INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

Revisi Perbup Tunjangan DPRD: Diduga Akal-akalan Politik, Bukan Koreksi Hukum

TRIBHATA Banyumas Tolak Rencana Kehadiran Rizieq Syihab di Cilongok

Nanang Sugiri. (istimewa)

Jumat, 26 September 2025

Nanang Sugiri SH
Pendiri Yayasan Tribata Banyumas

Rencana revisi keenam atas Peraturan Bupati Nomor 66 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Banyumas, khususnya menyangkut tunjangan perumahan dan transportasi semakin menuai sorotan publik. Alih-alih menjadi instrumen koreksi, langkah ini justru dinilai sebagai upaya akal-akalan politik untuk menutupi cacat hukum dan dugaan penyalahgunaan kewenangan.

Kewenangan Ada, Tapi Bukan Untuk Membenarkan Pelanggaran

Memang benar, Bupati secara normatif berwenang merevisi Perbup, terutama jika:

-Ada pertentangan dengan aturan lebih tinggi
-Terdapat kekeliruan administrasi, atau
-Menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.

Namun, asas hukum tidak boleh dilanggar. Revisi Perbup tidak bisa dipakai untuk menghalalkan pembayaran tunjangan yang sudah dilakukan secara retroaktif, karena prinsip non-retroaktif adalah pilar kepastian hukum.

Maka, penggunaan revisi Perbup dalam konteks ini lebih menyerupai jalan pintas untuk menutupi pelanggaran yang sudah telanjur dilakukan, bukan solusi hukum yang benar.

Kejaksaan Jadi “Tameng Politik”?

Pelibatan Kejaksaan Negeri Purwokerto dalam revisi ini justru memperburuk citra pemerintah daerah. Publik menilai:

Kejaksaan memang punya fungsi pendampingan hukum (UU 11/2021 tentang Kejaksaan). Tetapi, revisi Perbup bukan ranah litigasi, melainkan domain murni eksekutif.

Kehadiran Kejaksaan di sini lebih terlihat sebagai tameng politik untuk melindungi kebijakan yang sudah menimbulkan polemik, ketimbang upaya memperkuat kepastian hukum.

Ini mengirimkan pesan berbahaya: pemerintah daerah tidak percaya diri dengan legalitas kebijakannya sendiri, dan justru menyeret aparat penegak hukum ke dalam arena politik anggaran.

Bahaya Moral Hazard dan Abuse of Power

Ada risiko moral hazard serius di balik revisi ini:

DPRD dan Pemkab seolah mendapat legitimasi untuk membuat aturan setelah uangnya terlanjur dibagi.
Mekanisme hukum dijadikan alat pembenar, bukan instrumen penertib.
Pola ini berbahaya karena membuka peluang abuse of power : pejabat publik bisa sesuka hati mengubah aturan untuk menyesuaikan perbuatan yang sudah keliru.

Jika dibiarkan, Banyumas akan terjebak dalam lingkaran politik transaksional yang merusak akuntabilitas keuangan daerah.

Sandaran Aturan Tidak Mendukung “Rekayasa” Revisi

Beberapa regulasi tegas melarang skema retroaktif:

UU 12/2011 jo. UU 13/2022 → melarang peraturan berlaku surut.
PP 18/2017→ tunjangan DPRD harus sesuai kemampuan daerah, bukan kesepakatan politik.
UU 23/2014 → Bupati hanya boleh membuat Perbup sebagai turunan Perda, tidak boleh menyimpang.
UU 17/2003 → semua belanja APBD wajib berbasis aturan yang sah.

Dengan dasar ini, tidak ada celah hukum untuk melegalkan pembayaran bulan Januari- Maret 2024 melalui revisi yang baru muncul dan disahkan bulan Apri 2024 Itu tetap masuk kategori cacat formil dan substansi.

Tuntutan Publik: Hentikan Akal-akalan Hukum

Atas dasar itu, publik menuntut:

1. Revisi Perbup hanya berlaku ke depan, tidak boleh dipakai untuk menjustifikasi pembayaran lampau.

2. Lakukan koreksi anggaran atau pengembalian, jika ada kelebihan pembayaran.

3. Hentikan praktik menjadikan hukum sebagai alat politik, karena akan menciptakan preseden buruk bagi tata kelola keuangan daerah.

Jika pemerintah daerah tetap memaksakan skema ini, maka revisi Perbup bukan sekadar cacat hukum, tapi juga bukti nyata penyalahgunaan kewenangan yang bisa menyeret ke ranah Tipikor.

Revisi Perbup memang kewenangan Bupati. Tetapi ketika kewenangan itu dipakai untuk menutup kesalahan masa lalu, bukan untuk menegakkan asas hukum, maka Banyumas tidak sedang memperbaiki tata kelola, melainkan sedang merawat budaya akal-akalan politik. Ini ancaman serius bagi integritas pemerintahan daerah khususnya di Banyumas.

 

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Bupati Banyumas Minta Kejari Dampingi Evaluasi Tunjangan DPRD

Selanjutnya

MoU SPPG Dikritik, Dindik Banyumas Desak Transparansi dan Perlindungan Kepala Sekolah

Selanjutnya
Distribusi MBG Karanglewas Dievaluasi, Laporan Keracunan Capai 115 Siswa

MoU SPPG Dikritik, Dindik Banyumas Desak Transparansi dan Perlindungan Kepala Sekolah

Yanuar Arif Wibowo Dorong Percepatan Perbaikan Infrastruktur Desa di Banyumas

Yanuar Arif Wibowo Dorong Percepatan Perbaikan Infrastruktur Desa di Banyumas

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com