INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

Strategi Perajin Tempe di Banjarnegara Saat Harga Kedelai Naik Tinggi, Ukuran Diperkecil

Rabu, 27 Oktober 2021

BANJARNEGARA – Tempe menjadi makanan rakyat yang hampir dikonsumsi setiap keluarga. Kebutuhan makanan berbahan kedelai itu pun tinggi.

Tak ayal, di berbagai daerah banyak berkembang Industri tempe untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Tak kecuali di Dusun Dusun Wanasari Kelurahan Argasoka, Kecamatan Banjarnegara.

Kurang lebih ada 40 industri rumah tangga yang setiap hari memproduksi tempe di wilayah ini.

Usaha yang dijalankan turun temurun sejak puluhan tahun lalu itu nyatanya masih eksis hingga sekarang.

Setiap hari, ibu-ibu rumah tangga di kampung itu disibukkan dengan aktivitas membuat tempe yang masih tradisional.

Seperti di rumah Turyono, Ketua Kelompok Tempe Daun Nyangku Jaya.

Di ruangan belakang, beberapa pekerja sibuk membungkus bahan tempe dengan lembaran daun Nyangku.

Pandemi bagi Turyono tak begitu berdampak terhadap usahanya. Kecuali saat awal-awal pandemi 2020 lalu sempat sedikit lesu. Tapi itu tak berjalan lama.

Meski ekonomi masyarakat sedang sulit, masyarakat tetap mengonsumsi tempe karena harganya terjangkau.

“Pandemi awal turun 10 persen. Setelah itu stabil, “katanya, Selasa (26/10/2021)

Tempe yang telah menjadi makanan harian adalah alasan produksi makanan itu tetap stabil di masa pandemi.

Tempe banyak disukai dan harganya bisa dijangkau semua kalangan, baik kalangan atas sampai masyarakat terbawah.

Masalahnya bukan di permintaan. Harga bahan baku tempe, yakni kedelai justru melambung di masa pandemi Covid 19.

Sebelum pandemi, kata dia, harga kedelai hanya Rp 7.000 perkilogram. Di awal pandemi Covid 19, saat usaha lesu, justru harga kedelai melambung sampai Rp 12 ribu perkilogram.

Tingginya harga bahan baku itu tentunya membuat pelaku UMKM sepertinya menjerit. Kondisi itu membuat pendapatan produsen menurun.

“Sekarang Rp 10 ribu perkilogram, ” katanya

Kondisi ini membuat produsen tempe dilematis. Untuk menaikkan harga tempe mengikuti kenaikan harga bahan baku cukup berat. Terlebih di tengah kondisi masyarakat yang sedang susah.

Untuk mensiasatinya, Turyono memerkecil ukuran tempe untuk mengurangi penggunaan bahan baku kedelai. Sementara harga tidak ia naikkan.

Cara ini ternyata lebih diterima konsumen ketimbang ia harus menaikkan harga tempe.

Meskipun, penghasilannya tetap berkurang karena harga bahan baku yang mahal.

“Gak bisa kalau menaikkan harga tempe. Karena pelanggan saya pedagang sayur, untuk dijual lagi, ” katanya.(*)

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Tarif Gali Kubur di Donan Cilacap Dikeluhkan Warga, Naik 100 Persen Jadi Rp 600-700 Ribu

Selanjutnya

Tata Pamer di Museum Wayang Banyumas Dirombak Total, Babad Serayu dan Bawor Jadi Ratu Dimunculkan

Selanjutnya

Tata Pamer di Museum Wayang Banyumas Dirombak Total, Babad Serayu dan Bawor Jadi Ratu Dimunculkan

Tangani Kemiskinan Ekstrem Pakai BTT Sebesar Rp 10 Miliar, Bupati Husein: Tidak Dalam Bentuk Uang

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com