BANYUMAS – Status kepemilikan lahan seluas sekitar 1.600 meter persegi yang kini menjadi lokasi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Karangbawang, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, tengah dipertanyakan. Keluarga almarhum Haji Romli, warga setempat yang disebut sebagai pemilik awal tanah tersebut, mengklaim bahwa lahan itu masih atas nama keluarga mereka.
Sayono, keponakan Haji Romli sekaligus ahli waris, menyatakan bahwa tanah tersebut dulunya milik pamannya dan sempat disebut ditukar guling dengan tanah Banda Desa Karangbawang sekitar tahun 1950-an. Namun, menurutnya, tidak pernah ada bukti sah terkait peralihan hak.
“Tanah itu dulunya milik Haji Romli. Katanya ditukar guling dengan tanah Banda Desa, tapi sampai sekarang tanah Banda Desa masih milik desa. Tidak pernah ada serah terima atau sertifikat atas nama keluarga kami,” ujar Sayono, Senin (20/10/2025) saat menyampaikan kronologi peristiwa sengketa tanah tersebut di Klinik Peradi SAI Purwokerto.
Bangunan sekolah mulai digunakan pada awal 1950-an setelah lokasi lama dipindahkan. Sayono mengaku keluarganya baru menyadari persoalan status tanah tersebut pada 1990-an, saat muncul upaya penerbitan sertifikat oleh pihak lain.
“Waktu itu ada yang mau bikin sertifikat, tapi ditolak karena status tanah masih tanah negara dan belum jelas asal-usulnya. Dari situ kami baru tahu kalau ternyata lahan itu belum pernah beralih hak,” tambahnya.
Sayono menjelaskan bahwa Haji Romli tidak memiliki anak, sehingga kepemilikan tanah jatuh kepada saudara kandungnya, Haji Atmorejo, ayah Sayono. Namun, belakangan muncul pihak lain yang juga menempati sebagian lahan, yakni saudara tiri Atmorejo dari pernikahan kedua Haji Romli.
Keluarga ahli waris kini meminta kejelasan hukum dari pemerintah terkait penggunaan lahan tersebut untuk fasilitas pendidikan.
“Kami berharap ada klarifikasi resmi dari pemerintah desa, kecamatan, hingga Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Kami ingin tahu, dasar hukum apa yang digunakan untuk mendirikan sekolah di atas tanah itu,” tegas Sayono.
Kuasa hukum keluarga, Djoko Susanto, S.H., menyatakan pihaknya akan mengirim surat resmi ke instansi terkait untuk meminta klarifikasi. Ia membuka opsi penyelesaian melalui jalur hukum maupun musyawarah.
“Kita akan sampaikan surat terlebih dahulu untuk dilakukan klarifikasi dan musyawarah. Diharapkan nanti bisa ada titik temu antara kedua belah pihak,” ujar Djoko. (Angga Saputra)