FOKUS – Sejumlah warga Kelurahan Pasir Muncang, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, mempertanyakan lonjakan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai tidak wajar. Kenaikan tersebut disebut mencapai ratusan kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Achmad Sobirin, salah satu perwakilan warga, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sedikitnya tiga warga yang ia ketahui belum membayarkan PBB karena merasa keberatan dengan nominal yang melonjak drastis. Ia mencontohkan, pada tahun 2024, tagihan PBB untuk tanah seluas 87 meter persegi tanpa bangunan dengan klasifikasi kelas 071 hanya sebesar Rp13.308.
“Tahun ini tagihan pajak menjadi Rp70 ribu untuk bumi dan bangunan. Batas pembayarannya sampai 30 September 2025, tapi saya belum membayarnya,” ujar Sobirin, warga RT 01/RW 03.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh Suliyah, warga lainnya. Ia menyebutkan bahwa tagihan PBB miliknya yang sebelumnya hanya Rp13.308 kini melonjak menjadi Rp68.656.
“Karena bingung dengan kenaikan yang begitu tinggi, saya belum membayarnya tahun ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Murtini, warga lain di kelurahan tersebut, mencatat bahwa tagihan PBB miliknya naik dari Rp19.885 pada tahun 2024 menjadi Rp102.777 tahun ini.
Warga berharap pemerintah daerah memberikan sosialisasi terlebih dahulu jika memang ada kebijakan baru terkait penyesuaian tarif PBB. Mereka menilai transparansi dan komunikasi sangat penting agar masyarakat tidak merasa terkejut dan terbebani.
Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Banyumas, Ir. Eko Prijanto, menjelaskan bahwa berdasarkan hasil evaluasi lapangan, kemungkinan besar terjadi perubahan data objek pajak. “Dari data yang kami lihat, terjadi perubahan data pada objek pajak,” kata Eko.
Ia menyebutkan bahwa sebelumnya banyak Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang hanya mencantumkan tanah, padahal di lapangan sudah terdapat bangunan.
“Kalau saya lihat dari SPPT, sebelumnya tidak ada bangunan, sekarang sudah ada. Nilai bangunan bisa mencapai Rp57 juta, seperti milik Pak Sobirin,” jelas Eko.
Ia menambahkan, pendataan ulang dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah daerah untuk tujuan perbaikan data pajak. “Untuk kesesuaian antara di lapangan dengan SPPT,” pungkasnya. (Angga Saputra)


