inidebanyumas.com – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK bakal memeriksa tiga hakim konstitusi terkait laporan dugaan pelanggaran etik putusan syarat capres-cawapres pada Kamis (2/11/2023) hari ini.
Ketiga hakim konstitusi tersebut adalah Daniel Yusmic, Guntur Hamzah dan Wahiduddin Adams. Mereka akan diperiksa pada Kamis sore.
“Tiga lagi, Pak Daniel, Pak Guntur. Pak Wahid kita periksalah khusus,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Adapun Ketua MK Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih telah diperiksa pada Selasa (31/10/2023) kemarin.
Sedangkan, tiga hakim lainnya, yaitu Saldi Isra, Manahan MP Sitompul, dan Suhartoyo sudah diperiksa pada Rabu (1/11/2023).
Jimly menjelasakan, Wahid akan diperiksa secara khusus karena dia merupakan perwakilan hakim konstitusi di MKMK.
“Ya Pak Wahid kita periksa juga supaya adil. Jadi kita meriksa hakim, dia diam saja. Ya kan sama teman kayaknya. Makanya kita akan periksa secara khusus,” ucap Jimly.
sebelum MKMK memeriksa para hakim MK, mereka akan terlebih dahulu mengadakan sidang pada para terlapor.
Kemudian, pada Jumat (3/11/2023) lusa, MKMK akan kembali memanggil Ketua MK Anwar Usman untuk dimintai keterangan.
“Jumat ada agenda, pertama kita akan panggil sekali lagi Pak Anwar Usman,” ucap Jimly.
Tak hanya Anwar, MKMK juga bakal memanggil Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Selain itu, akan dipanggil juga panitera yang terkait dengan laporan soal putusan MK mengenai batas usia capres dan cawapres.
“Ada beberapa isu yang terkait dengan dia (panitera) soal prosedur administrasi, soal prosedur misalnya persidangan. Jadi ada 10 isu, nanti kita periksa CCTV juga,” kata Jimly.
Sebelumnya, Jimly menjelaskan tiga opsi sanksi terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam memeriksa dan memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Tiga opsi tersebut adalah sanksi berbentuk teguran, peringatan, dan pemberhentian. Ketiganya, kata Jimly, telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023.
“Kalau di PMK itu kan jelas, sanksi itu tiga macam. teguran, peringatan, dan pemberhentian,” kata Jimly ditemui di Gedung II MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023) malam seperti dilansir Antara.
Dia menjelaskan opsi pemberhentian tersebut terdiri atas pemberhentian dengan tidak hormat, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian bukan sebagai anggota hakim konstitusi, tetapi sebagai ketua.
“peringatan, ada yang tidak diuraikan, tapi kan variasinya bisa banyak. peringatan biasa, bisa juga peringatan keras, bisa juga peringatan sangat keras. Jadi, itu tidak ditentukan di dalam PMK, tapi variasinya mungkin,” sambung Jimly.
Kemudian terkait opsi teguran, terdiri atas teguran tertulis dan teguran lisan. Dia mencontohkan, teguran disampaikan secara lisan bersamaan dengan penyampaian putusan sehingga tidak lagi memerlukan surat khusus secara tertulis.
“Tapi bisa juga teguran dengan surat khusus. Surat khusus memberi teguran, tapi dilampirkan putusan. Jadi alhasil ada 3 (sanksi), tapi variannya bisa banyak. Jadi teguran, peringatan, pemberhentian. Variasinya tunggu saja nanti. Jadi, itu nanti kreativitas MKMK kira-kira ini baiknya bagaimana ini,” kata dia. (aga)