Banyumas – Pembinaan konservasi untuk masyarakat dan Pelatihan Biopori, Kamis (8/4/2021), berlangsung di Balai desa Banjarpanepen kecamatan Sumpiuh kabupaten Banyumas.
Acara ini diselenggarakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (PUSDATARU) Provinsi Jawa Tengah dengan menerapkan protokol kesehatan.
Acara dihadiri oleh Perwakilan Dinas Pusdataru Jateng, Kepala DPU Kabupaten Banyumas Dr. Ir. Irawadi Ces. perwakilan dinas Lingkungan Hidup kabupaten Banyumas, Camat Sumpiuh Drs Akhmad Suryanto.
Pembinaan dan pelatihan diikuti Kades Banjarpanepen, Perwakilan PKK kabupaten, tokoh PKK desa Banjarpanepen serta Forum Relawan Lintas Organisasi (FORTASI).
Irawadi yang juga selaku academisi Dosen Unwiku menyampaikan paparan Kegiatan Teknis untuk mendukung Konservasi tanah dan Air.
Ia menjelaskanan pentingnya mengelola sumber daya air (SDA) dengan cara menjaga dan memanfaatkannya dengan menampung mengalirkan air permukaan sehingga tidak merusak dan memperlambat aliran air permukaan agar tidak terbuang ke laut.
“Mengelola sumber daya air, juga memperbesar inflitrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah”. katanya.
Langkah yang dilakukan, antara lain dengan pembuatan sumur resapan / biopori, pembuatan saluran pembuang air, pembuatan teras, pembuatan bangunan stabilitas, pembuatan bangunan pengatur aliran sungai serta bila dimungkinkan ada ketersediaan lahan dapat dibuat embung.
“Cara memanen air hujan juga untuk dapat dipergunakan menjamin ketersediaan air bersih”. ujarnya.
Menurutnya pula penjagaan hulu mata air sungai dengan tidak melakukan penebangan bahkan harus menambah vegetasi tanaman berakar kuat agar fungsi kelestarian mata air tetap terjaga.
Eddy Wahono selaku dewan penasehat fortasi dalam paparannya tentang Peran Komunitas Sungai dalam Koservasi sumber Daya Air, menerangkan bahwa, Banjarpanepen berada di zona pegunungan Serayu selatan yang membujur dari barat laut sampai tenggara.
Dengan kemiringan tebing 10 derajat sampai 35 derajat sehingga sangat rentan dan mempunyai resiko bencana tanah longsor sesuai Peta kerentanan Bencana Propinsi jawa tengah tahun 2017.
Diterangkan, pada tanggal 17 Nopember 2020 didesa Banjarpanepen telah terjadi bencana tanah longsor lebih dari 10 titik tanah longsor, salah satunya menyebabkan 4 orang dalam satu keluarga meninggal dunia serta beberapa bangunan yang rusak dan kritis.
Sesuai Peraturan menteri PU tentang Penataan Ruang Kawasan Bencana Longsor no 22 tahun 2017 maka kawasan Banjarpanepen dapat dikategorikan menjadi kawasan lindung atau kawasan budi daya.
Melihat kondisi tersebut perlu diadakan perkuatan pada masyarakat peduli sungai yang telah terbentuk didesa Banjarpanepen serta dapat segera dibentuk Relawan Bencana didesa tsb.
“Keberadaannya diharapkan bisa menjadi solusi yang tepat dalam penanganan konservasi dan tanggap bencana banjir dan tanah longsor.” ujar Eddy.
Untuk penanganan tersebut, lanjutnya, sangat diperlukan kajian dan pengelolaan yang komprehensip terpadu antar instansi pemerintah, institusi pendidikan dan Masyarakat.
“Tidaklah cukup hanya dengan mengadakan forum sosialisasi atau pengembangan wawasan bencana saja namun sangat diperlukan penanganan physic konstruksi yang tepat sesuai dengan kaidah bencana guna pemulihan paska bencana”. katanya.
Menurut Eddy Wahono perlu tambahan pendidikan bagi para siswa SD dan SMP setempat yang diharapkan akan menjadi tolok ukur pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan kebencanaan.
“Edukasi bagi siswa juga penting, karena dapat membentuk pola pikir dalam mengelola suatu kawasan atau pola ruang ,tidak menebang pohon pada area yang beresiko atau pengembangan wilayah tanpa memperhitungkan tingkat kerentanan bencana didaerah tersebut.” tambahnya.
Pada acara tersebut juga diserahkan bantuan alat pembuatan biopori. (spj)