Djasarmen Purba SH adalah seorang Caleg DPR RI dari PDIP untuk Dapil VIII Banyumas-Cilacap yang dikenal concern dalam memperjuangkan nasib para petani. Ketika turun menyapa warga masyarakat di Banyumas, Djasarmen pun langsung fokus untuk menggali persoalan yang petani hadapi selama ini.
Belum lama ini misalnya, Pria Kelahiran Simalungan, Medan 05 Agustus 1947 ini pun secara khusus menyempatkan waktunya untuk menyambangi kelompok tani di Desa Banjaranyar, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.
Dalam suasana santai di tepian sawah bersama para petani, Djasarmen Purba mendengarkan berbagai keluhan yang disampaikan para petani di desa setempat.
“Kami santai sehingga bisa membuka obrolan dengan cara terbuka, kawan-kawan petani pun tidak segan untuk curhat apa yang mereka rasakan,” kata bapak empat anak yang dalam Pemilu 2024 ini memperoleh nomor urut 8 dari PDIP.
Djasarmen mengungkapkan, persoalan yang hari ini dihadapi petani adalah terkait dengan harga jual gabah dan stok pupuk.
“Nilai harga jual rendah, inipun diperparah dengan daya serap yang kurang, “, ungkapnya.
Menurut Djasarmen, petani merupakan penyangga tatanan negara, petani adalah pahlawan untuk ketahanan pangan sehingga dirinya sangat peduli ketika di lapangan kondisi situasi yang terjadi menjadi seperti sekarang ini.
Mengunjungi petani di wilayah Sokaraja bukanlah gerakan pertama yang dilakukan tokoh yang pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selama dua periode ini. Sebelumnya, bersama dengan relawan Dulur Ganjar Pranowo (DGP), Djasarmen bergerak melakukan pendampingan untuk para petani di Banyumas.

Djasarmen, usai dirinya purna sebagai anggota DPD memang aktif bersama relawan DGP, bahkan dirinya ditunjuk sebagai pembina Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. Di wilayah itulah Djasarmen banyak berjasa dalam bergerak membantu para petani.
Djasarmen mengajak para petani untuk menanam padi unggul MSP varietas 65. Padi jenis ini mempunyai banyak keunggulan, antara lain masa tanam yang lebih cepat yaitu kisaran 65-75 hari, biasanya padi masa tanam sampai 100 hari.
Dengan masa tanam yang lebih cepat ini, otomatis biaya produksi lebih murah. Selain itu, padi MSP 65 juga produksinya lebih tinggi antara 708 ton per ha, padi biasa hanya 5 ton per ha dan dari sisi rasa pulen.
Program tersebut berhasil, para petani diberikan gratis bibit MSP dan pupuk, serta penyuluhan dan pendampingan. Melihat keberhasilan program tersebut dalam mengangkat kesejahteraan petani, muncul dorongan agar Djasarmen maju sebagai caleg DPR RI.
“Muncul dorongan agar saya maju sebagai caleg DPR RI, dan setelah berpikir matang saya siap untuk maju. Pertama di lembaga legislatif, kita nantinya akan memiliki kewenangan yang lebih Luas dibandingkan dengan ketika saya duduk di lembaga DPD dalam konteks memperjuangkan aspirasi masyarakat. Antara lain, DPD tidak mempunyai kewenangan untuk mensahkan undang-undang. Yang bisa dilakukan sebatas mengusulkan UU dan ketok palunya tetap di tangan DPR RI,” kata pria yang akrab disapa pak Memen ini.
Kepedulian Terhadap Eksistensi Seni Tradisional
Selain kepedulian terhadap petani, Djasarmen juga dikenal luas oleh para penggerak dan pelaku seni tradisional Banyumas khususnya ebeg atau kuda lumping.
Karena itulah, ketika dirinya memiliki sisa waktu, maka pendekatan terhadap komunitas ebeg di Banyumas pun berjalan dengan grup-grup terutama yang sudah secara resmi tergabung bersama Pakumas (Paguyuban Ebeg Banyumas).
“Saya merasa penting merangkul mereka. Selain bertujuan untuk memperkenalkan diri, juga untuk kepentingan merawat kelestarian budaya tradisional, khususnya ebeg Banyumasan yang memiliki penggemar begitu banyak dari ujung Tambak hingga Lumbir hampir seluruh kecamatan memiliki 4-5 grup, ” ujar Djasarmen.
Untuk agenda terdekat, Djasarmen juga akan menggelar kampanye dalam bentuk pagelaean ebeg yang akan berlangsung di Lapangan Arcawinangun, Senin 5 Februari 2024.

Bagi Djasarmen, kemasan kampanye seperti ini harus dilakukan agar seorang politisi tak hanya berpikir untuk menang dan terpilih.
“Tetapi juga punya kepedulian terhadap nasib budaya tradisional bangsa. Inilah kampanye yang berbasis pada kultur lokal di mana seorang caleg berada,” tuturnya.
Pada sisi lain, Djasarmen juga mengaku senang bisa diterima baik oleh kelompok seniman tradisional khususnya pagiay Ebeg yang tergabung dalam Pakumas. Menurutnya, berkampanye melalui seni tradisional adalah bentuk kepedulian dan penghargaan kepada insan seni.
“Bagi saya mereka adalah orang-orang hebat yang merawat kelestarian seni tradisional di tengah budaya-budaya luar yang masuk ke Indonesia,” pungkasnya.
Angga Saputra (adv)