PURWOKERTO – Delapan tahun pasca-pencemaran air akibat eksplorasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden oleh PT Sejahtera Alam Energi (SAE), masyarakat lereng selatan Gunung Slamet masih bergulat dengan dampak lingkungan dan sosial yang serius.
Gerakan masyarakat Save Slamet kini menginisiasi kajian komprehensif bertajuk “Sewindu Banyu Buthek”. Kajian ini ditujukan untuk mendorong penyelesaian masalah secara adil dan berkelanjutan, termasuk pemulihan lingkungan, penegakan hukum, dan keterlibatan masyarakat terdampak.
Sejak beroperasi tahun 2016, proyek PLTP Baturraden disebut telah mengakibatkan kerusakan hutan lindung seluas 44 hektare, pencemaran Sungai Prukut, serta hilangnya biodiversitas endemik. Meski izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) berakhir pada 2023, perusahaan dinilai tidak melakukan reklamasi maupun revegetasi memadai.
Kini proyek mangkrak, tetapi ancaman bencana tetap ada: banjir bandang, krisis air bersih, serta aktivitas ilegal di lahan terbuka. Save Slamet menyebut kondisi ini sebagai bentuk ketidakadilan lingkungan, sebab akses proyek dari wilayah Brebes justru meninggalkan kerusakan yang ditanggung masyarakat Banyumas.
Adapun kajian “Sewindu Banyu Buthek” akan menyoroti:
-Status perizinan dan kewajiban reklamasi PT SAE.
-Dampak lingkungan berkelanjutan akibat bukaan hutan dan tanggul aliran air.
-Kebijakan pemerintah daerah dalam pengawasan proyek.
-Rekomendasi pemulihan lingkungan dan keadilan sosial.
Save Slamet juga berencana mendatangi DLH Banyumas, Perhutani KPH Banyumas Timur, DLHK Jawa Tengah, serta DPRD Banyumas untuk mendorong langkah tegas pemerintah.
Tuntutan Save Slamet
Dari kajian awal, Save Slamet menyampaikan sepuluh poin tuntutan, antara lain:
1. Reklamasi dan revegetasi segera di seluruh kawasan hutan lindung.
2. Normalisasi aliran air serta mitigasi potensi banjir bandang.
3. Penghentian seluruh aktivitas PT SAE, kecuali reklamasi dan pemulihan lingkungan.
4. Pengawasan lintas batas Banyumas–Brebes dan keterlibatan masyarakat dalam penjagaan hutan.
5. Transparansi data dan kebijakan terkait perizinan serta pemulihan.
6. Pelaporan tegas ke Gakkum LH dan Gakkum Kehutanan atas dugaan pelanggaran lingkungan.
7. Investigasi praktik jual-beli proyek yang dituding lebih berorientasi pada keuntungan saham ketimbang produksi energi.
Menurut perwakilan Save Slamet, Budhi Tartanto, kajian ini menjadi peringatan keras agar pemerintah dan perusahaan tidak membiarkan kerusakan lingkungan berlarut-larut.
“Masyarakat Banyumas berhak mendapatkan keadilan lingkungan dan perlindungan dari kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan,” tegas Budhi.
Save Slamet menegaskan akan terus mendorong agar tuntutan tersebut ditindaklanjuti serius oleh pemerintah daerah, DPRD, hingga aparat penegak hukum. (Angga Saputra)


