FOKUS – Mahkamah Agung (MA) akhirnya membebaskan Siti Fatimah, warga Desa Banteran, Wangon, Banyumas atas semua tuduhan dalam kasus dugaan penggunaan surat palsu terkait pencairan kompensasi kematian suaminya, Petrus Rudolf Sayer. Putusan ini sekaligus membatalkan vonis bersalah dari dua pengadilan sebelumnya.
Dengan keputusan tersebut, Siti Fatimah melalui kuasa hukumnya, Iwan Iswanto Priyadi, SH, berencana melaporkan balik Yuke Meiske Palealu ke Bareskrim Polri, yang sebelumnya melaporkan dirinya ke Polda Jawa Tengah.
“Kami akan segera melaporkan tindak pidana laporan palsu dan pencemaran nama baik ke Bareskrim, serta mengajukan gugatan perdata,” ujar Iwan Iswanto Priyadi, Minggu (23/3/2025) di Purwokerto.
Perjalanan Panjang Mencari Keadilan
Kasus ini bermula setelah Petrus Rudolf Sayer, suami Siti Fatimah, meninggal dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada 29 Oktober 2018. Sebagai istri, Siti Fatimah mengurus kompensasi dari Boeing untuk anak-anaknya. Namun, proses ini menjadi rumit setelah terungkap bahwa almarhum memiliki tiga istri: Yuke Meiske Palealu, Siti Fatimah, dan Livina.
Boeing akhirnya memutuskan bahwa ahli waris yang berhak atas kompensasi adalah anak-anak dari Siti Fatimah serta Yuke Meiske Palealu. Namun, Siti Fatimah dan Livina tidak diakui sebagai ahli waris secara pribadi.
Merasa dirugikan, Yuke Meiske Palealu melaporkan Siti Fatimah ke Polda Jawa Tengah atas dugaan penggunaan surat palsu dalam pengurusan kompensasi tersebut. Laporan ini berujung pada penahanan Siti Fatimah sejak 24 Mei 2024 dan persidangan di Pengadilan Negeri Cilacap.
Pada 7 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Cilacap menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada Siti Fatimah serta menyita asetnya, termasuk rumah di Banteran Wangon, rumah kos-kosan di Mertasinga Limbangan, dan mobil Mitsubishi Expander.
Tak terima dengan putusan itu, Siti Fatimah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. Hukumannya dikurangi menjadi dua tahun, tetapi asetnya tetap disita. Perjuangannya berlanjut ke Mahkamah Agung untuk mencari keadilan.
Mahkamah Agung : Siti Fatimah Tidak Bersalah
Pada 28 Februari 2025, Mahkamah Agung dalam putusan kasasi Nomor 382 K/PID/2025 menyatakan bahwa Siti Fatimah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum. Dengan demikian, MA membatalkan seluruh putusan sebelumnya dan memulihkan nama baiknya.
Selain itu, Mahkamah Agung memutuskan bahwa seluruh aset yang sebelumnya disita harus dikembalikan kepada Siti Fatimah.
Langkah Hukum Selanjutnya
Selama proses hukum berlangsung, Siti Fatimah mengalami tekanan sosial yang besar akibat berbagai pemberitaan yang menyudutkannya. Bahkan, fakta persidangan mengungkap bahwa pernikahan Yuke Meiske Palealu dengan Petrus Rudolf Sayer baru dicatatkan secara resmi pada tahun 2018, setelah kematian Petrus, meskipun pernikahan mereka terjadi pada 1985.
Atas dasar ini, Siti Fatimah melalui kuasa hukumnya bakal mengambil langkah hukum dengan melaporkan balik Yuke Meiske Palealu atas dugaan laporan palsu, pencemaran nama baik, serta menggugat ganti rugi secara perdata ke Bareskrim Polri.
Kasus ini menunjukkan bahwa perjuangan hukum sering kali berlangsung panjang dan penuh tantangan. Namun, dengan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan Siti Fatimah, ia akhirnya mendapatkan keadilan setelah hampir dua tahun menghadapi tuduhan yang tidak terbukti. (Angga Saputra)