INDIE BANYUMAS
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
INDIE BANYUMAS

REPUBLIKAN DI TENGAH REPUBLIK

REPUBLIKAN DI TENGAH REPUBLIK

Febrian Nugroho Mi Kom. (istimewa)

Sabtu, 20 September 2025

Febrian Nugroho, M.I.Kom

Politik bukanlah perkara menganalisis kemungkinan atau ketidakmungkinan, melainkan bagaimana merumuskan dan mengintervensi , bertindak saat situasi yang dianggap tertutup sehingga justru pada titik itulah peluang muncul- Slavoj Žižek

Percakapan publik sedang hangat terkait dengan statemen, jogat-joget hingga flexing anggota DPR. Beragam respon kecaman beredar di media sosial yang ujungnya adalah gelombang aksi demonstrasi Agustus di berbagi kota dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan gelombang protes masyarakat ini menyulut amuk massa dalam skala luas dengan membakar serta merusak gedung pemerintah, dan menjarah serta merusak rumah pejabat dan politisi.

Publik beranggapan apa yang dipertontonkan oleh DPR tersebut bentuk ketidakpekaan mereka sebagai wakil rakyat atas situasi publiknya, mengingat kondisi masyarakat sedang terpuruk secara ekonomi akibat banyaknya PHK, daya beli masyarakat yang tertekan, hingga beban pajak semakin bertambah yang harus mereka tanggung. Belum lagi jika merujuk pada data survei, Survei Litbang Kompas mencatat citra DPR yang semakin memburuk. Posisi DPR ada di posisi kedua terbawah, di bawah DPR ada institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang mencatatkan citra terburuk di antara lembaga negara lainnya.

Trust Publik

Kepercayaan atau trust dalam politik dan bagi pejabat publik merupakan modal institusional atau modal sosial dalam sistem demokrasi, sebab trust mempengaruhi struktur ekonomi dan kapasitas kelembagaan suatu negara. Saat publik tidak lagi percaya kepada lembaga politik, saat itu pula delegitimasi terhadap sistem demokrasi terjadi karena warga tidak lagi peduli atau tidak mau terlibat dalam proses politik.

Publik akan apatis dan mereka tidak lagi merasa suaranya berpengaruh, proses politik hanya menguntungkan elit dan oligarki. Ketidak percayaan publik terhadap lembaga politik merupakan persoalan struktural, bukan sekedar masalah persepsi atau like and dislike yang bisa diselesaikan dengan statemen atau pidato elit.

Ketidak percayaan publik ini akan mendorong lahirnya polarisasi, karena warga yang tidak lagi percaya terhadap institusi akan mencari saluran alternatif yang bisa memberikan “kebenaran” kepada mereka. Akan semakin banyak ruang gema (echo chamber) dimana setiap orang akan terpapar informasi, pandangan, atau opini yang menguatkan apa yang mereka Yakini sendiri, dan mengabaikan atau menolak sudut pandang yang berbeda.

Akan semakin membesar narasi saling curiga antar kelompok dan ujung dari itu adalah hancurnya ruang deliberatif yang menjadi jantung dari demokrasi. Karena demokrasi itu bukan hanya tentang pemilu atau pilkada, demokrasi itu tentang keterlibatan warga dalam proses pengambilan keputusan. Pada jangka panjang apabila distrust publik ini tidak segara diselesaikan dengan tindakan nyata akan memunculkan kondisi instabilitas politik mengingat otoritas formal tidak lagi dipercaya dan publik terfragmentasi dalam beragam kelompok identitas, ideologi, atau afiliasi politik yang mereka yakini.

Wajah DPR hari ini sudah waktunya berubah, kritik terhadap gaya hidup mewah para wakil rakyat yang berbanding terbalik dengan rakyat yang mereka wakili, serta mulai hilangnya peran sebagai pengawal kepentingan rakyat kalau tidak dibilang hanya menjadi ”stempel” eksekutif selayaknya menjadi bahan koreksi dan perbaikan.

Mengingat lembaga legistlatif adalah penjaga kedaulatan rakyat dan pengatur arah negara secara konstitusional.

Ada tiga fungsi: legislasi, anggaran, dan pengawasan, yang membuat lembaga legislatif memilik peran sentral sebagai penyalur aspirasi atau ruang artikulasi kehendak rakyat dan pengimbang kekuasaan eksekutif. DPR tidak bisa hanya berfungsi sebagai ruang formal yang memproduksi undang-undang, DPR seharusnya berfungsi sebagai:

1.Manifestasi Kehendak Publik:

-DPR harus menjadi perpanjangan kehendak rakyat, bukan sekadar alat elit kekuasaan

-DPR harus menjalankan fungsi representasinya secara substantif, dengan cara: mendengar, menyerap, dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.

2. Ruang Deliberatif

-DPR harus menjadi ruang deliberatif baik di tingkat nasional atau lokal, tempat berbagai pandangan diuji secara terbuka dan setara.

-DPR dituntut untuk membuka ruang partisipasi seluasnya dengan musyawarah publik, dimana melalui musyawarah warga masyarakat dapat membentuk dan merumuskan agenda atau kehendak kolektifnya.

Oleh karenanya anggota legislatif dituntut untuk berdialog, bukan sekadar berdebat, serta mengedepankan kepentingan umum.

3.DPR sebagai Penjaga Res Publica

-DPR harus menjalankan fungsi-fungsi konstitusionalnya secara etis, deliberatif, dan partisipatif, bukan hanya prosedural.

-DPR memiliki tanggung jawab untuk melindungi kepentingan publik dari ancaman kepentingan privat, termasuk diantarnya kepentingan korporasi, oligarki, atau kepentingan partisan.
DPR harus menjadi penjaga moral dan hukum republik, bukan sekadar mengesahkan sebuah kebijakan.

Apa Yang Harus Dilakukan Kaum Republikan?

Para pendiri negara Indonesia memilih Republik kala itu bukan tanpa dasar, setidaknya jejak itu bisa kita temukan dalam pamflet Tan Malaka Menuju Republik Indonesia (Naar de Republiek Indonesia ) tahun 1925 yang menggagas bentuk republik sebagai praktik politik pembebasan dari kolonialisme dan feodalisme, Bung Karno dan Bung Hatta menjelaskan republik sebagai bentuk negara yang menghormati kedaulatan rakyat, juga dalam perdebatan dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang bersepakat dengan ide republik karena adanya kesetaraan, keadilan sosial , dan sebagai cermin semangat kolektif masyarakat Indonesia, hingga pada tanggal 10 Juli 1945 ide Republik dirumuskan sebagai bentuk negara (Rancangan Usulan Pembukaan UUD).

Titik sambung beragam ide tentang republik kala itu yang terpenting adalah adanya kesamaan tentang politik anti penjajahan, dimana hal tersebut menjadi cita-cita kemerdekaan. Sebagai sebuah ekspresi politik anti penjajahan, anti kolonialisme, praktik menentang penjajahan dan kebebasan untuk tidak didominasi. Ide para pendiri republik ini sejak awal tidak berada pada ruang kosong, ia tumbuh dalam tradisi kolektif dan komunal masyarakat yang menjunjung tinggi musyawarah, gotong royong, dan kepentingan bersama.

Situasi hari ini membutuhkan untuk merefleksikan ulang tentang ide Republik yang di gagas oleh para pendiri negara. Cita-cita para pendiri Republik Indonesia yang dicantumkan secara eksplisit dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, menjadi visi moral dan politik yang menjadi fondasi berdirinya Republik Indonesia. Cita-cita ini jika pada tataran level praktis menjelaskan tentang:

1. Negara sebagai penjaga kepentingan publik (res publica).

2. Warga negara sebagai subjek politik yang aktif dan deliberatif, bukan objek sebuah kebijakan.

3. Kekuasaan basisnya adalah etika publik, harus dijalankan secara partisipatif dan berdasarkan keadilan sosial.

Bung Hatta secara terang menyebutkan bahwa politik adalah perbuatan yang menimbulkan dalam hal-hal kenegaraan, untuk mencapai kesejahteraan negara dan masyarakat. Seorang republikan bagi Hatta dan juga para pendiri republik lainnya jika setidaknya: Pertama, praksis politiknya mengutamakan kebaikan umum (common good), arena politik haruslah dalam wilayah publik yang selalu bisa dimajukan, dipertanyakan dan harus dipertanggungjawabkan. Kedua, warga masyarakatnya memiliki virtue republikan, dimana warga masyarakat mau dan mampu terlibat berpartisipasi dalam urusan publik, menolak politik uang serta korupsi, serta menghidupkan ruang publik sebagai arena dialog dan deliberasi secara kolektif.

Seorang Republikan itu memaknai politik sebagai tindakan etis dan deliberatif, dimana seorang warga negara/warga masyarakat tidak bisa hanya sekedar menjadi objek pasif dari sebuah kebijakan. Seorang Republikan haruslah menjadi subjek politik aktif yang menjaga res publica melalui partisipasi dalam penentuan kebijakan, mengedepankan musyawarah, dan memiliki komitmen terhadap kepentingan umum.

Politik bukan hanya sekedar prosedur formal atau representasi formal, warga negara haruslah diberi ruang yang konkrit dan nyata untuk berdialog, berdebat, dan ikut menentukan arah kebijakan publik secara setara dan terbuka. Bukan hanya diberikan hak formal untuk berpendapat. Negara atau pemerintah berkewajiban menyelenggarakan Forum Publik/Forum Warga sebagai ruang atau tempat yang bukan sekadar tempat menyampaikan aspirasi, tetapi arena pertukaran argumen, nilai, dan kepentingan warga masyarakat.

Arah kebijakanlah yang sesuai dengan kepentingan wargalah tujuan dari adanya ruang deliberatif ini, bukan sekedar formalitas menampung aspirasi seperti yang selama ini terjadi di Musrenbang. Forum Publik ini berbeda dengan Musrenbang yang acapkali hanya menjadi ritual tahunan, tanpa jaminan bahwa usulan warga akan masuk ke dalam anggaran atau kebijakan nyata.

Dalam forum ini setiap warga masyarakat berhak ikut ikut, untuk membentuk pendapat bersama (opinion) dan kehendak kolektif (will) yang menjadi dasar keputusan politik. Forum ini menjadi sekaligus menjadi koreksi atas penyampaian aspirasi dalam reses DPR yang semakin lama hanya menjadi rutinitas untuk menggugurkan kewajiban anggota legislatif.

Kita bisa belajar dari sebuah kerangka etis dan praksis yang menempatkan warga negara sebagai aktor utama dalam kehidupan politik, sebagai subjek politik yang deliberative dari pengalaman Samin Suro Sentiko melwan kolonialisme Belanda di Blora yang menjaga kemandirian kolektif komunitasnya dengan nilai gotong royong dan kesederhanaan dan tetap melawan dominasi kekuasaan berbekal keteguhan.

Gerakan Samin menolak melegitimasi kekuasaan yang tidak adil. Atau kita bisa belajar dari gerakan Gerakan MST (Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra) di Porto Alegre Brasil yang bisa membuat warga negara/masyarakat biasa menggerakan demokrasi partisipatif. Warga bisa ikut menentukan kebijakan pemerintah, menjadi subjek politik yang deliberatif, militan, dan transformatif.

Oleh karena itu menjadi penting kemudian didesakan:

– Pembentukan Forum Deliberatif Warga (Forum Warga) dengan Legislatif yang dilaksanakan oleh Legislatif secara berkala.

-Dalam forum ini, warga dapat berdialog, berdebat, dan ikut menentukan arah kebijakan publik secara setara dan terbuka, dari penyampaian aspirasi hingga menjadi keputusan politik.

-Hasil dalam dialog dalam Forum Warga harus diintegrasikan dalam Prolegda atau APBD.

-Adanya transparansi dan akuntabilitas Lembaga Legislatif terhadap aspirasi dan keputusan politik yang mereka hasilkan (dilaporkan ke publik).

Tantangan selanjutnya Bagai warga masyarakat bukan hanya persoalan Tunjangan Perumahan dan Tunjangan Komunikasi, tantangannya adalah memastikan bahwa perwakilan masyarakat yang duduk dalam lembaga legislatif mampu menjadi perpanjangan kehendak rakyat dan pengimbang kekuasaan eksekutif.

Seperti yang ditegaskan oleh Bung Karno bahwa tugas kekuasaan adalah menambah tenaganya orang miskin bukan justru melemahkannya. Kaum Marhaen atau rakyat miskin haruslah menjadi manusia merdeka yang punya hak, suara, dan tenaga untuk membangun bangsa.

ShareTweetKirimkan
Sebelumnya

Politisi PAN Banyumas Soroti Sistem Pemilu dan Polemik Tunjangan-Tunjangan DPRD

Selanjutnya

Fraksi PDI-P DPRD Banyumas Dukung Evaluasi Perbup Tunjangan Dewan

Selanjutnya
Fraksi PDI-P DPRD Banyumas Dukung Evaluasi Perbup Tunjangan Dewan

Fraksi PDI-P DPRD Banyumas Dukung Evaluasi Perbup Tunjangan Dewan

Forum Banyumas Bersuara : Ketua DPRD Banyumas Terima Tunjangan 34 Kali Lebih Besar dari Hakim

Fraksi PDIP dan Golkar Siap Dievaluasi, Forum Banyumas Bersuara Terus Kawal Revisi Perbup 9/2024

Tentang Kami / Redaksi
Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com

Tentang Kami / Redaksi / Pedoman Media Siber / Independensi & Donasi

© 2021 indiebanyumas.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • BERANDA
  • NASIONAL
  • HUKUM
  • POLITIK
  • EKONOMI
  • DUNIA
  • BANYUMAS RAYA
  • LAINNYA
    • CATATAN REDAKSI

© 2021 indiebanyumas.com