INDIE BANYUMAS
  • Beranda
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
  • Beranda
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

MANIFESTO EKONOMI PANCASILA

MANIFESTO EKONOMI PANCASILA
Kamis, 3 Juli 2025

Prof Yudhie Haryono PhD (Presidium Forum Negarawan) & Agus Rizal (Peneliti Senior Nusantara Centre)

Ekonomi kita jalan di tempat. Cita-cita tak didapat. Target-target meleset. Inovasi lesu dan mempat. Tentu ini terjadi karena kita berpikir “we part of them.” Ya, selama lebih dari satu abad, pemikiran ekonomi mereka (bahkan dunia) didominasi oleh dua kutub utama. Di satu sisi, kapitalisme yang menuhankan pasar bebas dalam mengatur produksi dan distribusi. Di sisi lain, sosialisme yang menyembah negara sebagai pengelola tunggal alat produksi dan hasilnya. Kontestasi antara kedua mazhab ini melahirkan berbagai sistem ekonomi dengan derajat campuran yang beragam, sekaligus juga menghasilkan kesengsaraan yang tiada tara.

Dalam konteks itulah, Indonesia merumuskan jalan ketiga; jalan semesta; jalan theo-antro-eco centris. Melalui Pancasila dan Konstitusi (pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945), bangsa ini membentuk dasar sekaligus sistem ekonomi nasional yang tidak mengikuti pola liberalisasi penuh, dan tidak pula meniru sistem sentralistik sepenuhnya. Sistem ini dikenal sebagai Ekonomi Pancasila, yang berpijak pada prinsip peri-ketuhanan, peri-kemanusiaan, peri-kebangsaan, peri-kerakyatan, peri-keadilan sosial (demokrasi ekonomi-politik). Dalam kerangka ideologis dan konstitusional, Pancasila dapat dibaca sebagai manifesto ekonomi Indonesia dengan sebuah landasan nilai dan arah sistemik yang membedakan ekonomi Indonesia dari sistem ekonomi global yang dominan.

Konsep ini diperjelas oleh para pendiri republik (terutama Soekarno dan Hatta), para pemikir dan ekonom besar seperti Soemitro, Mubyarto, Sritua Arif, Dawam Rahardjo, dll yang menekankan bahwa ekonomi adalah ilmu sosial yang tidak bebas nilai. Sebaliknya menurut mereka, Ekonomi Pancasila bukan hanya soal mencari untung dan efisiensi, tetapi juga tentang keberpihakan terhadap rakyat kecil dan kalah. Ekonomi ini mengedepankan pentingnya etika sosial, peran aktif negara, serta fungsi sosial dari kepemilikan pribadi. Dalam pandangan yang mendalam mereka bertesis bahwa, pembangunan nasional tidak boleh sekadar mengejar pertumbuhan dan keuntungan semata, tetapi harus berorientasi pada pemerataan dan keberlanjutan serta keadilan sosial.

Berbeda dari mahzab kapitalisme yang menuhankan individu, kepemilikan dan pemusatan kekayaan, ekonomi kita syarat dengan nilai spiritual dan HAM (hak azazi manusia). Hal ini juga membedakannya dari Manifesto Komunis yang menyerukan penghapusan kepemilikan pribadi atas alat produksi, Ekonomi Pancasila justru mengakui hak milik pribadi, dengan catatan bahwa setiap bentuk kepemilikan memiliki fungsi sosial. Negara dalam sistem ini tidak mengambil alih seluruh aktivitas ekonomi, tetapi berperan sebagai pengarah, pengatur sekaligus penjaga keseimbangan. Peran koperasi, usaha rakyat, dan sektor swasta tetap diakui, asalkan selaras dengan prinsip keadilan, kebersamaan dan keberlanjutan.

Karenanya, pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, dan kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kepentingan nasional diutamakan, kepentingan warga-negara paling utama, kemaslahatan bangsa dan warganya menjadi ultima, baru kepentingan lainnya. Memang, meskipun konstitusi telah memuat arah ekonomi tersebut secara eksplisit, hingga kini belum tersedia kerangka hukum yang menyeluruh untuk menjabarkan prinsip-prinsip itu ke dalam praktik kebijakan yang terstruktur dan konsisten.

Dalam konteks inilah, kehadiran Rancangan Undang-Undang Sistem Ekonomi Nasional (RUU PEREKONOMIAN NASIONAL) menjadi sangat penting. RUU ini diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang menjelaskan makna demokrasi ekonomi secara operasional, mengatur peran negara, koperasi, swasta, dan masyarakat, serta menyelaraskan arah pembangunan ekonomi dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Trias ekonomika (Koperasi-BUMN-Swasta) harus dire-orientasikan kembali agar konstitusionalis. Sebab, tanpa dasar hukum yang eksplisit dan komprehensif, implementasi Ekonomi Pancasila berisiko terus bergantung pada interpretasi sektoral dan pendekatan teknokratis semata.

Ekonom besar Mubyarto telah mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi tanpa keadilan distribusi hanya akan memperlebar jurang sosial dan melemahkan fondasi kebangsaan. Orde lama dan Orde baru sudah membuktikannya. Orde reformasi menyempurnakan kerusakan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan keberpihakan yang nyata terhadap kaum miskin, kaum bodoh, kaum cacat, kaum terpinggirkan, para petani, nelayan, pelaku UMKM, dan koperasi. Ekonomi Pancasila harus menjelma menjadi kebijakan publik berbasis kebajikan publik yang berpihak pada rakyat banyak, bukan hanya menjadi retorika dalam dokumen perencanaan.

Di tengah arus globalisasi dan liberalisasi, sistem ini tetap membuka ruang bagi investasi dan kerja sama internasional. Namun, keterbukaan tersebut tidak bersifat mutlak, melainkan tunduk pada prinsip kedaulatan dan kepentingan nasional. Negara tetap memiliki tanggung jawab untuk menjaga agar ekonomi tidak dikuasai oleh segelintir pihak atau kepentingan asing semata.

Sebagaimana Manifesto Komunis telah menggugah kesadaran kelas dalam menghadapi ketimpangan struktural, maka Pancasila sebagai manifesto ekonomi Indonesia bertujuan membangun kesadaran kebangsaan dalam menata ulang sistem ekonomi yang mandiri dan berkeadilan. Ia bukan doktrin dogmatis, melainkan hasil refleksi sejarah dan ekspresi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Dengan menempatkan Pancasila dan sejarah panjang nusantara sebagai pijakan ideologis sistem ekonomi, Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun model pembangunan yang tidak hanya menyejahterakan, tetapi juga mempersatukan. RUU Sistem Perekonomian Nasional menjadi kunci penting dalam mengaktualisasikan cita-cita tersebut ke dalam kerangka hukum dan kelembagaan yang operasional dan berkelanjutan. Saatnya kita mempersilakan Indonesia dan mengindonesiakan Pancasila. Manifesto inilah ontologinya.(*)

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

EKONOMI PANCASILA: MANDAT KONSTITUSI YANG DIKHIANATI

Selanjutnya

Sekda Banyumas Buka Workshop E-BLUD RSUD Banyumas: Dorong Efisiensi dan Akuntabilitas Keuangan

Selanjutnya
Sekda Banyumas Buka Workshop E-BLUD RSUD Banyumas: Dorong Efisiensi dan Akuntabilitas Keuangan

Sekda Banyumas Buka Workshop E-BLUD RSUD Banyumas: Dorong Efisiensi dan Akuntabilitas Keuangan

Mbalikmas: Terobosan Dindik Banyumas Lestarikan Bahasa Banyumasan di Sekolah Dasar

Mbalikmas: Terobosan Dindik Banyumas Lestarikan Bahasa Banyumasan di Sekolah Dasar

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com