PURBALINGGA – Kapolres Purbalingga AKBP Fannky Ani Sugiharto diprapaperadilankan di Pengadilan Negeri (PN) Purbalingga terkait penetapan Rinah Supriyono (49) warga Desa Bodas Karangjati, Kecamatan Rembang sebagai tersangka aborsi oleh Unit PPA Satreskrim Polres Purbalingga.
Praperdilan dilayangkan oleh keluarga tersangka melalui kuasa hukum Ananto Widagdo. Hal itu dilakukan karena keluarga tersangka menilai ada kejanggalan dalam prosedur penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
Kasus ini bermula saat Rinah menemukan segumpal daging sebesar koin di hutan tak jauh dari rumahnya pad Sabtu, 26 September 2020. Menurut anaknya, Nur Alifah, gumpalan daging itu lalu dibawa pulang karena menurut kepercayaan orang dulu, akan melancarkan rezeki. Dia tidak tahu apakah itu janin bayi atau bangkai janin hewan.
“Daging itu kemudian dirawat, dimandikan oleh dukun bayi dikuburkan oleh pemuka agama dan didoakan sesuai syariat Islam. Bahkan sempat diberi nama,” kata Alifah kepada wartawan di Balai Wartawan, Senin (29/3).
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba polisi dari Polsek Rembang datang ke rumah Rinah. Lalu mengajaknya ke lokasi penemuan daging yang diduga janin itu. Janin itu juga diambil di pekuburan. Rina dimintai KTP oleh polisi dengan alasan untuk membuat Laporan Polisi. Dia juga diminta memberikan baju yang dikenakan saat menemukan daging tersebut.
“Ibu juga diminta datang ke Polres, katanya untuk BAP (Berita Acara Penyidikan). Bukannya ke Polres tapi malah dibawa ke RS Ummu Hani (RS bayi dan anak) diminta untuk USG. Hasilnya ibu saya negatif belum pernah keguguran,” lanjut Alifah yang juga anggota polisi Polsek Rembang ini.
Ibunya, lanjut Alifah, sempat dibujuk oleh anggota Unit PPA untuk operasi pembersihan rahim hingga lima kali. Alasannya di rahimnya ada gumpalan yang membahayakan. Tapi ditolak oleh Rinah. Akhirnya ibunya bersedia setelah dibujuk oleh anaknya.
“Kata Unit PPA, urusan polres sudah selesai. Tapi hasil operasinya tidak diperlihatkan.
Kemudian dari Dokkes (Unit Kedokteran dan Kesehatan Polres Purbalingga) ibu saya ambil darahnya tapi tidak diberi tahu untuk apa,” lanjutnya.
Pada 5 Oktober penyidik melakukan berita acara pemeriksaan (BAP). Namun, Rinah tidak pernah mendapat surat panggilan. Kemudian pada 20 Januari, Rinah mendapat surat panggilan. 21 Januari ditunjukkan hasil DNA tapi dia tidak pernah mendapat pemberitahuan tes DNA.
Tersangka sempat menanyakan ke rumah sakit dan dokter mengatakan, yang dialami adalah penebalan dinding rahim karena faktor usia menopouse. Tidak ada riwayat melahirkan atau keguguran.
Pada 4 Februari lalu, Rinah dipanggil ke Polres untuk menjadi saksi, karena sakit dia bisa datang pada 8 Februari. Ternyata dalam BAP, Rinah ditetapkan sebagai tersangka melanggar UU Perlindungan Anak karena menggugurkan janin. Dia mulai ditahan sejak 22 Maret.
Merasa janggal dengan proses hukum itu, keluarga didampingi kuasa hukum, Ananto Widagdo mengajukan upaya gelar perkara ulang ke Mabes Polri. Namun hal itu gugur karena perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.
Mereka lalu melakukan gugatan praperadilan ke PN Purbalingga. Permohonan pada 12 Maret, namun sidang baru dilakukan pada 29 Maret. Padahal menurut KUHAP, praperadilan harus sudah ada putusan maksimal tujuh hari setelah permohonan masuk. Ternyata, di PN, perkara itu sudah dijadwalkan sidang pada 1 April mendatang. Sebab jika sidang praperadilan terbentur sidang perkara pokoknya, maka prapradilan akan sia-sia.
“Kasus ini banyak kejanggalan. Kami meminta keadilan dalam hukum. Ini tidak main-main, klien saya ancamannya 15 tahun,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolres Purbalingga AKBP Fannky Ani Sugiharto menyatakan, proses hukum terhadap tersangka Rinah Supriyono (49) warga Desa Bodaskarangjati, Kecamatan Rembang, Purbalingga sebagai tersangka aborsi telah sesuai dengan prosedur.
Terkait pihak keluarga tersangka yang mempraperadilankan dirinya, Fannky mempersilakan untuk melakukan upaya hukum. “Kalau tidak ada kepuasan, ya silakan, tidak apa-apa,” katanya, Selasa (30/3).
Menurutnya, proses penyidikan oleh anggotanya dilakukan secara profesional. Bukti-bukti yang menguatkan juga sudah lengkap. Berkas tersebut pun sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21) dan tinggal menunggu sidang.
“Kalau tidak lengkap ya tidak P21. Kejaksaan juga tidak akan gegabah menentukan P21. Perlu pembuktian-pembuktian. Jika dari pihak sana keberatan, tinggal dibuktikan saja di pengadilan,” katanya.
Terkait tersangka merupakan keluarga Polri, menurutnya, pihaknya tidak melihat masalah itu dari bajunya. Namun lebih pada manusianya yang ditindak. “Walaupun anggota Polri salah, wajib ditindak. Kita tidak pilih-pilih.”