BANYUMAS – Salah satu peran kunci partai Politik (Parpol) dalam sistem politik adalah melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Partai Politik dibentuk bukan hanya untuk mendulang suara saat digelarnya Pemilu, tetapi juga berkewajiban untuk memberikan pendidikan politik bagi para pemilihnya.
Demikian disampaikan Guru Besar Ilmu Politik FISIP Unsoed Prof Dr Slamet Rosyadi MSi dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertemakan Korelasi Pemilukada Terhadap Kesejahteraan Masyarakat yang digelar di Balai Desa Kasegeran, Kecamatan Cilongok, Sabtu (20/7/2024) malam.
Acara diskusi yang melibatkan peserta para tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan masyarakat umum ini diselenggarakan oleh Ketua Fraksi PDI Perjuangan yang juga Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah, Bambang Hariyanto Baharuddin (BHB).
“Pak BHB menyelengarakan acara ini, juga sebagai bagian dari pendidikan politik. Mekanisme atau kerja pendidikan politik harus berjenjang, harapannya seperti dalam acara ini, bapak ibu sekalian juga bisa menularkannya kepada para anak-anak muda sehingga mereka juga mengerti akan hak dan kewajiban mereka dalam berpolitik,” kata Prof Slamet.
Pernyataan akademisi Unsoed tersebut disampaikan menjawab pertanyaan dari salah satu peserta asal Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Tri Agus Sujadtmiko. Agus menyampaikan kekhawatirannya terkait dengan fenomena saat ini ketika banyak generasi muda terutama dari generasi Z yang semakin tidak peduli terhadap pengetahuan politik.
“Persoalan yang tengah terjadi pada Gen Z memang menjadi tanggung jawab kita bersama. Memang menjadi keprihatinan kita bersama tatkala mayoritas Gen Z sibuk dengan dirinya sendiri tetapi tidak peduli terhadap lingkungannya, terutama dalam konteks Pilkada seharusnya mereka itu sudah memahami bahwa eksistensinya tidak hanya sekedar coblos mencoblos tetapi bagaimana memikirkan hasil dari Pemilukada itu harus bisa mensejahterakan masyarakat dengan memilih siapa pemimpin yang layak atau figur yang cocok untuk memimpin Kabupaten Banyumas, ” jelas Prof Slamet.
Dengan mendorong agar Gen Z peduli terhadap politik, kata Prof Slamet, proses Pemilukada diharapkan akan bisa terhindar dari politik transaksional.
Dia juga mengkhawatirkan, apabila hal ini tidak bisa dicari solusinya maka fakta yang akan terjadi dalam proses demokrasi lagi-lagi munculnya fenomena Duitrokrasi yang mana segala hal terkait dengan Pilkada akhirnya bisa terbeli dengan uang.
“Kalau semua bisa dibeli dengan duit maka ini akan berbahaya bagi masa depan masyarakat sendiri. Sebab jika demikian maka yang akan menjadi pemimpin adalah orang-orang yang punya duit, sehingga pola pikir mereka juga pasti akan kembali kepada duit, ” katanya.

Narasumber lain dalam acara tersebut, Dr Sulyana Dadan SSos MA mengatakan, pemerintah memiliki cita-cita Indonesia Emas pada tahun 2045. Tetapi bagaimana mungkin itu akan tercapai manakala generasi Z ini apatis terhadap politik serta kepedulian terhadap lingkungannya sendiri.
“Salah satu penyebabnya karena kita selama ini dimanjakan oleh teknologi. Kita dibanjiri informasi, berbeda dengan dulu ketika kita yang mencari informasi sehingga saat ini informasi yang kita terima juga kita tidak tahu, apakah itu benar atau hoax, ” ujar Dadan.
Ketika berbicara generasi Z berkaitan dengan kepeduliannya terhadap politik, Dadan berpendapat, saat ini fenomena yang terjadi adalah partisipasi mereka dalam gelaran Pemilu hanya sebatas pada kedatangan di TPS.
“Mereka datang ke TPS, lalu swafoto yang kemudian diunggah dalam platform media sosial. Mereka jauh dari yang kita harapkan, bahwa mereka sebagai generasi muda seharusnya memiliki pemahaman politik sehingga mereka juga memiliki rasa bertanggung jawab atas hasil dari Pemilu yang dihasilkan, “ungkap Dadan.
Dalam kesempatan itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Jateng, Bambang Hariyanto Baharuddin (BHB) menyampaikan bahwa dirinya menyelenggarakan kegiatan diskusi bersama masyarakat diantaranya bertujuanmenyatukan satu spirit bersama-sama untuk bisa menciptakan esensi demokrasi yang berkualitas.
“Saya membawa tema ini menyatukan satu spirit bersama-sama, pertama bagaimana kita membangun demokrasi yang berkualitas, yang mudah-mudahan nanti kita bisa mewujudkan esensi dari demokrasi, yaitu untuk mensejahterakan masyarakat. Sehingga tidak terjadi penyesalan-penyesalan di kemudian hari. Pilkada, momen ini kadangkala dimaknai dengan negatif, bahwa ini mumpung limang tahun sepisan sehingga hasil baik atau buruknya juga sebenarnya ditentukan oleh sikap pemilih, ” kata BHB yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Banyumas periode pertama pada 1999 silam.
Karena itulah, BHB mengajak masyarakat untuk bersama-sama membangun kesadaran baru dengan tidak membebani kepada para calon bupati dalam Pemilukada dengan mempertanyakan berapa isitas-nya (uang), tetapi dengan mempertanyakan ihwal kualitas dan integritas-nya.
“Ini menjadi sangat penting, apalagi eksekutif, diberi keleluasaan untuk mengurus birokrasi, mengelola APBD, karena sebagai kuasa pengunaan anggaran dan kuasa penggunaan barang. Jadi kalau Banyumas mau dijadikan seperti apa, tergantung kebijakan dari kepala daerah,” kata BHB.
BHB menambahkan, untuk membangun komitmen yang berkualitas, maka harus dibangun relasi antara pemimpin dan masyarakat secara terus menerus. Bukan hanya selasai pada tahap memilih, namun harus terus ada pengawalan dari masyarakat sebagai pemilih.
“Kita kawal terus jalannya pemerintahan yang dipimpin atas pilihan dari masyarakat dengan melihat integritas. Kalau memilih didasari atas transaksionalitas, jangan harap anda akan memiliki pemimpin yang berkualitas, ” tegas BHB. (Angga Saputra)