![]()
Salah satu peran media massa adalah memberikan informasi kepada masyarakat. Dengan demikian, menghalangi memberikan informasi terlebih lagi berkaitan dengan korupsi adalah sebuah sikap keji.
Ketika terjadi pemberitaan tentang adanya pemeriksaan oleh aparat hukum kepada anggota dewan dan suplier atau penyedia bahan pangan dalam Program Bansos Sembako, saya langsung tertarik untuk ikut mencari informasi tersebut. Apalagi gosip itu beredar sudah cukup luas dari perbincangan langsung, maupun lewat grup-grup whatssapp. kebetulan lagi, saya cukup menguasai materi ihwal Bansos Sembako, setidaknya data saku telah terkantongi jadi tak perlu harus melakukan investigasi mendadak.
Saya memang sering melakukan peliputan tentang program Bansos Sembako di Banyumas.
Perkembangan pesat yang terjadi di dunia media, turut melahirkan sifat dan cara kerja baru dalam kegiatan jurnalistik. Cepat, tapi kurang akurat. Berita indikasi adanya terjadi sesuatu yang salah dalam penyaluran bantuan pemerintah itu bagi saya punya value tingkat tinggi. Tapi saya jelas tidak mau beresiko atas diri saya ketika kecepatan dan keakuratan saya malah berujung pada ‘apes’. Menjadi tindakan yang bisa diarahkan sebagai fitnah dialamatkan untuk saya. Contohnya berkaitan dengan pemeriksaan polisi kepada anggota dewan dan suplier Bansos Sembako, dimana selanjutna narasi mengarah kepada ketidakberesan di dalam pengadaan bahan pangan khusus untuk komoditi daging sapi.
Sebagaimana yang telah diinformasikan, tim penyidik Dit Reskrimsus Polda Jateng dalam pemeriksaan kepada beberapa orang di kantor Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa seolah diarahkan pada satu penyebab, soal pengadaan daging sapi. Ada monopoli, lalu diteruskan dengan harga yang tidak wajar dalam mengambil keuntungan. Meski saya ikut melansir berita tersebut dalam portal web indiebanyumas.id, tetapi saya tetap menjelaskan bahwa fokus dalam pemberitaan yang beredar jelas masih simpang siur alias belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Ada hal yang bias dalam penyamaian informasi. Sebab, dari pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang punya ‘gawe’ belum memberikan penjelasaan apapun.
Terlepas dari saya tahu fakta di lapangan, juga bukti yang saya dapati tentang ketidakberesan itu, saya tetap tidak bisa menyampaikan apabila pengadaan daging sapi dalam program Bansos Sembako tidak beres. Tapi menjadi ironi, ketika saya mencoba melakukan langkah agar terhindar dari penyesatan informasi, tuduhan-tuduhan terhadap saya berhamburan.
Pertama soal adanya bohir dibalik bingkai berita dari adanya peristiwa pemeriksaan wakil rakyat dan para suplier, yang lantas memanfaatkan saya untuk menyampaikan informasi sesat. Ada juga tuduhan jika saya seolah gemar membuat berita-berita korupsi saja, sampai bermunculan prasangka lain yang sempat membuat sikap saya goncang. Karena ‘Budeg, dan Rikuh Pekewuh’.
Tapi saya tetap harus menjalankan prinsip. Ya, prinsip dalam menjalankan aktivitas jurnalistik. Saya mulai harus siap menerima tuduhan. Tidak boleh, bahkan dilarang untuk Baper.
Ketika saat ini informasi terfokus pada carut marut pengadaan daging sapi dalam Bansos Sembako di Banyumas, kita tahu bahwa masih ada tiga komoditi lain yang tak kalah heboh untuk dikupas satu persatu. Hanya butuh sabar menunggu waktu itu tiba. Saya sudah punya rencana untuk berikhtiar netral kok.
Sama sekali tak ada bohir. Bahwa penyedia informasi alias narasumber terpercaya memberikan sumbangsih kepada saya, itu benar. Tapi jika penyerang dalam serang menyerang para penyedia bansos sembako ada di belakang saya, salah. Yang ada di belakang saya alias back up saya itu Tuhan!
Angga Saputra
Pecinta Jurnalisme