![]()
Hari-hari mencekam, menyebalkan. Yang sehat takut terpapar, yang terpapar takut mati, dan yang mati pun takut dimakamkan ala pemakaman Covid-19.
Paranoia menghantui hampir setiap kita. Saling menghindar bertatap sesama anggota keluarga, teman sejawat, atau dengan jemaat lain. Saling membatasi diri dan menjaga jarak. Sementara vaksin yang diharapkan sebaga pereduksi preventif belum diterima secara merata. Yang terpapar lebih takut lagi karena berita bombastis di media. Tentang penanganan di rumah sakit yang kedodoran, ketersediaan kamar rawat tidak mampu menampung pasien yang datang, serta aneka macam problematik susulan.
Kalau bisa memilih, jangan mati di musim ini. Tak ada seremoni pemakaman lazimnya. Tanpa talqin dan liang lahat. Semua sama. Selembar kafan, berbungkus plastik tipis, dalam peti mati, putih. Ke mana handai-taulan yang ingin melepas untuk kali terakhir? Sepi.
Ada negara yang terseok, tertatih menangani pandemi. Vaksin disegerakan, rumah sakit ditambah kapasitas tempat tidurnya dengan tenda darurat, serta aneka bantuan tanggap darurat dikucurkan.
Rakyat puas? Tidak. PPKM dari jilid satu sampai level empat diterapkan. Tapi resiko ekonomi yang ditanggung rakyat sungguh memilukan. Mengimbas semua lini, semua sektor usaha.
Ketika pemerintah mengucurkan bantuan tunai, tidak banyak masalah dalam pendistribusian. Karena langsung diterima oleh yang berhak, dan diberikan hak. Ada penyimpangan walaupun relatif kecil. Namun ketika bantuan yang tidak seberapa itu disalurkan dalam bentuk fisik sembako, maka terjadi penyimpangan disana-sini.
Jika benar sembako, maka harus melingkupi sembilan bahan pokok (beras, minyak, sayur, buah, gula, telur, garam beryodium, telur, dan daging). Ada petunjuk teknis tentang kualitas dan kuantitas barang. Ada pula petunjuk pelaksanaan tentang siapa pihak yang mendistribusikan ke masyarakat. Dua hal inilah yang potensi terjadi penyimpangan.
Naif dan tega kalau pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan pendistribusian memanipulasi kuantitas dan kualitas barang. Situasi yang butuh empati semua pihak, diabaikan. Semua untuk kepentingan dan keuntungan kelompok.
Anjing selalu menunggu jatah makan dari tuannya. Tapi kucing yang jinak, berani mencuri ketika tuannya lengah. Maka ketika ada kasus bansos dimana-mana, sungguh itu tindakan biadab. Kelemahan penguasa menentukan mitra.

Penulis: ADSR ANGGA SAPUTRA
Pegiat Jurnalisme
Penanggungjawab indieBanyumas