BANJARNEGARA – Ancaman tanah longsor di sejumlah wilayah lereng di Kabupaten Banjarnegara kian memprihatinkan. Setidaknya 16 rumah warga telah direlokasi, dan puluhan lainnya berada di zona kritis yang rawan longsor susulan. Situasi ini dikhawatirkan akan memburuk dengan segera datangnya musim hujan.
Kepala Bidang Perumahan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Banjarnegara, Amanullah, ST, mengungkapkan bahwa bukan hanya permukiman yang terancam, tetapi juga fasilitas vital seperti pasar kecamatan, akses jalan kabupaten, gedung sekolah, hingga Puskesmas.
“Semua itu bagian dari akses ekonomi, pemerintahan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat,” jelasnya saat meninjau lokasi pada Selasa (29/7).
Menurut Amanullah, lokasi paling rentan berada di sepanjang lereng luar tikungan sungai. “Stadion sungainya itu mudah tergerus ketika debit air tinggi di musim hujan. Tikungan luar itu jadi titik kritis karena tanah terus bergerak,” ujarnya.
Beberapa titik yang diamati, seperti di daerah Meurawu dan Bojong, menunjukkan pergerakan tanah yang aktif. Di lokasi Kali Ireng, 16 rumah sudah dipindahkan karena ancaman nyata. Bahkan gedung SD setempat mulai menunjukkan tanda-tanda pergeseran tanah dan dikhawatirkan akan terdampak jika tak segera ditangani.
“Kondisi jalan juga sudah terputus sebagian. Lereng di belakang sekolah dan rumah-rumah itu butuh penguatan agar tidak terus bergerak. Kalau tidak segera ditangani, jalur kabupaten bisa hilang dalam waktu dekat,” tegas Amanullah.
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tengah menjajaki kolaborasi lintas instansi, termasuk dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan pemerintah pusat.
“Kami juga sudah berdiskusi dengan Pak Eddy dari TKSPDA. Kami harap ini jadi perhatian bersama agar penanganan teknis seperti penguatan lereng bisa segera dilakukan,” katanya.
Amanullah menekankan bahwa keselamatan warga menjadi prioritas utama. Ia mengusulkan percepatan intervensi dalam bentuk penguatan struktur lereng, drainase pengaman, hingga relokasi jika dibutuhkan. “Kalau dibiarkan sampai musim hujan datang, kerusakannya bisa meluas ke puluhan rumah lagi, fasilitas umum, bahkan putus totalnya akses utama kabupaten,” tutupnya.
Peringatan Bencana Ekologis dan Pentingnya Konservasi Hulu
Wakil Ketua Pencegahan Daya Rusak Air Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Serayu Bogowonto TKPSDA, Eddy Wahono, menambahkan bahwa fenomena pergeseran tanah makin nyata terlihat di kawasan seperti Ratamba, di mana infrastruktur jalan pun nyaris terputus.
“Saat musim kemarau tanahnya retak-retak. Retakannya itu tiap satu meter dengan kedalaman hampir 1,5 meter. Dan saat musim hujan, retakan itu akan terisi air, lalu tanah akan bergerak,” katanya.
Menurut Eddy, ini merupakan pertanda bencana ekologis. Ia menyarankan langkah konservatif segera dilakukan, terutama dengan memperkuat lereng dan titik-titik rawan longsor menggunakan bronjong. Namun, ia menekankan bahwa bronjong hanyalah solusi sementara.
“Bronjong bukan solusi akhir. Kita harus meningkatkan sistem konservasi yang baik. Harus kita sadari, kita sudah terlalu banyak kehilangan mata air. Sepuluh sampai dua puluh tahun lagi, mata air kita pasti lebih berkurang. Yang ada tinggal linangan air mata,” ujar Eddy penuh makna.
Ia menyerukan perlunya gerakan terpadu untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hulu demi menyelamatkan masa depan sumber daya air dan mencegah kerusakan yang lebih parah. (Angga Saputra)


