, sedangkan Ngadiyem dengan tubuh renta berusaha merawat kakaknya semampunya. Tanpa pekerjaan, tanpa penghasilan, bahkan tanpa tanah milik, mereka hidup dalam keterbatasan.

Ironi mencuat ketika publik tengah memperbincangkan besarnya tunjangan perumahan DPRD Banyumas: Rp42,6 juta untuk Ketua DPRD, Rp34,6 juta untuk wakil ketua, dan Rp23,6 juta untuk tiap anggota dewan per bulan. Sementara di pelosok desa, dua warga miskin justru tinggal di rumah yang tak memenuhi syarat sebagai tempat tinggal.

Kabar pilu itu diungkapkan Teguh Sutino, warga setempat, yang pada Rabu (1/10/2025) memotret gubug Ngadiyem lalu membagikannya ke grup percakapan mantan pengawas pemilu.

“Di gubug ini ada dua orang penghuni. Tanpa pekerjaan karena mereka orang berkebutuhan khusus. Seolah tidak ada yang peduli, bertahun-tahun tidak ada perubahan,” tulis Teguh.

Menurut Teguh, kasus serupa juga terjadi di desa tetangga, seperti di Desa Kaliwedi, Kebasen, di mana seorang lansia hidup sendiri di rumah tak layak huni.

Bangkit Ari Sasongko, aktivis Forum Banyumas Bersuara, menyebut kondisi Ngadiyem dan Tukimin sebagai paradoks yang menampar nurani.

“Yang justru perlu mendapatkan ‘tunjangan perumahan’ adalah mereka yang tinggal di RTLH seperti Bu Ngadiyem,” ujarnya.

Ia menambahkan, situasi ini seharusnya menjadi kritik sosial bagi wakil rakyat yang menikmati tunjangan puluhan juta rupiah setiap bulan.

Pemerintah Kabupaten Banyumas memang tengah mengevaluasi besarnya tunjangan perumahan DPRD setelah menuai kritik publik. Namun, bagi Ngadiyem dan Tukimin, evaluasi itu terasa jauh. Yang mereka butuhkan sederhana: atap yang tak bocor, lantai yang aman dipijak, serta dapur yang mampu menghangatkan tubuh di usia senja.

Gubug reyot di Desa Bangsa kini menjadi simbol ironi: jurang kesejahteraan antara rakyat dan wakilnya yang kian lebar. Di satu sisi, angka tunjangan mengalir deras. Di sisi lain, dua lansia renta masih berjuang melewati hari-hari di rumah hampir roboh.

(Tim Redaksi)

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Bupati : Appraisal Ulang Jadi Solusi Polemik Perumahan Dewan di Banyumas

Selanjutnya

Ibu Muda Mengadu ke Klinik Peradi SAI: Lima Anak Tak Dapat Nafkah dari Ayah Kandung

Selanjutnya
Ibu Muda Mengadu ke Klinik Peradi SAI: Lima Anak Tak Dapat Nafkah dari Ayah Kandung

Ibu Muda Mengadu ke Klinik Peradi SAI: Lima Anak Tak Dapat Nafkah dari Ayah Kandung

Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto Terima Aduan Warga Wonosobo soal Penagihan Kredit

Klinik Hukum Peradi SAI Purwokerto Terima Aduan Warga Wonosobo soal Penagihan Kredit

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com