PURWOKERTO – Yayasan TRIBHATA Banyumas angkat bicara terkait polemik pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) yang dijadwalkan pada Agustus 2025. Sorotan ini muncul akibat perbedaan pandangan antara Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemenristekdikti) dengan berbagai Kolegium Profesi Kedokteran terkait pelaksanaan uji kompetensi tersebut.
Direktur Advokasi TRIBHATA Banyumas, Salsabilla Hasna Huwaida, menyatakan bahwa kegaduhan seputar UKMPPD 2025 mencerminkan ketidaksiapan sistem dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang baru disahkan.
Menurutnya, perubahan mendasar dalam regulasi kesehatan ini, khususnya terkait penyelenggaraan uji kompetensi, belum diimbangi dengan regulasi pelaksanaan yang memadai.
UU Kesehatan mengamanatkan bahwa uji kompetensi mahasiswa kedokteran harus diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan (perguruan tinggi) dan Kolegium, sebuah perubahan signifikan dari sistem sebelumnya.
Dalam sistem lama, UKMPPD dilaksanakan oleh panitia nasional yang dibentuk oleh kementerian tanpa melibatkan Kolegium sebagai penyelenggara secara langsung.
“Ketidaksinkronan antara Standar Prosedur Operasional (SPO) lama yang menjadi acuan Kemenristekdikti dengan amanat UU Kesehatan yang baru menjadi sumber kekacauan normatif dan operasional,” ujar Hasna.
Empat Kolegium dilaporkan menolak penggunaan SPO lama dan bersikeras agar uji kompetensi mengacu pada SPO yang baru sesuai dengan UU Kesehatan.
Lebih lanjut, Hasna menyoroti ketidakjelasan kewenangan penuh dalam penyelenggaraan UKMPPD.
“Tidak ada kejelasan siapa yang berwenang penuh untuk menyelenggarakan UKMPPD, apakah pemerintah melalui panitia nasional, perguruan tinggi, atau Kolegium Profesi?” tanyanya.
Kondisi ini menyebabkan tidak adanya pedoman tunggal yang dapat diikuti oleh institusi pendidikan maupun mahasiswa kedokteran.Ketidakpastian ini berpotensi menyebabkan batalnya UKMPPD yang telah dijadwalkan, mengingat belum adanya kesepakatan teknis dan hukum antara pihak-pihak terkait. Selain itu, terdapat kerancuan yuridis mengenai peran Kolegium yang belum diatur secara teknis dalam peraturan pemerintah atau peraturan turunan UU Kesehatan.
TRIBHATA Banyumas menekankan bahwa mahasiswa kedokteran menjadi korban utama dari ketidakjelasan ini. Mereka terancam tidak dapat menyelesaikan studi tepat waktu karena UKMPPD yang belum jelas, tidak dapat mengikuti program intership atau magang karena belum memiliki sertifikat uji kompetensi, dan tertunda mendapatkan ijazah serta Surat Tanda Registrasi (STR) yang berakibat pada penundaan untuk bekerja sebagai dokter.
Lebih jauh, mahasiswa juga berpotensi mengalami stagnasi administrasi dan akademik akibat permasalahan sistem yang berada di luar kendali mereka.
Dampak lain dari polemik ini adalah terganggunya pelayanan kesehatan. Kegagalan menyelenggarakan UKMPPD secara tepat waktu akan mempengaruhi distribusi dan pemenuhan tenaga dokter di berbagai daerah, memperluas kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan dokter yang saat ini masih kekurangan sekitar 150 ribu. Hal ini juga berisiko berdampak jangka panjang terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan secara nasional.
Menyikapi situasi ini, TRIBHATA Banyumas mendesak pemerintah, khususnya Kemenristekdikti dan Kementerian Kesehatan, untuk mengambil langkah-langkah solutif yang cepat dan tepat. Langkah-langkah tersebut meliputi:
1. Pembentukan Regulasi Turunan yang Jelas: Pemerintah dan Kolegium harus segera menyusun regulasi turunan UU Kesehatan untuk memperjelas mekanisme pelaksanaan UKMPPD.
2. Pengaturan Transisional yang Inklusif: Harus ada pengaturan masa transisi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, perguruan tinggi, dan Kolegium.
3. Evaluasi Peran Kolegium: Pemerintah perlu mengevaluasi dan memperjelas posisi Kolegium dalam penyelenggaraan UKMPPD, apakah sebagai pihak yang menentukan kelulusan atau hanya sebagai mitra akademik.
4.Perlindungan Hak Mahasiswa: Pemerintah harus menjamin bahwa hak-hak mahasiswa tidak dikorbankan dalam tarik-menarik kewenangan antar institusi.
TRIBHATA Banyumas berharap langkah-langkah mendesak ini dapat segera diimplementasikan demi kepastian hukum, kelancaran pendidikan kedokteran, dan keberlangsungan pelayanan kesehatan di Indonesia. (Angga Saputra)


