FOKUS UTAMA– Kepala Desa (Kades) mengusulkan penambahan masa jabatannya dari 6 menjadi 9 tahun. Keinginan itu disampaikan para Kades dalam aksi demontrasi yang digelar 25 Januari 2023 kemarin.
Tak terkecuali para Kades di Banyumas, mereka juga bergabung dengan perwakilan kepala desa lain dari seluruh daerah, menggelar aksi bersama menutut revisi UU Desa, terutama menyangkut usulan perubahan masa jabatan kades ke depan menjadi 8-9 tahun.
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Ma”ruf Amin menyatakan pemerintah akan mempertimbangkan usulan tersebut dengan melihat manfaat dan dampak buruknya.
“Saya kira itu nanti akan dipikirkan apakah rasional atau tidak, maslahat apa tidak,” kata Ma’ruf Amin di Hotel Bidakara Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Wapres menyebut, bahkan Presiden saja ada batas waktunya yakni dua periode atau 10 tahun. Oleh karena itu apakah Kades akan diperlakukan sama atau tidak perlu diskusi panjang terlebih dahulu.
“Presiden, gubernur, wali kota itu kan memang ada waktunya itu 5 tahun, dua periode itu 10 tahun, jadi ada batasannya. Untuk Kades yang pas betul apa mau disamakan dengan presiden, gubernur atau bagaimana itu nanti akan ada pemerintah dan DPR membicarakan,” kata dia.
Bagaimana tanggapan masyarakat atas usulan tersebut?
Usulan perpanjangan masa jabatan Kades menurut Ageng Wicaksono SH sebenarnya bertentangan dengan konstitusi.
“Perlu untuk kita pahami bahwa konstitusi merupakan aturan dasar yang menjadi sumber pembentukan hukum,” kata pemerhati sosial dan hukum ini.

Menurut pria yang akrab disapa Hani, konstituasi dalam negara itu harus konstitusional. Dalam hal ini, konstitusi harus membatasi kekuasaan.
“Ini dilakukan untuk menjauhi dari tindakan penyelewengan akibat tidak dibatasinya kekuasaan. Yang paling kentara adalah semakin tak terbendungnya perlombaan isitas bukan kualitas dalam politik yang akhirnya berujung pada perlombaan memainkan uang,” katanya.
Dia menambahkan, dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa ada norma yang bertentangan dengan konstitusi yaitu pada pasal 39 terkait masa jabatan Kepala Desa.
Dalam pasal tersebut masa jabatan kepala desa relatif lebih lama dibandingkan dengan jabatan eksekutif di pemerintahan supra desa, yaitu 6 tahun dan dapat dipilih lagi sampai tiga periode, artinya kepala desa dapat menduduki sebagai orang nomor satu di desa sampai dengan delapan belas (18) tahun.
“Masa jabatan yang relatif lebih lama delapan tahun berpotensi menyelewengkan kewenangan abuse of power dan masa jabatan tersebut bertentangan dengan konstitusionalisme,” kata Hani.
Usulan ini menurur Hani, jangan berpatokan pada jumlah kepemimpinan yang sama, yakni 6 tahun yang kemudian bisa dipilih selama 3 kali lantas menjadi 9 tahun karena hanya dapat dipilih 2 kali.
“Prinsipnya adalah kekuasaan yang dibiarkan cukup lama akan berpotensi membangun oligarki, ” tegas Hani.
Pemerhati masalah sosial dan pendidikan Banyumas, Wahyu Riyono SH MM menyatakan, pembatasan masa kekuasaan itu amat sangat penting dalam penyelenggaran negara.

“Sebab kekuasaan yang tidak dibatasi akan cenderung corrupt,” tegasnya.
Dalam konteks yang saat ini sedang dibahas, Wahyu menegaskan, aspirasi masa perpanjangan Kades daei 6 tahun menjadi 9 tahun bukanlah aspirasi yang disampaikan masyarakat.
“Setahu saya itu adalah keinginan Kades dan Kemendes, sampai hari ini saya belum pernah dengar aspirasi rakyat minta jabatan Kades diperpanjang jadi 9 tahun, ” katanya.
Wahyu justru berpendapat jika masa jabatan Kades dibatasi hanya 5 tahun. Masa waktu tersebut menjadi sinkron dengan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada.
“Apabila masa jabatan 9 tahun, maka saya apabila kok mau nyalon Kades, harus menunggu hampir satu dekade lamanya dimana kekuasaan lama punya potensi besar menimbulkan penyelewengan dari abuse of power bagi yang memiliki kekuasaaan, ” kata Wahyu.
Tokoh pemuda asal Desa Cilongok Kecamatan Cilongok, Igit Suranangga mengatakan, masa jabatan diperpanjang apabila nantinya bisa terealisasikan maka harus harus disertai aturan dalam bentuk undang-undang maupun Perppu tentang pemberhentian/pemecatan oknum Kepala desa yang tidak amanah dan tidak menunjukan adab sosial.
Dengan begitu, apabila terjadi oknum kepala desa yang jelas melanggar norma sisial bisa diberhentikan. Terlepas dari itu, jabatan 6 tahun Kadea menurut Igit sudah sesuai dengan konsep kempimpinan yany dipilih secara langsung dan merupakan waktu yang ideal.
“Kalupun 6 tahun namun memiliki kinerja bagus maka sudah pasti akan di Pilih sama rakyatnya,” kata Igit.
Kepala Desa Kasegeran Kecamatan Cikongok, Saefudin SH menyatakan,
tujuan jabatan kepala Desa 9 Tahun bukan hanya berdasarkan hak Asal Usul Desa tetapi juga pembangunan di Desa yang butuh kestabilan politik yang ada di Desa akibat konflik Pilihan Lurah.

“Pembangunan Desa yang berkelanjutan sebagai Contoh pembangunan wisata Desa secara bertahap yang belum selesai, padahal menyangkut kemajuan Desa. Tidak akan dilaksanakan oleh Kepala Desa Periode selanjutnya sehingga banyak yang terbengkalai dan menimbulkan masalah hukum,” katanya.
Menurut Saefudin, konflik politik dari pilpres, pilgub, pileg hingga pilkada memiliki perbedaan dengan Pikades yang hanya 6 tahun. Dia juga berpendapat, pembangunan didesa selama ini memerlukan keberlanjutan dan kesinambungan, kepala desa menyusun RPJMDES sebagai pengejawantahan visi misi kepala desa untuk desanya, sehingga butuh cukup waktu dan cukup sumber daya ditengah keterbatasan sumber dana dan sumber daya lainnya.
“Penambahan masa bakti kepala desa sebagai bentuk bahwa desa sebagai bagian sejarah atau hak asal usul adat desa, yang mana sudah ada sebelum Republik ini berdiri, Bahwa Desa dahulu pernah Dipimpin oleh Seorang Penatus,” kata Ketua Paguyuban Kepala Desa se Kabupaten Banyumas ini.
Untuk diketahui, penatus merupakan kepala desa atau istilah zaman dulu disebut lurah, dipilih dengan tidak dibatasi masa periodesasi dan menjabat hingga akhir hayat.
Seterusnya Jabatan Kepala Desa pernah Dijabat selama 8 Tahun Melalui UU No 5 Tahun 1974/1979 bahkan pernah ditperpanjang Menjadi 10 Tahun, kemudian Melalui UU No 22 Tahun 1999 Jabatan Kepala Desa Menjadi 5 Tahun, Selanjutnya berubah menjadi 6 Tahun Melalui UU No 32 Tahun 2004 hingga UU No 6 TAHUN 2014 Tentang Desa
“Masa bakti kepala desa yang terlalu lama sebagaimana usulan rekan-rekan kepala desa disinyalir dan dicurigai untuk melanggengkan kekuasaan. Mohon maaf beribu maaf alasan tersebut adalah ketakutan tak berasalan, mekanisme demokrasi di desa sudah ada, saluran aspirasi lewat lembaga-lembaga desa,” katanya.
Redaksi indiebanyumas.com
Editor : Angga Saputra