Wahyu Riyono
Meskipun perpolitikan di Indonesia tidak mengenal istilah oposisi, namun untuk mewujudkan demokrasi yang sehat dibutuhkan adanya partai politik sebagai penyeimbang yang menjalankan fungsi check and balance terhadap pemerintah yang berkuasa.
Tanpa adanya check and balance maka tata kelola pemerintahan berjalan tanpa kontrol. Pemerintahan akan cenderung korup, otoriter dan sewenang-wenang serta demokrasi hanya sebatas formalitas saja.
”Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely”. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut (Lord Acton, 1834 – 1902).
Banyumas Memilih
Dalam Pilkada Kabupaten Banyumas 2024 hanya ada satu pasang Calon yang lolos pendaftaran KPUD yaitu pasangan Sadewo – Lintarti dengan Nomor Urut 1 yang akan melawan Kolom Kosong atau Kotak Kosong dengan Nomor Urut 2.
Pasangan Nomor Urut 1 diusung 100% partai yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Banyumas. Dengan kata lain, pasangan Sadewo – Lintarti didukung seluruh anggota parlemen Banyumas, tanpa satupun kursi Oposisi.
Munculnya calon tunggal bisa jadi bukan kehendak si Calon. Namun yang pasti Calon tunggal muncul karena seluruh partai yang memiliki kursi DPRD menghendaki kemenangan calon tersebut dengan mudah. Karena sistem Pilkada tidak ada model aklamasi, maka sekalipun tetap ada pemilihan, kans calon tunggal “diatas kertas” lebih unggul dibanding Kotak Kosong.
Selanjutnya jika calon tunggal menang, maka akan lebih mudah pula dalam menjalankan roda Pemerintahan karena tidak ada oposisi dari Legislatif yang akan mengkritisi kebijakan Eksekutif.
Parlemen akan “sendiko dawuh” dengan apapun keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan Bupati. Fungsi kontrol atau check and balance dari Parlemen tidak bekerja. Hal ini merupakan kondisi yang tidak sehat bagi sebuah Negara yang menganut sistem Demokrasi.
Jika ada kepentingan masyarakat yang berseberangan atau terdampak akibat kebijakan Pemerintah, maka tidak ada anggota Dewan yang mengagregasi dan mengartikulasikan kepentingan masyarakat tersebut. Anggota Legislatif justru menjadi corong dari Eksekutif.
Sebaliknya jika Kotak Kosong yang menang, maka akan dilakukan Pilkada ulang pada tahun 2025 mendatang dengan masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati 4 tahun. Selama 1 tahun sebelumnya akan dipimpin kembali oleh Penjabat (Pj) Bupati. Tentu, Pemerintah Kabupaten Banyumas perlu mengeluarkan biaya pemilihan lagi sebagaimana Pilkada dua putaran.
Pj Bupati sejatinya bukan orang sembarangan, mereka adalah orang yang ditunjuk Pemerintah Pusat dengan kualifikasi yang cukup tinggi dan memiliki pengalaman dalam mengelola Pemerintahan.
Namun Pj Bupati bukanlah Bupati pilihan rakyat; dan karena adanya aturan yang membatasi kewenangan Pj Bupati seperti larangan mutasi pegawai dan larangan membatalkan atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan kebijakan Bupati sebelumnya, maka roda Pemerintahan dibawah Pj Bupati menjadi kurang maksimal.
Kondisi Pemerintahan Kabupaten Banyumas jika Kotak Kosong menang kurang lebih seperti kondisi saat ini hingga satu tahun mendatang.
Pada akhirnya pilihan kembali kepada masyarakat Banyumas dengan segala konsekuensinya. Memilih 5 tahun Pemerintahan Tanpa Kontrol Parlemen atau Pilkada Ulang 2025 ?
Dan tentu, Jangan Golput !
——
Penulis adalah Eks Ketua DPD PAN Kabupaten Banyumas 2006 – 2011