Sekitar 30 mahasiswa dari berbagai organisasi kemahasiswaan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat Banyumas menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Tuntutan tersebut mereka suarakan saat menggelar aksi damai dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2021 di Jalan Jenderal Soedirman, selatan Alun-Alun Purwokerto, Selasa.
Aksi damai yang berlangsung singkat dengan pengawalan petugas Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas itu diisi dengan orasi dan pembagian selebaran kepada pengguna jalan.
Saat ditemui wartawan, Koordinator Aksi Front Perjuangan Rakyat Banyumas Yasmin Gita Pembayun mengatakan bahwa RUU PKS itu harus segera disahkan.
“Di dalam RUU PKS sendiri itu ‘kan berpihak pada korban. Sekarang kalau korban tidak mempunyai bukti fisik, bukti yang konkret, maka pelaku tidak bisa diadili dan korban tidak mendapatkan keadilan apa pun,” kata Yasmin Gita Pembayun yang berasal dari Front Mahasiswa Nasional (FMN).
Selain itu, kata dia, aksi damai Front Perjuangan Rakyat Banyumas yang melibatkan perwakilan mahasiswa dari FMN, HMI-MPO, Himsi UBSI, BEM Unwiku, BEM UHB, BEM Universitas Amikom, BEM Unsoed, dan sebagainya juga menyoroti masalah ketertindasan yang masih dirasakan oleh kaum perempuan.
Menurut dia, kaum perempuan dalam mengakses pendidikan maupun kesehatan juga masih terbatas.
“Kurang lebih 64.000 perempuan setiap tahunnya meninggal akibat melahirkan,” katanya.
Ia mengatakan bahwa pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja juga makin menghimpit kaum perempuan karena hak cuti melahirkan dan cuti haid dihilangkan.
Dengan demikian, kata dia, jika kaum perempuan yang menjadi buruh itu mengajukan cuti melahirkan atau cuti haid akan mendapatkan pemotongan gaji.
Dalam kesempatan itu, Yasmin mengutip hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) “Baskara” Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) terhadap mahasiswa penyintas di UMP.
Dari penelitian tersebut, lanjut dia, diketahui bahwa masih banyak mahasiswa yang mengalami kekerasan seksual di kampus.
“Kemarin ada survei yang dilakukan oleh LPM ‘Baskara’, dari 62 responden, sekitar 60 persen mahasiswa itu masih mengalami kekerasan seksual di dalam kampus. Kampus menganggap hal itu biasa dan bisa diselesaikan secara damai,” kata mahasiswi UMP itu menegaskan.