BANYUMAS– Pemerintah Kabupaten Banyumas terus mengintensifkan upaya menekan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang masih menjadi tantangan serius di sektor kesehatan. Berbagai kebijakan dan program telah dirancang Pemkab untuk menekan kasus tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyumas, Widyana Grehastuti, mengungkapkan data yang dihimpun Dinkes menunjukkan adanya 9.197 ibu hamil pada semester I 2025 (Januari-Juni), dengan 2.790 (30,33%) di antaranya berisiko tinggi. Pada periode ini, tercatat sembilan kasus kematian ibu.
“Delapan kasus kematian ibu terjadi saat masa nifas, dan satu kasus saat bersalin,” ujar Widyana dalam sarasehan bersama Bupati di Ruang Joko Kaiman, Jumat (25/7/2025).
Ia merinci, lima kasus terjadi pada rentang usia 20-35 tahun, tiga kasus usia di atas 35 tahun, dan satu kasus pada usia kurang dari 20 tahun.
Penyebab kematian ibu terbagi menjadi lima kasus penyebab langsung, yaitu tiga kasus pendarahan postpartum dan dua kasus preeklampsia/eklampsia.
Sementara itu, empat kasus lainnya disebabkan oleh penyebab tidak langsung, meliputi satu kasus CKD, satu kasus emboli air ketuban, satu kasus syok sepsis, dan satu kasus thyroidstorm.
“Tentunya ini menjadi keprihatinan dan masalah serius. Oleh karena itu, Dinkes memiliki beberapa rencana tindak lanjut berdasarkan rekomendasi Audit Maternal Perinatal Surveilans Respon (AMPSR) kasus kematian Ibu Kabupaten Banyumas semester I 2025,” jelas Widyana.
Enam program utama yang akan dilaksanakan Dinkes meliputi:
1. Review pedoman update eradikasi preeklampsia, emboli air ketuban, dan induksi persalinan.
2. Monitoring dan evaluasi KIA di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
3. Pelaksanaan skrining layak hamil bagi calon pengantin dan wanita usia subur di tingkat masyarakat, puskesmas, dan rumah sakit.
4. Intervensi kehamilan remaja.
5. Standardisasi keterampilan tim emergency di rumah sakit.
6. Usulan penganggaran kegiatan konvergensi AKI-AKB/Kesehatan Reproduksi dengan pendekatan perencanaan dan penganggaran terintegrasi.
Data Kematian Bayi dan Rencana Tindak Lanjut
Untuk data kesehatan anak, tercatat 8.567 kelahiran hidup pada semester I 2025. Dari jumlah tersebut, 745 bayi (8,69%) lahir dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan 1.840 bayi (21,47%) memiliki panjang badan kurang dari 48 cm.
“Angka kematian bayi mencapai 114 kasus pada semester I ini, dengan puncak kasus tertinggi di bulan April sebanyak 33 kasus,” terang Widyana.
Kasus kematian bayi terbanyak disebabkan oleh infeksi, masalah pernapasan, dan BBLR.
Dinkes juga akan melaksanakan sejumlah rencana tindak lanjut untuk menekan AKB, di antaranya:
* Pelatihan/refresh penanganan kegawatdaruratan ibu dan bayi serta resusitasi neonatus bagi tenaga kesehatan.
-Pelaksanaan drill emergency berkala pada tim resusitasi neonatus di masing-masing fasilitas pelayanan
kesehatan.
-Edukasi mengenai pneumonia kepada
masyarakat.
-Pengadaan T-Piece resuscitator.
-Penguatan sistem rujukan
kegawatdaruratan neonatal.
Dukungan Bupati dan Kolaborasi Lintas Sektor
Menanggapi paparan Dinkes, Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono menyatakan Pemkab berupaya menyediakan ruang rawat inap di setiap puskesmas untuk penanganan cepat dan optimal bagi masyarakat.
“Untuk anak usia dini, ini juga perlu mendapat perhatian khusus, untuk menghindari kasus-kasus yang tidak diinginkan. Saya minta data kehamilan anak-anak usia dini di setiap kecamatan,” tegas Bupati.
Pada kesempatan tersebut, Bupati juga langsung berkolaborasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) dan Dinas Pendidikan (Dindik) Banyumas.
Kepala Kemenag Banyumas, Ibnu Asadudin, menyatakan kesiapannya mendukung program pemerintah daerah melalui berbagai program untuk mewujudkan Banyumas yang produktif, adil, dan sejahtera (Banyumas PAS).
“Kami sudah siapkan sosialisasi dan bimbingan calon pengantin, bimbingan remaja usia nikah. Kami juga sudah siapkan sekitar 500 penyuluh yang nantinya akan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan tersebar di seluruh desa,” pungkas Ibnu Asadudin. (Angga Saputra)